A. AL-BALÂGHAH — AL-FASHÂHAH
Balâghah secara etimologi berarti al-wusûl wa
al-intihâ’ (sampai dan berakhir). Balâghah secara terminologi hanya
ditempatkan sebagi sifat yang melekat pada kalâm (balâghatu al-kalâm)
dan sifat yang melekat pada mutakallim (balâghatu al-mutakallim).
Balâghat al-kalâm, berarti mencari kalimat yang sesuai dengan maksud
yang dikehendaki, dengan kata-kata yang fasih baik ketika mufrad maupun murakkab.
Sedangkan kalimat yang bâligh (al-kalâm al-balîgh) adalah kalimat yang
mampu mengejawentahkan ide penutur untuk disampaikan kepada lawan tutur
(pendengar) dengan gambaran ide yang tidak berubah pada keduanya. Sedangkan balâghat
al-mutakallim, berarti kemampuan diri untuk mencipta kalimat yang balîgh
(fasîh dan mengena sasaran)[1]. Dari terminologi di atas nampak jelas
bagaimana balâghah mempunyai peran komunikatif—stimulus dan
respon—dengan kalimat yang tidak ambigu dan mampu mewakili ide penutur.
Al-Fashâhah dalam istilah ilmuan balâghah
diartikan sebagai ungkapan yang jelas dan gamblang, mudah difahami dan benar
strukturnya, sebagaimana biasa digunakan oleh para penyair dan penulis[2]. Fashâhah terdapat dalam kata (al-mufrad),
kalimat (al-kalâm) dan penutur (al-mutakallim). Sedangkan balâghah
hanya bersinggungan dengan kalimat (al-kalâm) dan penutur (al-mutakallim)-nya
saja.[3] Dari pengertian balâghah dan fashâhah
diatas nampak jelas bagaimana balâghah mensyaratkan aspek eksternal
bahasa, yakni sampai dan mengenanya ide kalimat kepada lawan tutur. Balâghah
menempatkan kalimat sebagai proses sampainya makna dari stimulus ke responden,
tidak hanya pada aspek internal kalimat saja (mufrad), pendek kata
kalimat yang balîgh mesti fashîh dan tidak sebaliknya.
Balâghah dalam terminologi ilmu berarti sebuah
kemampuan untuk mengungkapkan apa yang ada dalam fikiran dengan ungkapan yang
jelas maknanya dan benar strukturnya, sangat berkaitan erat dengan sastra
bahkan awalnya mencakup ilmu sastra dengan segala macam bentuk dan keindahannya[4]. Balâghah dalam pengertian ini sering
dipadankan dengan retorika, Gorys Keraf mengartikan retorika sebagai
suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, baik lisan maupun tertulis, yang
didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun dengan baik.[5] Susunan pengetahuan yang berupa komulasi
aturan-aturan pragmatik[6] dan estetika kalimat itulah yang dalam bahasa
Arab kemudian disebut sebagai Ilmu Balâghah.
Balâghah mempunyai tiga cabang ilmu yaitu (1) Ilmu
al-Ma’âni (2) Ilmu al-Bayân, dan (3) Ilmu al-Badî’, ketiganya
mempunyai obyek kajian yang masing-masing saling melengkapi.
B. ‘ILMU AL-MA’ÂNI
‘Ilmu Ma’âni adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah
yang menjelaskan pola kalimat berbahasa Arab agar bisa disesuaikan dengan
kondisi dan tujuan yang dikehendaki penutur. Tujuan ‘ilmu al-ma’âni
adalah menghindari kesalahan dalam pemaknaan yang dikehendaki penutur yang
disampaikan kepada lawan tutur. Ilmuan bahasa yang dianggap sebagai pencetus
Ilmu Bayan adalah ‘Abdul Qâhir al-Jurjani ( w. 471 H)[7].
Dari terminologi ‘ilmu al-ma’âni yang ingin
menyelaraskan antara teks dan konteks, maka obyek kajiannya-pun berkisar pada
pola-pola kalimat berbahasa arab dilihat dari pernyataan makna dasar—ashly,
bukan tab’iy— yang dikehendaki oleh penutur. Menurut as-Sakkâki, yang
dikehendaki oleh pembacaan model ma’âni bukan pada struktur kalimat itu
sendiri, akan tetapi terdapat pada “makna” yang terkandung dalam sebuah tuturan.
Jadi yang terpenting dalam pembacaan ma’ani adalah pemahaman pendengar
terhadap tuturan penutur dengan pemahaman yang benar, bukan pada tuturan itu
secara otonom.[8]
Adapun obyek kajian Ilmu Ma’ani adalah tema-tema
berikut, (1) Kalâm Khabar (2) Kalâm Insya’ (3) al-Qasr (4)
Îjaz, Ithnab dan Musâwah.
1. Kalâm Khabar (statement sentence)
Kalâm Khabar atau kalimat berita adalah kalimat
yang penuturnya bisa dikatakan jujur atau bohong. Penutur dikatakan jujur jika
kalimatnya sesuai dengan fakta, dan dikatakan bohong jika kalimatnya tidak
sesuai dengan fakta[9]. Contoh kalâm khabar “purnama telah
datang dan pekat-pun berlalu”, bisa saja berita ini benar bisa juga salah.
Adapun tujuan kalimat berita (kalâm khabar) bermacam-macam, diantaranya;
Sebagai permohonan belas kasihan (istirhâm),
contoh:
إني فقير إلى عفو ربي
Menampakkan kelemahan dan kepasrahan , contoh:
إني وهن العظم مني واشتعل الرأس شيبا
Penyesalan dari sesuatu yang diharapkan, contoh;
إني وضعتها أنثى
Dilihat dari sisi susunan gramatikalnya kalâm khabar
dibagi kedalam dua bentuk[10]:
Pertama: al-jumlah al-fi’liyyah (verbal
sentence), menunjukkan suatu pekerjaan yang temporal, dengan tiga
keterangan waktu, sekarang, yang telah berlalu dan yang akan datang. Contoh:
أشرقت الشمس وقد ولى الظلام هاربا
Kedua: al-jumlah al-ismiyah (nominal sentence),
biasanya untuk menentukan ketetapan sifat kepada yang disifati dan untuk
menyatakan kebenaran umum (general thuth). Contoh:
الأرض متحركة والشمس مشرقة
2. Kalâm Insya'(originative sentence)
Kalâm Insya’ adalah kalimat yang penuturnya tidak
bisa dinilai bohong ataupun jujur.[11] Kalâm insya’ dibagi kedalam dua
bagian, yaitu (1) Insya’ thalaby (2) Insya’ ghairu thalaby.
a. Insya’ thalaby
Insya’ thalaby adalah kalimat yang menghendaki
suatu permintaan yang belum diperoleh saat meminta. Insya’ thalaby
dibagi kedalam lima macam, yaitu[12]:
1) Al-`amr.
Al-`amr adalah meminta terlaksananya suatu
pekerjaan kepada lawan bicara dengan superioritas dari penutur untuk
melaksanakan perintah. Dilihat dari bentuk kalimatnya, al-`amr dalam
bahasa Arab memiliki empat bentuk, yaitu[13]:
a) Fi’il `amr,
contoh:
يَايَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ وَءَآتَيْنَاهُ الْحُكْمَ
صَبِيًّا ( مريم:12)
b) Fi’il mudhâri’
yang bersambung dengan lâm al-`amr, contoh:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ (الطلاق: 7)
c) Ism fi’il
al-`amr, contoh:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ
لاَيَضُرُّكُمْ مَّنْ ضَلَّ إِذَااهْتَدَيْتُمْ َ { المائدة:105}
d) Mashdar sebagai
ganti fi’il `amr, contoh:
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا { البقرة: 83}
Selain model pola kalimat al-`amr juga memiliki
beberapa fungsi makna, diantaranya:
a) Al-du’a`
(do’a), contoh:
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ
عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ { النمل: 19}
b) Al-Irsyâd (petuah
bijak), contoh:
يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ
مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ (البقرة:
282)
c) Al-Tahdîd
(ancaman), contoh:
الْقِيَامَةِ اعْمَلُوا مَاشِئْتُمْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
بَصِيرٌ {فصلت:40}
d) Al-Ta`jîz
(melemahkkan), contoh:
فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِن مِّثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَآءَكُم مِّن دُونِ
اللَّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ (البقرة:23)
e) Al-Ibâhah (pembolehan),
contoh:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ
مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ (البقرة:187)
2) Al-Nahy.
Al-nahy adalah meminta dihentikannya suatu
pekerjaan kepada lawan bicara dengan superioritas dari penutur untuk
melaksanakan permintaan. Struktur kalimatnya disusun dengan menyambungkan fi’il
mudhâri’ dengan lâ nâhiyah ( berarti: jangan..!)[14] contoh:
وَلاَتُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ
لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ( الأعرف: 85)
Seperti halnya amr, struktur nahy juga
memiliki beberapa fungsi makna, diantaranya:
a) Al-du’â`(berfungsi
sebagai do’a), contoh:
رَبَّنَا لاَتُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا
مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ (ال عمران: 8)
b) Al-Irsyâd (
memberi petuah bijak), contoh:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَسْئَلُوا عَنْ أَشْيَآءَ إِن
تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ… (المائدة: 101)
c) Al-Dawâm
(keabadian), contoh:
وَلاَتَحْسَبَنَّ اللهَ غَافِلاً عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا
يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ اْلأَبْصَارُ (إبراهيم:42)
d) Al-Tahdîd (ancaman),
contoh:
لا تطع أمري ايها الأخ..
e) Al-Tamannî
(pengharapan), contoh:
يا ليل طلٍِ يا نوم زل * يا صبح قف لا تطلع
3) al-Istifhâm,
Al-Istifhâm adalah mencari tahu tentang sesuatu
yang belum diketahui sebelumnya, dengan menggunakan adât al-istifhâm (kata
sandang untuk istifhâm), yaitu: hamzah, hal, man, mâ, matâ, ayyâna,
kayfa, aina, kam dan ayyu . Dilihat dari segi bentuk permintaannya, istifhâm
dibagi menjadi tiga macam, yaitu[15]:
a) Pertanyaan yang
kadang meminta konfirmasi dan kadang meminta afirmasi (tashawwur). Adât
yang digunakan adalah hamzah, contoh:
1) أ علي مسافر أم خالد؟ 2) أ
علي مسافر؟
b) Pertanyaan yang meminta
afirmasi saja, adât al-istifhâm yang digunakan adalah hal.contoh:
هل يعقل الحيوان؟
c) Pertanyaan yang
meminta konfirmasi saja. Adât yang digunakan adalah semua adât
al-istifhâm kecuali hal dan hamzah.contoh:
يسئلونك عن الساعة أيان مرسها؟
4) al-Tamannî
Al-Tamannî adalah mengharapkan sesuatu yang
mustahil digapai atau yang tidak mampu digapai[16].
a) Sesuatu yang
mustahil digapai, contoh:
ألا ليت الشباب يعود يوما * فأخبره بما فعل المشيب
b) Sesuatu yang mungkin
digapai namun tidak mampu teraih, contoh:
يَالَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَآأُوتِىَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ
عَظِيمٍ (القصص:79)
Al-Tamannî memiliki satu `adât ashly yakni ليت dan mempunyai tiga `adât yang tidak ashly sebagai
penggantinya, yaitu:
a) Hal (apakah,
adakah, akankah…), contoh:
فَهَل لَّنَا مِن شُفَعَآءَ فَيَشْفَعُوا لَنَآ أَوْ نُرَدُّ
فَنَعْمَلَ غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ قَدْ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ وَضَلَّ
عَنهُم مَّاكَانُوا يَفْتَرُونَ (الأعراف:53)
b) Lau (jika,
sekiranya..), contoh:
فَلَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (الشعراء:
102)
c) La’alla(
niscaya…), contoh:
أ سرب القطا هل من يعير جناحه * لعلي إلى من قد هويت أطير
5) al-Nidâ’
al-Nidâ’ adalah meminta kedatangan sesorang atau
sesuatu dengan kata ganti yang bermakna “aku memanggil”. Ada delapan kata
sandang dalam istifhâm, yaitu: hamzah, aiy, yâ, wâ, âa, ayâ, hayâ
dan wâ. Hamzah dan aiy berfungsi untuk memanggil sesuatu
yang berada di dekat pemanggil, sedangkan `adât yang lain untuk sesuatu
yang jauh dari pemanggil. Contoh[17]:
أيا جميع الدنيا لغير بلاغة * لمن تجمع الدنيا و أنت تموت
Selain berfungsi memanggil, al-nidâ’ memiliki
makna yang beragam seiring konteks yang melingkupinya, macam-macam arti nidâ’
antara lain:
a) Al-Ighrâ`
(bujukan, anjuran), seperti anjuran kepada seseorang yang mondar mandir mau
masuk rumah musuhnya:
يا شجاع أقدم..
b) Al-Zijr (hardikan,
cacian), contoh:
يا فؤدي متى المتاب ألما * تصح والشيب فوق رأس ألما
c) Al-Tahassur wa
al-taujî` (penyesalan dan kesakitan), contoh:
وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَالَيْتَنِي كُنتُ تُرَابًا (النباء:40)
d) Al-Istighâtsah (permintaan
pertolongan), contoh:
يا ألله…. حبي وهوائي مكتوم إليها
e) Al-Nudbah
(ratapan/elegi), contoh:
فواعجبا كم يدعي الفضل ناقص * ووا أسفا كم يظهر النقص فاضل
b. Insya’ Ghair Thalaby
Insya’ Ghairu Thalaby adalah kalimat yang
didalamnya tidak menghendaki suatu permintaan. Insya’ ghairu thalaby
bisa berbentuk, al-Madh wa al-Dzam,Shiyâgh al-‘Uqûd, al-Qasam dan
al-Ta’ajjub wa al-Raja’. Contoh:.[18]
a) al-Madh wa al-Dzam,menggunakan kata ni’ma,
bi`sa dan habbadza, contoh:
نعم الكريم حائم…. وبئس البخيل مادر
b) Shiyaghu al-‘Uqûd. kebanyakan menggunakan shîghah
fi’il madhi, contoh:
بعتك هذا ووهبتك ذاك
c) al-Qasam, menggunakan wawu, ba’, ta’ dan
lain sebagainya, contoh:
لعمرك ما فعلت كذا
d) al-Ta’ajjub, biasanya berisi dua pernyataan
yang berkebalikan, contoh:
كيف تكفرون بالله وكنتم أمواتا فأحياكم (البقرة 28)
e) al-Raja’,
biasanya menggunakan, ‘asâ, hariyyu (la’alla) dan ikhlaulaqa,
contoh:
عسى الله أن يأتي بالفتح
3. Al-Qashr (rhetorical restriction)
Al-Qashr berarti mengkhususkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain dengan cara yang khusus pula, kata pertama adalah al-maqsûr
(yang mengkhususkan) dan kata yang kedua adalah al-maqsûr ‘alaihi (yang
dikhususkan)[19]. Metodologi pembentukan qashr ada
empat macam yaitu:
a) Al-nafyu wa
al-istitsnâ`, contoh:
ما شوقي إلا شاعر وما شوقي إلا شاعر
b) Innamâ, contoh:
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاؤُا (الفاطر: 28)
c) Mendahulukan kata
yang seharusnya berada diakhir, contoh:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (الفاتحة: 5)
d) Athaf dengan lâ,
bal dan lakin, contoh:
عمر الفتى ذكره لا طول مدته * وموته حزيه لا يومه الداني
Qashr dilihat dari eksistensinya ada dua macam:
Pertama: Qashr Haqîqy yaitu pengkhususan
sesuatu berdasarkan realitas kenyataan tuturan dan tidak keluar dari itu.
Contoh, لا إله إلا الله
Kedua: Qashr idhôfi yaitu pengkhususan sesuatu
yang didasarkan pada penyandaran sesuatu yang berada diluar ujaran. Contoh:
إنما حسن شجاع
4. Îjaz (brachylogi), Ithnab (periphrasis), Musâwah
(equality)
a. Îjaz adalah adanya makna yang luas dibalik
kalimat yang pendek. Îjaz ada dua macam, ada kalanya Qashr
(meringkas) dan ada kalanya Hadf (membuang)[20]. Contoh:
ولكم فى القصاص حياة يا أولى الألباب (القصر)
وجاهد فى الله حق جهاده (الخذف)
b. Ithnab[21] adalah menambah kata-kata dari makna
yang sebenarnya untuk tujuan tertentu. Contoh:
تنزل الملائكة و الروح فيها
c. Musâwah adalah kalimat dimana kata-katanya
sepadan dengan maknanya dan maknanya sepadan dengan kata-katanya, tidak lebih
dan tidak kurang.
ستبدى لك الأيام ما كنت جاهلا * ويأتيك بالأخبار من لم
تزود
5. Al-Fashl dan al-Washl
Al-Washl adalah menyambungkan kalimat dengan
kalimat yang lainnya dengan huruf wawu[22], contoh:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
(التوبة: 119)
Al-Fashl adalah kebalikan dari al-washl,
yakni tidak menyambungkan antara dua kalimat, contoh:
وَلاَتَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلاَالسَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
(فصلت:34)
Posting Komentar