Ignaz
Goldziher dilahirkan dari keluarga Yahudi pada tanggal 22 Juni1850 di
Szekesfehervar, Hongaria. Ia belajar di Budapest, Berlin dan Leipziq[1] Ignaz merupakan anak yang selalu ingin tahu, keinginannya untuk
memperdalam keilmuannya sangat kuat. Banyak guru-guru yang memuji kepiawayannya
dalam mendefinisikan suatu permasalahan.
Sejak kecil,
ia sudah mendapatkan pendidikan yang bermutu tinggi.Terbukti pada saat berumur
lima tahun ia telah mampu membaca Perjanjian Lama yang berbahasa Ibrani.
Kemudian dilanjutkan dengan mempelajari Talmud pada saat berusia delapan tahun.
Dalam usianya yang ke dua belas, ia menjadi siswa sekolah yang telah memulai
membuat karya tulisnya yang pertama tentang nenek moyang Yahudi serta
pengelompokannya. Saat berusia enam belas tahun, Universitas Budapest menjadi pilihannya
setelah ia lulus dari sekolah, untuk mempelajari sastra Yunani dan Romawi kuno,
bahasa-bahasa Asia, temasuk bahasa Turki dan Persia. Kecerdasan yang ia miliki
telah mengantarkannya menjadi kandidat doktoral pada usianya yang ke-19 di
universitas Leipzig dan Berlin dengan beasiswa penuh dari Departement
Pendidikan Hongaria pada tahun 1870.
Semasa di
Budapest, Berlin dan Leipziq beliau belajar tentang kajian Islam dan
pengetahuannya tentang Islam itulah yang membuatnya merasa perlu untuk menimba ilmu
langsung di dunia Islam. Karya-karya tulisannya yang membahas masalah-masalah
keIslaman banyak dipublisir dalam bahasa Jerman, Inggris dan Prancis. Bahkan
sebagian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Dan yang paling berpengaruh dari
karyakarya tulisanya adalah buku Muhammadanische Studien, dimana ia menjadi rujukan
utama dalam penelitian Hadits di Barat.
Pendidikan
Setelah
menyelesaikan studinya di Budapest, Goldziher melanjutkan studinya di
Universitas Leipzig, Jerman. Ia meraih gelar doktor dari Universitas tersebut
ketika berusia 19 tahun. Gelar itu diperolehnya setelah dibimbing selama dua
tahun oleh Heinrich Fleisher orientalis Jerman terkemuka. Setelah
dari Leipzig, Goldziher melanjutkan penelitiannya di Universitas Leiden,
Belanda, selama setahun. Selanjutnya, pada usianya yang ke-21, ia pulang
ke kampung halamannya dan menjadi dosen privat (Privatdozent) di
Universitas Budapest, Hunagria. Dosen privat pada saat itu adalah sebuah
jabatan yang dianugerahkan kepada para intelektual muda sebagai sebuah
keistimewaan untuk mengajar di universitas, namun tanpa gaji. Saat yang
sama, Goldziher juga dipilih sebagai anggota " Akademi Sains
Hungaria," sebuah penghargaan yang diberikan pada dirinya.
Sebagai
"adat", para orientalis diminta untuk mengunjungi dan menetap di
negaranegara Muslim supaya secara langsung dapat berinteraksi dengan para
ulama, Goldziher juga berkunjung ke Syria dan Mesir pada 1873-1874. Di
Mesir, ia dikenalkan oleh Dor Bey, seorang pejabat keturunan Swiss yang
bekerja di Kementrian Pendidikan Mesir. Melalui Dor Bey, Ignaz Goldziher
diperkenalkan kepada Riyad Pasha, Menteri Pendidikan Mesir. Setelah
berkenalan beberapa lama dengan menteri pendidikan Mesir, Goldziher
mengemukakan keinginannya untuk belajar di Universitas al-Azhar. Atas
rekomendasi Riyad Pasha lah, Syakhul al-Azhar, 'Abbasi, Mufti Masjid
al-Azhar terbujuk. Setelah bertemu dengan Ignaz Goldziher yang saat itu
mengaku bernama Ignaz al-Majari (Ignaz dari Hungaria) dan mengaku dirinya
"Muslim" (namun dalam makna percaya kepada Tuhan yang satu,
bukan seorang musyrik) , serta dengan kelihaiannya berdiplomasi, maka
Ignaz Goldziher bisa "menembus" al-Azhar. Ia menjadi murid
beberapa masyayikh al-Azhar, seperti Syaikh al-Asmawi, Syaikh
Mahfudz al-Maghribi, Syaikh Sakka dan beberapa Syaikh al-Azhar lainnya.
Setelah meraih
gelar Doktor, ia melakukan perjalanan ke Leiden, Belanda dan tinggal
selama enam bulan. Di dalam buku catatannya, Ignaz menghabiskan waktu enam
bulan di Leiden untuk memfokuskan diri mempelajari Islam sehingga
menjadikan Leiden sebagai sekolah kajian Islam terbesar dan terkenal
di Eropa. Pada tahun 1872, ia berhasil meraih ijazah keguruan dari
Universitas Budapest dan diangkat menjadi guru besar. Di Universitas ini,
dia melakukan kajian peradaban Arab.
Pada tahun
1873 ia pergi ke Syria dan belajar pada Syeikh Tahrir al-Jazairi. Kemudian
pindah ke Palestina, lalu ke Mesir di mana ia belajar dari sejumlah ulama
al-Azhar. Sepulangnya dari al-Azhar ia diangkat menjadi guru besar di
Universitas Budapest.[2]
Pertualangan
ilmiah Ignaz Goldziher belum selesai sampai disini, pada bulan September
1873 hingga April 1874, Syria, Palestina dan Mesir menjadi sasaran
selanjutnya. Disana ia merupakan orang non muslim pertama yang mendapat
izin untuk menjadi murid di mesjid Universitas al-Azhar. Ia mencatat semua
aktivitasnya di sana, sosialisasinya dengan kaum muslim, dan
perasaan simpati mendalamnya. Selama tinggal di Kairo, banyak musibah
yang menimpanya. Mulai dari kematian ayahnya, perekonomian keluarganya
yang mengkhawatirkan karena bisnisnya bangkrut, sampai perasaannya sebagai
pejabat di Departement pendidikan yang membuatnya bimbang dengan
reputasi ilmiahnya di masa yang akan datang. Akan tetapi, reputasi
ilmiahnya ternyata malah melonjak tinggi. Setelah mempublikasikan hasil
penelitiannya yang sangat memuaskan peserta rapat di Akademi Kerajaan di
Vienna, ia telah memulai dirinya untuk diakui dunia sebagai guru besar
orientalis dan peletak pertama pengkajian Islam modern di Eropa.
Meskipun
banyak merangkul banyak gelar, ia tidak dapat mengembangkan pengetahuan di
tanah kelahirannya. Pada saat itu, terjadi peristiwa anti-semit di
Hongaria sehingga para pemeluk Yahudi dilarang melakukan berbagai kegiatan
yang ada hubungannya dengan pendidikan. Tetapi kemudian, pada tahun 1894,
diadakan pembahasan oleh para anggota legislatif terkait isu ini untuk
mencapai kesepakatan bahwa agama Yahudi kedudukannya sama di depan publik
bergandengan dengan agama lainnya. Atas perjuangan kerasnya di dunia
pendidikan tanpa gaji dan hak istimewa, kongres Orientalis Internasional
ke-8 menganugrahkan piagam emas kepada Ignaz Goldziher pada tahun 1889.
kemudian ia mendapatkan undangan dari Universitas Cambridge untuk menjadi
rektor sebelumnya, W. Robertson Smith. Di karenakan tidak ada gaji tetap
walaupun aktif di dunia pendidikan, ia mencari nafkah sebagai sekretariat
di komunitas Yahudi Jerman dari tahun 1876 sampai 1905. pekerjaan ini
menguras semua tenaganya siang dan malam sehingga membuatnya bosan.
Di hari libur, ia menyempatkan diri untuk mengerjakan proyek ilmiahnya.
Lalu pada tahun 1904, ia diangkat sebagai guru besar Universitas Budapest,
orang Yahudi pertama yang meraih gelar ini. Pada tahun 1914 beliau menjadi
ketua jurusan dan intitusi Islam di Fakultas Hukum. Tujuh tahun kemudian,
ia meninggal dunia dalam usianya yang ke-71 tepatnya pada tanggal 13
November 1921.
Karya-Karya Ignaz Goldziher
Sepulangnya
dari al-Azhar ia diangkat menjadi guru besar di Universitas Budapest.
Karya-karya tulisannya yang membahas masalah keislaman
banyak dipublikasikan dalam bahasa Jerman, Inggris dan Prancis. Bahkan
sebagian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Dan yang paling berpengaruh
dari karyakarya tulisannya adalah buku yag berjudul: Muhammadanische Studien,
di mana ia menjadi sumber rujukan utama dalam penelitian Hadits di Barat.
Disamping
karyanya yang lain seperti: Le Dogme et Les Lois de L’Islam (The Principle
ofLaw is Islam), Introduction to Islamic Theology and Law, Etudes Sur La Tradition
Islamique.
Ignaz
Goldziher telah menghasilkan banyak karya dalam berbagai bidang, yang meliputi
: Aqidah, fikih, Tafsir, Hadits dan Sastra.
Diantara hasil
karyanya, adalah:
1)
Muhammadanische Studien
diterbitkan tahun 1890
2)
Vorlesungen uber den Islam
(Introduction to Islamic Theology and Law)
3)
Muslim studies.
4)
Methodology Among The Hebrews
And Its Historical Development.
5)
On the History of Grammar
Among The Arabs.
6)
Zahiris: Their Doctrine and
Their History, a Contribution diterbitkan pada tahun 188.
[1] Achmad Zuhdi DH, Pandangan Orientalis Barat tentang Islam antara yang
menghujat dan yang memuji, Karya Pembina Swajaya, Surabaya, 2004, hlm.
142.
Posting Komentar