Kitab Ilmu


Inventarisir Kitābu l-‘Ilmi Fathu l-Bāriy – sample Tahdzīb wa Tartīb Fathu l-Bāriy
Oleh: eL' Hayat

Introduction


Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan di dalam al-Fath (I/280)[1]:
Penutup:
Kitab Ilmu memuat sebanyak 102 (seratus dua) hadits-hadits marfu’; di antaranya 18 mutāba’ah dan yang lainnya dengan shighah ta’līq ditambah ta’līq yang tidak diwashalkan oleh beliau pada kasus lain ada empat, yaitu; 1) Tulisan untuk pemimpin detasemen[2], 2) Jābir rihlah kepada ‘Abdu-Llah bin Unais[3], 3) Kisah Dhimām ketika kembali kepada kaumnya[4], dan 4) hadits Innama l-‘Ilmu bi t-Ta’allum[5]. Sisanya 80 (delapan puluh) hadits maushūl, yang diulang 16 hadits dan tanpa pengulangan 64 hadits. Imam Muslim sama-sama meriwayatkannya kecuali 16 hadits, yaitu; empat hadits mu’allaq yang telah disebutkan, 5) hadits Abu Hurairah “Apabila suatu urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya...”[6], 6) hadits Ibnu ‘Abbās “Allahumma ‘allimhu l-Kitāb[7], 7) hadits tentang menyembelih sebelum melempar[8], 8) hadits ‘Uqbah bin al-Hārits tentang kesaksian wanita yang menyusui[9], 9) hadits Anas tentang mengulang ucapan sebanyak tiga kali[10], 10) hadits Abu Hurairah “Orang yang paling bahagia mendapatkan syafa’at”[11], 11) hadits az-Zubair “Siapa yang berdusta atasku”[12], 12) hadits Salamah “Siapa yang berkata-kata atasku”[13], 13) hadits ‘Ali tentang as-Shahīfah[14], 14) hadits Abu Hurairah tentang dirinya sebagai sahabat yang paling banyak haditsnya[15], 15) hadits Ummu Salamah “Apakah yang diturunkan oleh suatu malam fitnah?”[16], 16) hadits Abu Hurairah “Aku menghafal dua wadah”[17]. Yang dimaksud dengan muwāfaqah (sama-sama) Muslim ialah beliau sama-sama meriwayatkan asal haditsnya dari sahabat-sahabatnya meski terdapat beberapa variasi dalam sebagian redaksi-redaksinya.
Dan di dalam kitab ilmupun (memuat) atsar-atsar mauquf sahabat dan tabi’in sebanyak 22 (dua puluh dua) atsar; empat di antaranya maushul, sedang sisanya mu’allaq.
Ibnu Rasyīd[18] mengatakan: Imam al-Bukhari menutup Kitabu l-‘Ilmi dengan Bab Siapa Yang Menjawab Penanya dengan Jawaban Yang Lebih dari Yang Ditanyakan adalah sebuah isyarat dari beliau bahwa menyampaikan jawaban maksimum adalah pengaplikasian dari an-Nashīhah yang didasari oleh niat yang benar. Sesaat sebelum bab tersebut, beliaupun memberi isyarat dengan judul Siapa Yang Meninggalkan Sebahagian Pilihan (Ilmu) Karena Takut Segelintir Orang Kurang Mengerti bahwa beliau boleh jadi melakukannya juga. Beliau menyandingkan yang baik dengan yang baik menggunakan redaksi yang mantap dan alur yang memukau. Semoga Allah ta’ālā memberi rahmat pada beliau.
Pada paragraf pertama Ibnu Hajar menginventarisir data hadits-hadits marfu’, sedang pada paragraf ke-dua beliau menyebutkan hadits-hadits mauqufnya, keduanya secara kuantitatif. Sedang secara kualitatif beliau menukil pendapat dari Ibnu Rasyīd –yang saya kira terdapat-   dalam Kitab Turjumānu t-Tarājum ‘alā Abwābi Shahīhi l-Bukhāriy[19].
Adapun pada penghitungan hadits yang dilakukan oleh Ibnu Hajar pada 53[20] bab Kitab Ilmu ini berbeda dengan hitungan tarqīm (penomoran) Muhammad Fuād ‘Abdu l-Bāqiy, begitupun Mushthafā Dīb al-Bughā. Keduanya menghitung bahwa hadits maushul yang terdapat di dalam Shahih al-Bukhari pada kitab Ilmu berjumlah 76 hadits (no. 59-134)[21]. Al-Qasthalāniy bahkan menyebutkan keseluruhan hadits marfu’ (maushul) dalam Kitab Ilmu ada 103 hadits[22]. Perbedaan hitungan ini terjadi pada asumsi pengkategorian hadits, meskipun pada hitungan yang tidak banyak –tapi kalau semua kitab ini disatukan tentu mencapai hitungan yang signifikan.
Selanjutnya, secara kualitatif Ibnu Hajar sering menangguhkan syarh hadits-hadits dalam Kitab Ilmu ini pada kitab-kitab lainnya yang beliau anggap lebih pas dibahas pada tema senter hadits tersebut. Hal ini, menurut pengamatan penulis, lebih ditekankan pada efisiensi syarh mengingat Imam al-Bukhari sering mengulang-ngulang hadits di beberapa kasus yang tersebar dalam judul-judul tertentu karena ada multi-koherensi logis yang terkandung dalam suatu hadits. Tentu usaha seperti ini adalah bukti kualitas dari kapasitas seorang Ibnu Hajar sebagai pensyarah Shahih al-Bukhari.
Ada 36 hadits marfu’ maushul yang ditangguhkan syarh-nya secara keseluruhan (سيأتي الكلام عليه في كتاب ...), yang kemudian hanya meninggalkan beberapa korelasi dan fiqhu l-hadits dengan bab yang Imam al-Bukhari buat. Ada yang ditangguhkan sebagiannya saja, artinya hadits yang memuat beberapa permasalahan hanya dijelaskan permasalahan yang berkenaan dengan bab yang ada dalam Kitab Ilmu tersebut hanya terdapat dalam 5 hadits. Sedang syarh dalam Kitab Ilmu yang sudah dibahas pada hadits sebelumnya (hadits yang berulang) mencapai pada kisaran angka 17hadits[23]. Tinggal sisanya ada 18 hadits yang dibahas secara tuntas oleh Ibnu Hajar dalam Kitab Ilmu ini.
Model/kategori syarh yang biasa Ibnu Hajar sebutkan dalam Fathu l-Bāriy berkutat pada: 1) korelasi judul bab (tarjamah) dengan hadits, 2) analisa sanad, 3) tahlil lughawiy, 4) interpretasi makna hadits – komparasi riwayat, dan 5) faidah/tanbih. Dan setiap kategori/syarh yang disebutkan tadi punya porsi yang berbeda sebagaimana ditangguhkan atau tidaknya syarh tersebut.
Dan terakhir, keistimewaan Fathu l-Bāriy ini ialah adanya lathāif, nukāt, ataupun isyārāt yang diselipkan oleh Ibnu Hajar di sela-sela syarhnya, terutama yang terdapat dalam Kitab Ilmu ini. Penjelasan lebih lanjut mengenai rinciannya, mari kita simak data-data kuantitatif dan kualitatif yang berhasil kami inventarisir, sebagai berikut.

Quantity Inventarisation

22 mutāba’ah dengan shighah ta’liq yang dimaksudkan oleh Ibnu Hajar pada Kitab Ilmu telah diinventarisir  dalam kitabnya; Hadyu s-Sāriy[24] dengan menyebutkan ke-washal-annya baik itu oleh Imam al-Bukhari sendiri[25] ataupun mukharrij lainnya. Dengan rinciannya sebagai berikut:
1.       Hadits Ibnu Mas’ūd, “Rasulullah shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam seorang yang benar lagi dibenarkan telah menceritakan kepada kami”[26]; beliau washalkan pada kitab Bad-u l-Khalqi[27], Qadar[28], dll[29].
2.       Hadits Syaqīq dari ‘Abdu-Llah, “Aku mendengar sebuah kalimat dari Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam”; beliau washalkan pada kitab Janāiz[30], Tauhīd[31], dll[32].
3.       Hadits Hudzaifah beliau washalkan pada kitab Tauhīd[33], dll[34].
4.       Hadits Ibnu ‘Abbās beliau washalkan dalam kitab Tauhīd[35] juga.
5.       Hadits Anas yang awalnya, “Apabila seorang hamba mendekati-Ku sejengkal”; dalam kitab Tauhīd[36] juga.
6.       Hadits Abū Hurairah yang awalnya, “Setiap amal perbuatan itu ada balasannya”; Tauhīd[37] juga.
7.       Sebagian ulama berhujjah dengan hadits Dhimām bin Tsa’labah dalam al-Qirāah ‘ala l-‘ālimi yang akhirnya, “Ini adalah Qirāah dari Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam, Dhimām telah memberitahukannya kepada kaumnya”[38]; diwashalkan oleh Abū Dāwūd dari hadits Ibnu ‘Abbās tentang kisah Dhimām, di mana Dhimām mengatakan kepada kaumnya ketika telah pulang kepada kaumnya, “Sesungguhnya Allah telah mengutus seorang rasul...”[39]. sedang pokok kisah Dihimām telah diwashalkan oleh Imam al-Bukhari pada hadits Syarīk dari Anas[40]
8.       Hadits Anas, “’Utsmān telah menyalin mushhaf-mushhaf”[41]; beliau washalkan pada kitab Fadhāilu l-Qurān[42] dan yang lainnya[43].
9.       Hadits delegasi ‘Abdu l-Qais; sudah dijelaskan.
10.    Hadits Mālik bin al-Huwairits[44]; beliau washalkan pada bab Khabaru l-Ahad[45] dengan lengkap.
11.    Bab Tanāwub fi l-‘Ilmi[46], hadits Ibnu Wahb; diwashalkan oleh Ibnu Hibbān dalam Shahihnya[47] dan Abū Nu’aim di dalam al-Mustakhraj. Sedang Imam al-Bukhari memuat riwayat Ibnu Wahb dari Yūnus pada riwayat Abu l-Yamān dari Syu’aib, dan pada riwayat Syu’aib tidak terdapat tambahan dari Yūnus[48].
12.    Ungkapan beliau: Sebagian penduduk Hijāz berhujjah dengan hadits Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam ketika menulis untuk ketua sariyyah[49] dalam Munāwalah[50]; diriwayatkan oleh Ibnu Ishāq dalam Maghāziy[51] secara mursal, namun diwashalkan oleh at-Thabrāniy dari jalur lain dari hadits Jundab bin ‘Abdi-Llah[52] dan sanadnya hasan.
13.    Hadits “Siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, pastilah Allah akan faqihkan dia dalam agama dan Ilmu itu hanya dengan belajar”[53]; diriwayatkan oleh Ibnu Abī ‘āshim[54] dalam kitab Ilmu[55] miliknya dari hadits Mu’āwiyah dengan kedua klausa ini. Sedang Imam al-Bukhari hanya mewashalkan yang pertama saja[56].
14.    Hadits Jābir bin ‘Abdi-Llah mengenai perjalanannya menuju ‘Abdu-Llah bin Unais[57], yaitu hadits ‘Abdu-Llah bin Unais yang disebutkan pada kitab Tauhīd –akan disebutkan insyā Allah.
15.    Ungkapan beliau pada Bab Keutamaan orang yang Tahu dan Mengajarkan[58], Ishāq mengatakan ada sebuah kelompok yang menerima sedikit (قيلت) Air –di dalam riwayat lain Ibnu Ishāq ada juga Abū Ishāq, Ishāq bin Rāhawaih telah meriwayatkan dari Abū Usāmah, maka seolah-olah ia yang dimaksud[59]. Sedang kami telah meriwayatkannya juga dalam dalam kitab al-Amtsāl karangan ar-Rāmahraziy[60] dari hadits Abū Ishāq Ibrāhīm bin Sa’īd al-Jauhariy[61]. Adapun Ibnu Ishāq maka kami tidak mengenal ada dalam hadits beliau[62].
16.    “Dan ingatlah perkataan dusta. Maka beliau senantiasa mengulanginya”[63]; diwashalkan oleh Imam al-Bukhari di dalam kitab Syahādāt[64] dan Diyāt[65] dari hadits Abū Bakrah.
17.    Hadits Ibnu ‘Umar, Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Bukankah telah aku sampaikan?!”; beliau washalkan juga di dalam kitab Hudūd[66].
18.    Hadits Ismā’īl dari Ayyūb[67]; beliau washalkan dalam kitab Zakat[68].
19.    Ungkapan beliau: Bab Liyuballighi l-‘Ilma s-Syāhidu l-Ghāiba, yang disebutkan Ibnu ‘Abbās dari Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam; Imam al-Bukhari mewashalkannya dalam kitab Haji[69] dengan lafazh: liyuballighi s-Syāhidu l-Ghāiba, seolah-olah di sini beliau meriwayatkannya dengan makna[70].
20.    Mutāba’ah Ma’mar dari Hamām[71]; diwashalkan oleh Abū Bakar al-Marwaziy[72] di dalam kitab Ilmu miliknya juga al-Baghawiy di dalam Syarhu s-Sunnah[73].
21.    Ungkapan ‘āisyah: Sebaik-baik perempuan adalah perempuan Anshār, rasa malu tidak menghalangi mereka untuk memperdalam agama”, ini adalah kutipan dari hadits yang panjang; diwashalkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya[74], sedang yang marfū’nya ada pada riwayat Muslim[75] dll[76]
22.    Bab sabda Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Allah, ajarkanlah al-Quran padanya.”[77]
Adapun 16 pengulangan hadits yang dimaksud oleh Ibnu Hajar yang sesuai dengan penunjukkan al-Athrāf yang disisipkan dalam Fathu l-Bāriy cetakan Dāru l-Hadīts, tahun 2004, terdapat dalam hadits dan bab sebagai berikut:
1.       Hadits no. 60 pada Bab Man Rafa’a Shawtahu bi l-‘Ilmi (3) : (وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ), Imam al-Bukhari mengulangnya pada hadits no. 96 pada Bab Man A’āda l-Hadīts Tsalātsan li Yufhama ‘anhu (30).
2.       Hadits no. 61 pada Bab Qauli l-Muhadditsi “Haddatsanā” aw “Akhbaranā” wa “Anabaanā” (4): (إِنَّ مِنَ الشَّجَرِ شَجَرَةً لاَ يَسْقُطُ وَرَقُهَا), Imam al-Bukhari mengulangnya sebanyak 3 kali dalam Kitab Ilmu ini, yaitu: hadits no. 62 Bab Tharhu l-Imāmi l-Masalata ‘alā Ashhābihi li Yakhtabira Mā ‘indahum mina l-‘Ilmi (5), hadits no. 72 Bab al-Fahmi fi l-‘Ilmi (14), dan hadits no. 131 Bab al-Hayā’ fi l-‘Ilmi (50).
3.       Hadits no. 67 pada Bab Qawli n-Nabiyyi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam “Rubba Muballaghin Aw’ā ‘an Sāmi’in” (9): (فَإِنَّ الشَّاهِدَ عَسَى أَنْ يُبَلِّغَ مَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ مِنْهُ), Imam al-Bukhari mengulangnya pada hadits no. 105 Bab Liyaballigh l-‘Ilma s-Syāhidu l-Ghāib (37) dengan sedikit perbedaan redaksi.
4.       Hadits no. 68 pada Bab Mā Kāna n-Nabiyyu shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam Yatakhwwaluhum bi l-Maw’izhati wa l-‘Ilmi kay lā Yanfirū (11): (يَتَخَوَّلُنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِى الأَيَّامِ), Imam al-Bukhari mengulangnya pada hadits no. 70 Bab Man Ja’ala li Ahli l-‘Ilmi Ayyāman Ma’lūmatan (12) yang terdapat dialog Abū Wāil dengan Ibnu Mas’ūd.
5.       Hadits no. 74 pada Bab Mā Dzukira fī Dzihābi Mūsā ‘alaihi s-Salām fi l-Bahri ila l-Khadhir (16): (بَيْنَمَا مُوسَى فِى مَلإٍ مِنْ بَنِى إِسْرَائِيلَ), Imam al-Bukhari mengulangnya sebanyak dua kali, yaitu: pada hadits no. 78 Bab al-Khurūj fī Thalabi l-‘Ilmi (19), dan hadits no. 122 Bab Mā Yustahabbu li l-‘ālimi idzā Suila Ayyu n-Nās A’lamu fa Yakila l-‘Ilma ila-Llah (44) yang siituasinya sedikit berbeda dan redaksinya lebih panjang.
6.       Hadits no. 80 pada Bab Raf’i l-‘Ilmi wa Zhuhūri l-Jahli (21): (إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ), Imam al-Bukhari mengulangnya pada hadits selanjutnya pada bab yang sama dengan sedikit perbedaan diksi dan tambahan redaksi.
7.       Hadits no. 83 pada Bab al-Futyā wa Huwa Wāqifun ‘ala d-Dābbati wa ghairihā (23): (افْعَلْ وَلاَ حَرَجَ), Imam al-Bukhari mengulangnya dalam Kitab Ilmu pada hadits no. 124 Bab as-Suāl wa l-Futyā ‘inda Ramyi l-Jimār (46).
8.       Hadits no. 94 pada Bab Man A’āda l-Hadīts Tsalātsan li Yufhama ‘anhu (30): (أَنَّهُ كَانَ إِذَا سَلَّمَ سَلَّمَ ثَلاَثًا), Imam al-Bukhari mengulangnya pada hadits setelahnya dalam bab yang sama dengan redaksi yang dibalik dan taqyīd; hattā tufhama ‘anhu.
9.       Hadits no. 128 pada Bab Man Khashsha bi l-‘Ilmi Qawman dūna Qaumin Karāhiyata an lā Yafhamū. (49): (مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ), Imam al-Bukhari mengulangnya pada hadits setelahnya dalam bab yang sama dengan taqyīd “jangan” pada jawaban Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam.
Cat.: Dalam cetakan disebutkan hadits no. 118 pada Bab Hifzhi l-‘Ilmi (42) diulang pada hadits 119[78] dalam bab yang sama, padahal tidak ada persamaan dari ke-dua hadits tersebut. lantas demikian, saya pun tidak mengategorikannya sebagai pengulangan. Sedang pada hadits no. 101 Bab Hal Yuj’alu li n-Nisā’ Yawmun ‘alā Hiddatin fi l-‘Ilmi, Imam al-Bukhari mengulang haditsnya dengan tanpa menyebutkan matannya pada hadits no. 102[79], hal ini merupakan sebuah pengulangan sebagaimana yang disebutkan oleh al-Mizziy dalam Tuhfatu l-Asyrāf bi Ma’rifati l-Athrāf: III/351, namun dalam cetakan tidak disebutkan. Begitupun pada hadits no. 119[80] yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat pengulangan pada hadits maushulsetelah, yang tidak diberi nomor terdapat pengulangan sebagaimana yang disebutkan dalam al-Athrāf: IX/486.
Total pengulangannya ada 14 hadits, lah mana dua lagi? Dua lagi ternyata pengulangannya bersatu dalam satu matan pada satu tempat dengan dua sanad. Pada dasarnya dua sanad adalah dua hadits yang berbeda, atau setidaknya sebuah pengulangan dan mutāba’ah. Contoh kasus tersebut bisa diketemukan pada hadits yang memakai simbol (ح). Tanda tersebut menurut an-Nawawiy dalam Syarh Shahih Muslim karya beliau (via: Muhammad Jamālu d-Dīn al-Qāsimiy (w. 1332 H)[81], Apabila suatu hadits terdapat dua sanad atau lebih, mereka (muhaddits) menggabungkan keduanya dalam satu matan, maka mereka menuliskan “ح” ketika memindahkan satu sanad ke sanad lain.
Kasus tersebut dalam Kitab Ilmu terdapat pada dua hadits, yang pertama hadits pertama dalam Kitab Ilmu (no. 59), dan hadits no. 89 dalam Bab at-Tanāwub fi l-‘Ilmi (27), meski dalam keadaan ta’liq[82]. Dengan demikian, genaplah jumlah 16 hadits pengulangan yang diisyaratkan oleh Ibnu Hajar.
Selanjutnya sisa hadits marfu’; murni maushul yang Ibnu Hajar sebutkan sebanyak 80 buah hadits –berbeda 4 hadits dengan penomoran para pentahqiq Shahih al-Bukhari kontemporer, benang merahnya telah kita temukan pada pembahasan pengulangan hadits di atas. Di mana hadits yang terdapat tanda “ح” oleh para pentahqiq tidak diberi nomor dobel, serta pada hadits setelah no. 102 yang redaksinya sebagai berikut :
وَعَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الأَصْبَهَانِىِّ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا حَازِمٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ « ثَلاَثَةً لَمْ يَبْلُغُوا الْحِنْثَ »
Ibnu Hajar menyebutkan pada Fathu l-Bāriy, I/239, “Dan huruf “wau” pada “wa ‘an ‘Abdi-Rrahmān” adalah ‘athaf pada “’an ‘Abdi-Rrahmān” yang pertama, kesimpulannya bahwa Syu’bah meriwayatkannya dari ‘Abdu-Rrahmān dengan dua sanad yang (sama-sama) maushul, dan kelirulah orang yang mengira bahwa hadits ini mu’allaq.”
Lalu pada hadits setelah no. 119, Imam al-Bukhari menuliskan
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى فُدَيْكٍ بِهَذَا أَوْ قَالَ غَرَفَ بِيَدِهِ فِيهِ
Redaksi ini tentu adalah maushul, mengingat bahwa Imam al-Bukhari menyebutkan sanad lain selain dari gurunya (Ahmad bin Abī Bakar dari Muhammad bin Ibrāhīm bin Dīnār dari Ibnu Abī Dzi’b), yaitu; Ibrāhīm bin al-Mundzir dari Ibn Abī Fudaik dari Ibnu Abī Dzi’b dengan matan yang sama. Ibnu Hajar menyebutkan, I/292, “Keduanya (Muhammad bin Ibrāhīm bin Dīnār dan Ibn Abī Fudaik) bersekutu dalam riwayat dari Ibnu Abī Dzi’b pada hadits ini.”
Keempat hadits yang tidak dinomori oleh para pentahqiq kontemporer mungkin didasari oleh beberapa pertimbangan, salah satunya ialah untuk efisiensi penomoran, di mana keempat hadits tersebut lebih cocok dinamakan dengan mutāba’ah, mutāba’ah maushūl.
Terakhir, penghitungan hadits mauquf berupa atsar sahabat dan setelah mereka, rinciannya terdapat pada bab dan redaksi sebagai berikut
1.       Bab Qawli l-Muhaddits ... (4) dengan satu redaksi atsar maushul:
وَقَالَ لَنَا الْحُمَيْدِىُّ كَانَ عِنْدَ ابْنِ عُيَيْنَةَ حَدَّثَنَا وَأَخْبَرَنَا وَأَنْبَأَنَا وَسَمِعْتُ وَاحِدًا [83]
2.       Bab Mā Jāa fi l-‘Ilmi ... (6) dengan tiga redaksi atsar mursal:
وَاحْتَجَّ بَعْضُهُمْ فِى الْقِرَاءَةِ عَلَى الْعَالِمِ بِحَدِيثِ ضِمَامِ بْنِ ثَعْلَبَةَ[84]
Dan
وَاحْتَجَّ مَالِكٌ بِالصَّكِّ يُقْرَأُ عَلَى الْقَوْمِ فَيَقُولُونَ أَشْهَدَنَا فُلاَنٌ[85]
Serta
وَيُقْرَأُ ذَلِكَ قِرَاءَةً عَلَيْهِمْ ، وَيُقْرَأُ عَلَى الْمُقْرِئِ فَيَقُولُ الْقَارِئُ أَقْرَأَنِى فُلاَنٌ[86]
Serta tiga atsar maushul, yaitu:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلاَمٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ الْوَاسِطِىُّ عَنْ عَوْفٍ عَنِ الْحَسَنِ قَالَ لاَ بَأْسَ بِالْقِرَاءَةِ عَلَى الْعَالِمِ

Dan
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ إِذَا قُرِئَ عَلَى الْمُحَدِّثِ فَلاَ بَأْسَ أَنْ يَقُولَ حَدَّثَنِى
Serta
وَسَمِعْتُ أَبَا عَاصِمٍ يَقُولُ عَنْ مَالِكٍ وَسُفْيَانَ الْقِرَاءَةُ عَلَى الْعَالِمِ وَقِرَاءَتُهُ سَوَاءٌ

3.       Bab Mā Yudzkaru fi l-Munāwalah ... (7) dengan lima atsar mursal:
وَقَالَ أَنَسٌ نَسَخَ عُثْمَانُ الْمَصَاحِفَ ، فَبَعَثَ بِهَا إِلَى الآفَاقِ
Dan
وَرَأَى عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ (1) وَيَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ (2) وَمَالِكٌ (3) ذَلِكَ جَائِزًا
Serta
وَاحْتَجَّ بَعْضُ أَهْلِ الْحِجَازِ فِى الْمُنَاوَلَةِ بِحَدِيثِ
4.       Bab al-‘Ilmu qabla l-Qauli wa l-‘Amal ... (10) dengan satu atsar mursal
وَقَالَ أَبُو ذَرٍّ لَوْ وَضَعْتُمُ الصَّمْصَامَةَ عَلَى هَذِهِ وَأَشَارَ إِلَى قَفَاهُ - ثُمَّ ظَنَنْتُ أَنِّى أُنْفِذُ كَلِمَةً سَمِعْتُهَا مِنَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم –
قَبْلَ أَنْ تُجِيزُوا عَلَىَّ لأَنْفَذْتُهَا
Dan satu tafsiran Ibnu ‘Abbās tentang Q.S. Ali ‘Imrān: 79
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ ( كُونُوا رَبَّانِيِّينَ ) حُكَمَاءَ فُقَهَاءَ
5.       Bab al-Ightibāth fi l-‘Ilmi wa l-Hikmah (15) dengan sebuah atsar mursal dari ‘Umar:
تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا
Dan satu pernyataan yang menunjukkan fi’il atsar sahabat secara ta’liq tanpa menyebutkan rinciannya
وقد تعلم أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم في كبر سنهم
6.       Bab al-Khurūj fī Thalabi l-‘Ilmi (19) dengan satu kisah atsar mursal
وَرَحَلَ جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُنَيْسٍ فِى حَدِيثٍ وَاحِدٍ
Cat.: Riwayat ini memang merupakan rangkaian cerita dari suatu hadits marfu’ yang oleh Imam al-Bukhari washalkan dalam Kitab Tauhid, namun bila meninjau dari kisah ini semata, maka kisah ini merupakan atsar mursal.
7.       Bab Raf’i l-‘Ilmi wa Zhuhūri l-Jahli (21) dengan satu atsar mursal
وَقَالَ رَبِيعَةُ لاَ يَنْبَغِى لأَحَدٍ عِنْدَهُ شَىْءٌ مِنَ الْعِلْمِ أَنْ يُضَيِّعَ نَفْسَهُ
8.       Bab ‘Izhati l-Imāmi n-Nisā’ wa Ta’līmihinna (32) dengan satu ta’liq hadits mauquf
وَقَالَ إِسْمَاعِيلُ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عَطَاءٍ وَقَالَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَشْهَدُ عَلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم
9.       Bab Kayfa Yuqbadhu l-‘Ilmu (34) dengan satu redaksi atsar mursal, sebuah surat dari ‘Umar bin ‘Abdu l-‘Aziz kepada Abū Bakar bin Hazm
انْظُرْ مَا كَانَ مِنْ حَدِيثِ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فَاكْتُبْهُ ، فَإِنِّى خِفْتُ دُرُوسَ الْعِلْمِ وَذَهَابَ الْعُلَمَاءِ ،
 وَلاَ تَقْبَلْ إِلاَّ حَدِيثَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - ، وَلْتُفْشُوا الْعِلْمَ ، وَلْتَجْلِسُوا حَتَّى يُعَلَّمَ مَنْ لاَ يَعْلَمُ ،
 فَإِنَّ الْعِلْمَ لاَ يَهْلِكُ حَتَّى يَكُونَ سِرًّا
Cat.: Adapun pewashal atsar mursal di atas yang disebutkan oleh Imam al-Bukhari ternyata tidak terdapat dalam riwayat al-Kusymihaniy, Karīmah, begitupun Ibnu ‘Asākir sampai pada redaksi “meninggalnya para ‘ulama”. Adapun setelahnya merupakan penuntas apa yang dituliskan oleh ‘Umar bin ‘Abdi l-‘Aziz sebagaimana yang terlihat dari atsar mursal tersebut. dengan demikian, kiranya lebih pas bila atsar ini dikategorikan mursal ketimbang maushul mengingat tidak terdapatnya redaksi washal pada semua periwayat Shahih al-Bukhari dan juga karena redaksi washalnya pun tidak tuntas.
10.    Bab al-Hayā’ fi l-‘Ilmi (50) dengan satu ta’liq hadits maqthū’ dari Mujāhid
لاَ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ مُسْتَحْىٍ وَلاَ مُسْتَكْبِرٌ
dan satu ta’līq hadits mursal.dari ‘Aisyah[87].
نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الأَنْصَارِ لَمْ يَمْنَعْهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِى الدِّينِ
Tuntas sudah penghitungan 22 Atsar mauquf dari sahabat dan setelah mereka yang dituliskan oleh Imam al-Bukhari dalam Kitab Ilmu ini, dengan 4 atsar yang maushul pada bab ke-empat (1) dan bab ke-enam (3).
Tambah : Ada 10 ayat al-Quran di luar redaksi hadits yang disebutkan oleh Imam al-Bukhari berkenaan dengan Kitab Ilmu ini. Yang pertama Q.S. al-Mujādalah: 11, yang ke-dua Q.S. Thāhā: 114, yang ke-tiga Q.S. Muhammad: 19, yang ke-empat Q.S. Fāthir: 28, yang ke-lima Q.S. al-‘Ankabūt: 43, yang ke-enam Q.S. al-Mulk: 10, yang ke-tujuh Q.S. az-Zumar: 9, yang ke-delapan Q.S. Ali ‘Imrān: 79, yang ke-sembilan Q.S. al-Kahfi: 66, dan ke-sepuluh Q.S. al-Isrā’: 85.
Cat.: keseluruhan inventarisir secara kuantitatif ini akan kami susun ulang dengan tabel dan juga statistiknya pada bagian lampiran (enclosure).

Quality Inventarisation

Sebelum memulai menginventarisasi, perlu untuk diketahui terkait beberapa poin-poin penting mengenai nilai-nilai yang bisa kita ambil dari Kitab Ilmu yang dituliskan oleh Imam al-Bukhari melalui eksplanasi Ibnu Hajar dalam Fathu l-Bāriy. Beberapa kategori yang menyeruak dalam kitab tersebut setidaknya dapat diklasifikasi pada term tertentu, yaitu:
1.       Ajnāsu t-Tarājum
2.       Munāsabātu t-Tarjamah
3.       Masalah Syāi’ah
4.       Lughātu l-Hadīts
5.       Fiqhu l-Hadīts
6.       Fiqhu s-Shahīh
7.       Fawāid wa Lathāif
A.     Ajnāsu t-Tarājum
Keunggulan shahih al-Bukhari tidak hanya dilihat dari segi sanad dan matan haditsnya saja, tapi bisa dilihat dari keindahan tarjamah yang beliau buat sebagai istinbath dari hadits-hadits yang beliau cantumkan. Hal senada diungkapkapkan oleh Ibnu Hajar dalam Hadyu s-Sāriy, di mana Ibnu Hajar menggambarkan tentang perihal Imam al-Bukhari
Beliau berpandangan untuk tidak memberi ruang kosong bagi kitabnya dari nilai-nilai fiqih (fiqh values) dan intisari hukum (sense of law), lalu beliau menguraikan makna-makna melalui pemahamannya terhadap teks-teks hadits, dengan membaginya menjadi beberapa judul bab (tarjamah) yang berkaitan dengan makna hadits. Selain itu, beliaupun sering mengutip ayat-ayat al-Quran yang berkenaan dengan hukum, sehingga dapat diperoleh petunjuk-petunjuk yang mengagumkan. Begitupun beliau berusaha menempuh anekacara terhadap petunjuk tersebut dalam rangka menafsirkannya.[88]

Al-Huwainiy dalam kitabnya, Syarh Kitābu l-‘Ilmi min Shahīhi l-Bukhāriy, menyebutkan
“Setiap bab yang Anda lihat dalam Shahih Muslim, bukan berasal dari Muslim. Bab tersebut merupakan bab dari an-Nawawiy rahimahu-Llah, Muslim hanya menyusun kitab-kitab, beliau mengatakan: Kitābu l-Imān, Kitābu s-Shalāt, Kitābu t-Thahārah, Kitābu z-Zakāt. Maka penyusunan bab berasal dari Muslim, adapun bab-bab maka beliau tidak menuliskan bab-bab untuk hadits-haditsnya sebagaimana al-Bukhari. Maka al-Bukhari memperhatikan pembuatan bab, beliau mengatakan: Bab demikian. Sesungguhnya al-Bukhari menitipkan fiqihnya dalam judul-judul bab (tarjamah) kitabnya.”[89]

Dari yang demikian, ada beberapa ulama yang khusus membuat kitab untuk menentukan jenis-jenis tarjamah yang dibuat oleh Imam al-Bukhari sebagaimana yang disebutkan Ibnu Hajar dalam Hadyu s-Sāriy. Namun, hal tersebut menyisakan kritik sebagaimana yang disebutkan oleh Nūru d-Dīn ‘Itr dalam risetnya tentang fiqih tarjamah Shahih al-Bukhari yang dimuat oleh Majalah Syari’ah dan Dirasah Islamiyah, Kuwait, vol. 4 tahun 1406 H[90]. Tidak hanya memberikan kritik terhadap klasifikasi tarjamah al-Bukhari yang ditulis Ibnu Hajar –begitupun Waliyyu-Llah ad-Dahlawiy dalam Syarh Tarājumu Abwābi l-Bukhāriy[91], Nūruddīn juga mengajukan klasifikasi jenis-jenis tarjamah, yang kesimpulannya
1.       JUDUL LAHIR
Pertama: Judul dengan bentuk informasi umum. Contoh: Bab Air yang mengalir
Ke-dua: Judul yang khusus menginformasikan masalah bab. Contoh: Bab Wajibnya zakat fitrah. Abu l-’Aliyah, ‘Atha’, dann Ibnu Sirin berpendapat wajib
Ke-tiga: Judul menggunakan kalimat Tanya
Ke-empat: Judul bab menggunakan kutipan hadits
Ke-lima: Judul mengenai permulaan sesuatu
2.       JUDUL ISTINBATHIYAH
Pertama: Judul mengandung tambahan hukum ketimbang petunjuk hadits
Ke-dua: Deduksi judul bab karena ada korelasi
Ke-tiga: Judul sesuai dengan hadits, baik secara umum atau khusus
Ke-empat: Judul yang perlu pendalaman
3.       JUDUL MURSALAH (BAB TANPA JUDUL)
Ada dua kemungkinan: Pertama, Kandungan bab berkenaan dengan bab sebelumnya; ke-dua, kandungan bab berkenaan dengan orientasi pokok bab-bab (abwab)
4.       JUDUL SEMATA
Dalam bab ini tidak ada satu hadit pun yang shahih sesuai syarat Imam al-Bukhari

Dari klasifikasi tarjamah ini, kami akan coba membedah jenis-jenis judul dari Kitab Ilmu. Dari 53 bab yang dicantumkan oleh Imam al-Bukhari dalam Kitab Ilmu, maka dapat diklasifikasi masuk pada bagian manakah kategorisasi judul bab yang Imam al-Bukhari tuliskan.

B.     Munāsabātu t-Tarjamah
Ibnu Hajar menyebutkan referensi rujukan dalam mengelaborasi munasabah (korelasi) tarjamah bab-bab yang di dalam Shahih al-Bukhari dalam Hadyu s-Sāriy, sebagai berikut
Al-‘Allāmah Nāshiru d-Dīn Ahmad bin al-Munīr Khathib Iskandariyyah mengumpulkan sebanyak 400 judul mengenai hal itu. Lalu al-Qādhiy Badru d-Dīn bin Jamā’ah mengomentarinya dan meringkasnya, serta menambahkan beberapa. Dan dikomentari pula oleh sebagian syaikh magrib, yaitu Muhammad bin Manshur bin Hamāmah as-Sijilmāsiy, meski tidak sebanyak itu, bahkan jumlah yang ada di dalam kitabnya sekitar ‎‎100 judul kemudian menamakannya “Fakku Aghrādhi l-Bukhāriy l-Mubhamah fi l-Jam’i bayna l-Hadīts wa t-Tarjamah.” Zainu d-Dīn ‘Aliy bin al-Munīr –saudara al-‘Allāmah Nāshiruddīn- mengomentari hal itu di dalam syarah shahih al-Bukhari miliknya dan mendalam tentang hal itu. Sedangkan Aku berpegang pada sejilid kitab yang berjudul ‎‎“Turjumānu t-Tarājum” karya Abū ‘Abdi-Llah bin Rasyīd as-Sabtiy yang mencakup pada maksud ini sampai kitab shaum, kalau saja beliau menamatkannya pasti akan sampai pada puncak pemaknaan, maknanya saja sudah banyak meski belum selesai.[92]
Di beberapa kesempatan Ibnu Hajar sering mengutip salah satu dari keempat pengarang kitab-kitab tersebut, namun itensitasnya terbatas tidak mencakup pada setiap tarjamah.
C.     Masalah Syāi’ah
Yang dimaksud masalah syāi’ah ialah masalah khusus yang dibahas secara panjang lebar berkenaan dengan satu ketetapan hukum atau mencari ketegasan mengenai benar atau tidaknya data mengenai sebuah riwayat, yang tersebar dalam Kitab Ilmu. Baik itu berupa as-Suāl wa l-Jawāb mengenai beberapa permasalahan dan yang semisalnya.

D.     Lughātu l-Hadīts
Bahasa hadits yang diungkap oleh Ibnu Hajar dalam Fathu l-Bāriy terlampau luas untuk diklasifikasikan secara terperinci, bukan hanya dari sisi jangkauan pembahasan hadits yang tersebar di kitab-kitab lain selain kitab Ilmu, tapi dari pendekatan  makna bahasa itu sendiri.
Chaer (2007: 68) mengatakan, Banyak aspek dari bahasa yang dapat diteliti maknanya. Kajian dapat dapat dilakukan terhadap makna-makna bunyi bahasa (yang disebut fonestem), makna-makna leksikon yang disebut makna leksikal, satuan gramatika yang disebut makna gramatikal, satuan sintaksis yang disebut makna sintaksis dan satuan wacana yang disebut makna kontekstual.
Dengan demikian, pendekatan bahasa dalam lughātu l-Hadīts bila ditinjau dari semua aspek di atas, persebarannya tidak merata pada bahasa hadits yang diungkap oleh Ibnu Hajar. Secara hitungan kuantitatif kasar, makna kontekstual lah yang lebih dominan. Namun, makna kontekstual ini akan terbentur dengan kontekstualitas penempatan hadits di beberapa kasus. Perlu ada sinkronisasi secara kesuluruhan dalam penilitian lughātu l-Hadīts ini.

E.     Fiqhu l-Hadīts
Setiap hadits memiliki fiqihnya masing-masing untuk dimengerti, pemahaman tekstual-kontekstual menjadi kunci dalam menguak fiqih yang terkandung di dalam hadits. Dalam hal ini, Ibnu Hajar kaya akan penjelasannya terhadap fiqih hadits, dengan bahasa yang biasa beliau ungkapkan; wa yustafādu min hādza l-hadīts, dan kata-kata semisalnya.
Kemudian fiqhu l-Hadīts ini terkadang baru dapat dimengerti dengan perantara perbandingan satu riwayat dengan riwayat lainnya, baik itu yang sama diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari maupun yang diriwayatkan oleh para mukharrij lainnya.

F.     Fiqhu s-Shahīh
Yang kami maksud dari fiqhu s-Shahīh ialah konklusi dari hadits dan tarjamah bab atau konklusi dari fiqih Imam al-Bukhari yang tersirat dari shanī’ beliau. Dalam hal ini memang hampir-hampir tersamakan dengan munasabah tarjamah. Yang membedakannya hanyalah pada konklusi dari corak penulisan kitab Shahih al-Bukhari, khususnya dalam kitab Ilmu. Beberapa poin Ibnu Hajar menyinggung masalah fiqhu s-Shahīh ini, yang sebenarnya telah diulas panjang lebar oleh Ibnu Hajar sendiri dalam kitabnya, Hadyu s-Sāriy, terutama yang berhubungan dengan teoretis penulisan Shahih al-Bukhari yang terdapat pada Fasal Ke-dua, tiga, dan empat.

G.    Fawāid wa Lathāif
Bagian terakhir ini merupakan additional opinion terhadap pembahsan hadits demi mengungkap kandungan lebih yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari. Setidaknya keyword faidah dan tanbih menjadi pemarkah efektif dalam menginventarisir hal tersebut. meski tak dapat dipungkiri ada beberapa lathāif bahkan nukāt yang tidak diberi clue pemarkah.
***
‏1 - باب فَضْلِ الْعِلْمِ .
 وَقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى ( يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا ‏مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ ‏دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ )
يرفع الله المؤمن العالم على المؤمن غير العالم . ورفعة الدرجات تدل على الفضل ، إذ المراد به كثرة الثواب ، وبها ترتفع الدرجات ، ورفعتها تشمل المعنوية في الدنيا بعلو المنزلة وحسن الصيت ، والحسية في الآخرة بعلو المنزلة في الجنة . وفي صحيح مسلم عن نافع بن عبد الحارث الخزاعي - وكان عامل عمر على مكة - أنه لقيه بعسفان فقال له : من استخلفت ؟ فقال : استخلفت ابن أبزى مولى لنا . فقال عمر : استخلفت مولى ؟ قال : إنه قارئ لكتاب الله ، عالم بالفرائض . فقال عمر : أما إن نبيكم قد قال " إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواما ويضع به آخرين " . وعن زيد بن أسلم في قوله تعالى ( نرفع درجات من نشاء ) قال بالعلم .
 وَقَوْلِهِ عَزَّ ‏وَجَلَّ ( رَبِّ زِدْنِى عِلْمًا ) .
‏واضح الدلالة في فضل العلم ؛ لأن الله تعالى لم يأمر نبيه صلى الله عليه وسلم بطلب الازدياد من شيء إلا من العلم ، والمراد بالعلم العلم الشرعي الذي يفيد معرفة ما يجب على المكلف من أمر عباداته ومعاملاته ، والعلم بالله وصفاته ، وما يجب له من القيام بأمره ، وتنزيهه عن النقائض ، ومدار ذلك على التفسير والحديث والفقه ، وقد ضرب هذا الجامع الصحيح في كل من الأنواع الثلاثة بنصيب ، فرضي الله عن مصنفه ، وأعاننا على ما تصدينا له من توضيحه بمنه وكرمه .
فائدة: قال القاضي أبو بكر بن العربي : بدأ المصنف بالنظر في فضل العلم قبل النظر في حقيقته ، وذلك لاعتقاده أنه في نهاية الوضوح فلا يحتاج إلى تعريف ، أو لأن النظر في حقائق الأشياء ليس من فن الكتاب ، وكل من القدرين ظاهر ؛ لأن البخاري لم يضع كتابة لحدود الحقائق وتصورها ، بل هو جار على أساليب العرب القديمة ، فإنهم يبدءون بفضيلة المطلوب للتشويق إليه إذا كانت حقيقته مكشوفة معلومة . وقد أنكر ابن العربي في شرح الترمذي على من تصدى لتعريف العلم وقال : هو أبين من أن يبين . قلت : وهذه طريقة الغزالي وشيخه الإمام أن العلم لا يحد لوضوحه أو لعسره .
‏2 - باب مَنْ سُئِلَ عِلْمًا وَهُوَ مُشْتَغِلٌ فِى حَدِيثِهِ فَأَتَمَّ الْحَدِيثَ ثُمَّ ‏أَجَابَ السَّائِلَ .‏
59- عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ ‏بَيْنَمَا النَّبِىُّ - صلى الله عليه ‏وسلم - فِى مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ ‏فَمَضَى ‏رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يُحَدِّثُ ، فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ سَمِعَ ‏مَا قَالَ ، فَكَرِهَ مَا ‏قَالَ ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ لَمْ يَسْمَعْ ، حَتَّى إِذَا قَضَى ‏حَدِيثَهُ قَالَ « أَيْنَ - أُرَاهُ - السَّائِلُ عَنِ ‏السَّاعَةِ » . قَالَ هَا أَنَا يَا رَسُولَ ‏اللَّهِ . قَالَ « فَإِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ » . قَالَ كَيْفَ ‏إِضَاعَتُهَا ‏قَالَ « إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ » . طرفه 6496 - ‏تحفة 14233 - ‏‏23/1‏
مناسبة: ومناسبة هذا المتن لكتاب العلم أن إسناد الأمر إلى غير أهله إنما يكون عند غلبة الجهل ورفع العلم وذلك من جملة الأشراط ومقتضاه أن العلم ما دام قائما ففي الأمر فسحة وكأن المصنف أشار إلى أن العلم إنما يؤخذ عن الأكابر تلميحا لما روي عن أبي أمية الجمحي أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال من أشراط الساعة أن يلتمس العلم عند الأصاغر
سيأتي: في الرقاق

‏3 - باب مَنْ رَفَعَ صَوْتَهُ بِالْعِلْمِ
60- عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ ‏تَخَلَّفَ عَنَّا النَّبِىُّ ‏‏- صلى الله عليه وسلم - فِى سَفْرَةٍ سَافَرْنَاهَا ، فَأَدْرَكَنَا وَقَدْ أَرْهَقَتْنَا ‏الصَّلاَةُ ‏وَنَحْنُ نَتَوَضَّأُ ، فَجَعَلْنَا نَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا ، فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ ‏‏« وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ » . ‏مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا . طرفاه 96 ، 163 - ‏تحفة 8954‏
فقه الصحيح:  واستدل المصنف على جواز رفع الصوت بالعلم بقوله فنادى بأعلى صوته وإنما يتم الاستدلال بذلك حيث تدعو الحاجة إليه لبعد أو كثرة جمع أو غير ذلك ويلحق بذلك ما إذا كان في موعظة كما ثبت ذلك في حديث جابر كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا خطب وذكر الساعة اشتد غضبه وعلا صوته الحديث أخرجه مسلم ولأحمد من حديث النعمان في معناه وزاد حتى لو أن رجلا بالسوق لسمعه واستدل به أيضا على مشروعية إعادة الحديث ليفهم
قال بن رشيد في هذا التبويب رمز من المصنف إلى أنه يريد أن يبلغ الغاية في تدوين هذا الكتاب بأن يستفرغ وسعه في حسن ترتيبه وكذلك فعل رحمه الله تعالى
سيأتي: في كتاب الوضوء
‏4 - باب قَوْلِ الْمُحَدِّثِ حَدَّثَنَا أَوْ أَخْبَرَنَا وَأَنْبَأَنَا .
‏61- عَنِ ‏ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - ‏« إِنَّ مِنَ الشَّجَرِ ‏شَجَرَةً لاَ يَسْقُطُ وَرَقُهَا ، وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ ، فَحَدِّثُونِى مَا هِىَ » . فَوَقَعَ ‏النَّاسُ ‏فِى شَجَرِ الْبَوَادِى . قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَوَقَعَ فِى نَفْسِى أَنَّهَا النَّخْلَةُ ، ‏فَاسْتَحْيَيْتُ ثُمَّ قَالُوا حَدِّثْنَا مَا هِىَ ‏يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « هِىَ النَّخْلَةُ » . ‏أطرافه 62 ، 72 ، 131 ، 2209 ، 4698 ، 5444 ، ‏‏5448 ، ‏‏6122 ، 6144 تحفة 7126 - 24/1‏
مناسبة : مناسبة حديث بن عمر للترجمة ومحصل الترجمة التسوية بين صيغ الأداء الصريحة وليس ذلك بظاهر في الحديث المذكور فالجواب أن ذلك يستفاد من اختلاف ألفاظ الحديث المذكور ويظهر ذلك إذا اجتمعت طرقه فإن لفظ رواية عبد الله بن دينار المذكور في الباب فحدثوني ما هي وفي رواية نافع عند المؤلف في التفسير اخبروني وفي رواية عند الإسماعيلي انبئوني وفي رواية مالك عند المصنف في باب الحياء في العلم حدثوني ما هي وقال فيها فقالوا أخبرنا بها فدل ذلك على أن التحديث والإخبار والإنباء عندهم سواء وهذا لا خلاف فيه عند أهل العلم بالنسبة إلى اللغة
فقه الحديث:
-          امتحان العالم أذهان الطلبة بما يخفى مع بيانه لهم إن لم يفهموه وأما ما رواه أبو داود من حديث معاوية عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه نهى عن الأغلوطات قال الأوزاعي أحد رواته هي صعاب المسائل فإن ذلك محمول على ما لا نفع فيه أو ما خرج على سبيل تعنت المسئول أو تعجيزه
-          وفيه التحريض على الفهم في العلم وقد بوب عليه المؤلف باب الفهم في العلم
-          وفيه استحباب الحياء ما لم يؤد إلى تفويت مصلحة ولهذا تمنى عمر أن يكون ابنه لم يسكت وقد بوب عليه المؤلف في العلم وفي الأدب
-          وفيه دليل على بركة النخلة وما تثمره وقد بوب عليه المصنف أيضا
-          وفيه دليل على أن بيع الجمار جائز لأن كل ما جاز أكله جاز بيعه ولهذا بوب عليه المؤلف في البيوع وتعقبه بن بطال لكونه من المجمع عليه وأجيب بأن ذلك لا يمنع من التنبيه عليه لأنه أورده عقب حديث النهي عن بيع الثمار حتى يبدو صلاحها فكأنه يقول لعل متخيلا يتخيل أن هذا من ذاك وليس كذلك
-          وفيه دليل على جواز تجمير النخل وقد بوب عليه في الأطعمة لئلا يظن أن ذلك من باب إضاعة المال
-          وأورده في تفسير قوله تعالى ضرب الله مثلا كلمة طيبة إشارة منه إلى أن المراد بالشجرة النخلة وقد ورد صريحا فيما رواه البزار من طريق موسى بن عقبة عن نافع عن بن عمر قال قرأ رسول الله صلى الله عليه وسلم فذكر هذه الآية فقال أتدرون ما هي قال بن عمر لم يخف علي أنها النخلة فمنعني أن أتكلم مكان سني فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم هي النخلة ويجمع بين هذا وبين ما تقدم أنه صلى الله عليه وسلم أتي بالجمار فشرع في أكله تاليا للآية قائلا إن من الشجر شجرة إلى آخره ووقع عند بن حبان من رواية عبد العزيز بن مسلم عن عبد الله بن دينار عن بن عمر أن النبي صلى الله عليه وسلم قال من يخبرني عن شجرة مثلها مثل المؤمن أصلها ثابت وفرعها في السماء فذكر الحديث وهو يؤيد رواية البزار
-          قال القرطبي فوقع التشبيه بينهما من جهة أن أصل دين المسلم ثابت وأن ما يصدر عنه من العلوم والخير قوت للأرواح مستطاب وأنه لا يزال مستورا بدينه وأنه ينتفع بكل ما يصدر عنه حيا وميتا انتهى
-          وقال غيره والمراد بكون فرع المؤمن في السماء رفع عمله وقبوله وروى البزار أيضا من طريق سفيان بن حسين عن أبي بشر عن مجاهد عن بن عمر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مثل المؤمن مثل النخلة ما أتاك منها نفعك هكذا أورده مختصرا وإسناده صحيح
-          وقد أفصح بالمقصود بأوجز عبارة وأما من زعم أن موقع التشبيه بين المسلم والنخلة من جهة كون النخلة إذا قطع رأسها ماتت أو لأنها لا تحمل حتى تلقح أو لأنها تموت إذا غرقت أو لأن لطلعها رائحة مني الآدمي أو لأنها تعشق أو لأنها تشرب من أعلاها فكلها أوجه ضعيفة لأن جميع ذلك من المشابهات مشترك في الآدميين لا يختص بالمسلم وأضعف من ذلك قول من زعم أن ذلك لكونها خلقت من فضلة طين آدم فإن الحديث في ذلك لم يثبت والله أعلم
-          وفيه ضرب الأمثال والأشباه لزيادة الإفهام وتصوير المعاني لترسخ في الذهن ولتحديد الفكر في النظر في حكم الحادثة
-          وفيه إشارة إلى أن تشبيه الشيء بالشيء لا يلزم أن يكون نظيره من جميع وجوهه فإن المؤمن لا يماثله شيء من الجمادات ولا يعادله
-          وفيه توقير الكبير وتقديم الصغير أباه في القول وأنه لا يبادره بما فهمه وإن ظن أنه الصواب وفيه أن العالم الكبير قد يخفى عليه بعض ما يدركه من هو دونه لأن العلم مواهب والله يؤتي فضله من يشاء
-          واستدل به مالك على أن الخواطر التي تقع في القلب من محبة الثناء على أعمال الخير لا يقدح فيها إذا كان أصلها لله وذلك مستفاد من تمني عمر المذكور
-          ووجه تمني عمر رضي الله عنه ماطبع الإنسان عليه من محبة الخير لنفسه ولولده ولتظهر فضيلة الولد في الفهم من صغره وليزداد من النبي صلى الله عليه وسلم حظوة ولعله كان يرجو أن يدعو له إذ ذاك بالزيادة في الفهم
-          وفيه الإشارة إلى حقارة الدنيا في عين عمر لأنه قابل فهم ابنه لمسألة واحدة بحمر النعم مع عظم مقدارها وغلاء ثمنها
‏5 - باب طَرْحِ الإِمَامِ الْمَسْأَلَةَ عَلَى أَصْحَابِهِ لِيَخْتَبِرَ مَا عِنْدَهُمْ مِنَ ‏الْعِلْمِ .‏
فقه الصحيح : أورد فيه حديث بن عمر المذكور بلفظ قريب من لفظ الذي قبله وإنما أورده بإسناد آخر إيثارا لابتداء فائدة تدفع اعتراض من يدعي عليه التكرار بلا فائدة وأما دعوى الكرماني أنه لمراعاة صنيع مشايخه في تراجم مصنفاتهم وأن رواية قتيبة هنا كانت في بيان معنى التحديث والإخبار ورواية خالد كانت في بيان طرح الإمام المسألة فذكر الحديث في كل موضع عن شيخه الذي روى له الحديث لذلك الأمر فإنها غير مقبولة ولم نجد عن أحد ممن عرف حال البخاري وسعة علمه وجودة تصرفه حكى أنه كان يقلد في التراجم ولو كان كذلك لم يكن له مزية على غيره وقد توارد النقل عن كثير من الأئمة أن من جملة ما امتاز به كتاب البخاري دقة نظره في تصرفه في تراجم أبوابه والذي ادعاه الكرماني يقتضي أنه لا مزية له في ذلك لأنه مقلد فيه لمشايخه ووراء ذلك أن كلا من قتيبة وخالد بن مخلد لم يذكر لأحد منهما ممن صنف في بيان حالهما أن له تصنيفا على الأبواب فضلا عن التدقيق في التراجم وقد أعاد الكرماني هذا الكلام في شرحه مرارا ولم أجد له سلفا في ذلك والله المستعان
62- (انظر الحديث رقم: 61)
‏6 - باب مَا جَاءَ فِى الْعِلْمِ ، وَقَوْلِهِ تَعَالَى ( وَقُلْ رَبِّ زِدْنِى عِلْمًا ) الْقِرَاءَةُ وَالْعَرْضُ عَلَى ‏الْمُحَدِّثِ .
63- عَنْ شَرِيكِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى نَمِرٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ ‏يَقُولُ بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فِى ‏الْمَسْجِدِ ، دَخَلَ رَجُلٌ عَلَى جَمَلٍ فَأَنَاخَهُ ‏فِى الْمَسْجِدِ ، ثُمَّ عَقَلَهُ ، ثُمَّ ‏قَالَ لَهُمْ أَيُّكُمْ مُحَمَّدٌ وَالنَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - مُتَّكِئٌ بَيْنَ ‏‏ظَهْرَانَيْهِمْ . فَقُلْنَا هَذَا الرَّجُلُ الأَبْيَضُ الْمُتَّكِئُ . فَقَالَ لَهُ الرَّجُلُ ابْنَ عَبْدِ ‏الْمُطَّلِبِ فَقَالَ لَهُ النَّبِىُّ - ‏صلى الله عليه وسلم - « قَدْ أَجَبْتُكَ » . فَقَالَ ‏الرَّجُلُ لِلنَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - إِنِّى ‏سَائِلُكَ فَمُشَدِّدٌ عَلَيْكَ فِى ‏الْمَسْأَلَةِ فَلاَ تَجِدْ عَلَىَّ فِى نَفْسِكَ . فَقَالَ « سَلْ عَمَّا بَدَا لَكَ » . فَقَالَ ‏‏أَسْأَلُكَ بِرَبِّكَ وَرَبِّ مَنْ قَبْلَكَ ، آللَّهُ أَرْسَلَكَ إِلَى النَّاسِ كُلِّهِمْ فَقَالَ « ‏اللَّهُمَّ نَعَمْ » . قَالَ أَنْشُدُكَ ‏بِاللَّهِ ، آللَّهُ أَمَرَكَ أَنْ نُصَلِّىَ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ ‏فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ قَالَ « اللَّهُمَّ نَعَمْ » . قَالَ أَنْشُدُكَ ‏بِاللَّهِ ، آللَّهُ أَمَرَكَ أَنْ ‏نَصُومَ هَذَا الشَّهْرَ مِنَ السَّنَةِ قَالَ « اللَّهُمَّ نَعَمْ » . قَالَ أَنْشُدُكَ بِاللَّهِ ، ‏آللَّهُ ‏أَمَرَكَ أَنْ تَأْخُذَ هَذِهِ الصَّدَقَةَ مِنْ أَغْنِيَائِنَا فَتَقْسِمَهَا عَلَى فُقَرَائِنَا فَقَالَ ‏النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم ‏‏- « اللَّهُمَّ نَعَمْ » . فَقَالَ الرَّجُلُ آمَنْتُ بِمَا ‏جِئْتَ بِهِ ، وَأَنَا رَسُولُ مَنْ وَرَائِى مِنْ قَوْمِى ، وَأَنَا ضِمَامُ ‏بْنُ ثَعْلَبَةَ أَخُو ‏بَنِى سَعْدِ بْنِ بَكْرٍ. تحفة 907 ، ‏‏404 - 25/1‏
فقه الحديث:
-          فيه جواز اتكاء الإمام بين أتباعه ، وفيه ما كان رسول الله صلى الله عليه وسلم عليه من ترك التكبر لقوله بين ظهرانيهم
-          وظهر عقل ضمام في تقديمه الاعتذار بين يدي مسألته لظنه أنه لا يصل إلى مقصوده إلا بتلك المخاطبة .
-          العمل بخبر واحد
-          ولا يقدح فيه مجيء ضمام مستثبتا لأنه قصد اللقاء والمشافهة
-          وقد رجع ضمام إلى قومه وحده فصدقوه وآمنوا كما وقع في حديث ابن عباس
-          وفيه نسبة الشخص إلى جده إذا كان أشهر من أبيه ، ومنه قوله صلى الله عليه وسلم يوم حنين : أنا ابن عبد المطلب
-          وفيه الاستحلاف على الأمر المحقق لزيادة التأكيد
‏7 - باب مَا يُذْكَرُ فِى الْمُنَاوَلَةِ وَكِتَابِ أَهْلِ الْعِلْمِ بِالْعِلْمِ إِلَى الْبُلْدَانِ .‏
64- عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ ‏عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - بَعَثَ ‏بِكِتَابِهِ رَجُلاً ، وَأَمَرَهُ أَنْ يَدْفَعَهُ إِلَى عَظِيمِ الْبَحْرَيْنِ ‏، فَدَفَعَهُ عَظِيمُ الْبَحْرَيْنِ ‏إِلَى كِسْرَى ، فَلَمَّا قَرَأَهُ مَزَّقَهُ . فَحَسِبْتُ أَنَّ ابْنَ الْمُسَيَّبِ قَالَ فَدَعَا ‏‏عَلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنْ يُمَزَّقُوا كُلَّ مُمَزَّقٍ . ‏أطرافه 2939 ، 4424 ، ‏‏7264 - تحفة 5845 ، 18728‏
سيأتي: في المغازي
65- عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - بَعَثَ ‏بِكِتَابِهِ رَجُلاً ، وَأَمَرَهُ أَنْ يَدْفَعَهُ إِلَى عَظِيمِ الْبَحْرَيْنِ ‏، فَدَفَعَهُ عَظِيمُ الْبَحْرَيْنِ ‏إِلَى كِسْرَى ، فَلَمَّا قَرَأَهُ مَزَّقَهُ . فَحَسِبْتُ أَنَّ ابْنَ الْمُسَيَّبِ قَالَ فَدَعَا ‏‏عَلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنْ يُمَزَّقُوا كُلَّ مُمَزَّقٍ . ‏أطرافه 2939 ، 4424 ، ‏‏7264 - تحفة 5845 ، 18728‏
سيأتي: في الجهاد واللباس
‏8 - باب مَنْ قَعَدَ حَيْثُ يَنْتَهِى بِهِ الْمَجْلِسُ ، وَمَنْ رَأَى فُرْجَةً فِى الْحَلْقَةِ ‏فَجَلَسَ فِيهَا . ‏
66- عَنْ أَبِى وَاقِدٍ ‏اللَّيْثِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِى ‏الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ ، إِذْ أَقْبَلَ ‏ثَلاَثَةُ نَفَرٍ ، فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - ‏صلى الله عليه وسلم - وَذَهَبَ وَاحِدٌ ، قَالَ فَوَقَفَا ‏عَلَى رَسُولِ اللَّهِ - ‏صلى الله عليه وسلم - فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِى الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا ‏، وَأَمَّا ‏الآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ ، وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا ، فَلَمَّا فَرَغَ ‏رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - ‏قَالَ « أَلاَ أُخْبِرُكُمْ عَنِ النَّفَرِ ‏الثَّلاَثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللَّهِ ، فَآوَاهُ اللَّهُ ، وَأَمَّا الآخَرُ فَاسْتَحْيَا ‏، ‏فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ ، وَأَمَّا الآخَرُ فَأَعْرَضَ ، فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ » . طرفه ‏‏474 - تحفة 15514‏
مناسبة الترجمة : مناسبة هذا لكتاب العلم من جهة أن المراد بالمجلس وبالحلقة حلقة العلم ومجلس العلم . فيدخل في أدب الطالب من عدة أوجه كما سنبينه . والتراجم الماضية كلها تتعلق بصفات العالم .
فقه الحديث:
-          وفيه جواز الإخبار عن أهل المعاصي وأحوالهم للزجر عنها وأن ذلك لا يعد من الغيبة ،
-           وفي الحديث فضل ملازمة حلق العلم والذكر وجلوس العالم والمذكر في المسجد ،
-           وفيه الثناء على المستحي .
-          والجلوس حيث ينتهي به المجلس .
‏9 - باب قَوْلِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - « رُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ ‏سَامِعٍ » ‏
67- عن عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ ذَكَرَ النَّبِىَّ - صلى الله عليه ‏وسلم - قَعَدَ عَلَى بَعِيرِهِ ، ‏وَأَمْسَكَ إِنْسَانٌ بِخِطَامِهِ - أَوْ بِزِمَامِهِ - قَالَ « ‏أَىُّ يَوْمٍ هَذَا » . فَسَكَتْنَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ ‏سِوَى اسْمِهِ . قَالَ « ‏أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ » قُلْنَا بَلَى . قَالَ « فَأَىُّ شَهْرٍ هَذَا » . فَسَكَتْنَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ ‏بِغَيْرِ اسْمِهِ . فَقَالَ « أَلَيْسَ ‏بِذِى الْحِجَّةِ » . قُلْنَا بَلَى . قَالَ « فَإِنَّ ‏دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا ‏، فِى ‏شَهْرِكُمْ هَذَا ، فِى بَلَدِكُمْ هَذَا . لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ ، فَإِنَّ الشَّاهِدَ ‏عَسَى أَنْ يُبَلِّغَ مَنْ هُوَ ‏أَوْعَى لَهُ مِنْهُ » . أطرافه 105 ، 1741 ، ‏‏3197 ، 4406 ، 4662 ، 5550 ، 7078 ، ‏‏7447 تحفة
فقه الحديث:
-          الحث على تبليغ العلم ،
-           وجواز التحمل قبل كمال الأهلية ،
-          وأن الفهم ليس شرطا في الأداء ،
-           وأنه قد يأتي في الآخر من يكون أفهم ممن تقدمه لكن بقلة ،
-          واستنبط ابن المنير من تعليل كون المتأخر أرجح نظرا من المتقدم أن تفسير الراوي أرجح من تفسير غيره .
-           وفيه جواز القعود على ظهر الدواب وهي واقفة إذا احتيج إلى ذلك ، وحمل النهي الوارد في ذلك على ما إذا كان لغير ضرورة .
-           وفيه الخطبة على موضع عال ليكون أبلغ في إسماعه للناس ورؤيتهم إياه .
‏10 - باب الْعِلْمُ قَبْلَ الْقَوْلِ وَالْعَمَلِ . لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى ( فَاعْلَمْ ‏أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ) فَبَدَأَ ‏بِالْعِلْمِ ، وَأَنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ - وَرَّثُوا ‏الْعِلْمَ - مَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ ، وَمَنْ سَلَكَ ‏طَرِيقًا يَطْلُبُ بِهِ عِلْمًا ‏سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ .
وَقَالَ جَلَّ ذِكْرُهُ ( إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ ‏عِبَادِهِ ‏الْعُلَمَاءُ ) أي يخاف من الله من علم قدرته وسلطانه وهم العلماء قاله ابن عباس
وَقَالَ ( وَمَا يَعْقِلُهَا إِلاَّ الْعَالِمُونَ ) أي الأمثال المضروبة
( وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ ‏أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِى أَصْحَابِ ‏السَّعِيرِ ) وهذه أوصاف أهل العلم فالمعنى لو كنا من أهل العلم لعلمنا ما يجب علينا فعملنا به فنجونا
وَقَالَ ( هَلْ يَسْتَوِى الَّذِينَ ‏يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ ) . وَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله ‏عليه وسلم - « ‏مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ ، وَإِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ » . وَقَالَ أَبُو ‏ذَرٍّ لَوْ ‏وَضَعْتُمُ الصَّمْصَامَةَ عَلَى هَذِهِ وَأَشَارَ إِلَى قَفَاهُ - ثُمَّ ظَنَنْتُ أَنِّى أُنْفِذُ ‏كَلِمَةً سَمِعْتُهَا مِنَ النَّبِىِّ - صلى ‏الله عليه وسلم - قَبْلَ أَنْ تُجِيزُوا عَلَىَّ ‏لأَنْفَذْتُهَا . وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ ( كُونُوا رَبَّانِيِّينَ ) حُكَمَاءَ فُقَهَاءَ ‏‏. وَيُقَالُ ‏الرَّبَّانِىُّ الَّذِى يُرَبِّى النَّاسَ بِصِغَارِ الْعِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ . 27/1‏
فقه الصحيح : اقتصر المصنف في هذا الباب على ما أورده من غير أن يورد حديثا موصولا على شرطه ، فإما أن يكون بيض له ليورد فيه ما يثبت على شرطه ، أو يكون تعمد ذلك اكتفاء بما ذكر .
‏11 - باب مَا كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَتَخَوَّلُهُمْ بِالْمَوْعِظَةِ ‏وَالْعِلْمِ كَىْ لاَ يَنْفِرُوا .
مناسبة التراجم: استعمل في الترجمة معنى الحديثين اللذين ساقهما ، وتضمن ذلك تفسير السآمة بالنفور وهما متقاربان ، ومناسبته لما قبله ظاهرة من جهة ما حكاه أخيرا من تفسير الرباني ، كمناسبة الذي قبله من تشديد أبي ذر في أمر التبليغ لما قبله من الأمر بالتبليغ . وغالب أبواب هذا الكتاب لمن أمعن النظر فيها والتأمل لا يخلو عن ذلك .
68- عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَتَخَوَّلُنَا ‏بِالْمَوْعِظَةِ فِى الأَيَّامِ ، كَرَاهَةَ ‏السَّآمَةِ عَلَيْنَا . طرفاه 70 ، 6411 - تحفة ‏‏9254‏
فقه الحديث:
-          استحباب ترك المداومة في الجد في العمل الصالح خشية الملال ، وإن كانت المواظبة مطلوبة لكنها على قسمين : إما كل يوم مع عدم التكلف . وإما يوما بعد يوم فيكون يوم الترك لأجل الراحة ليقبل على الثاني بنشاط ، وإما يوما في الجمعة ، ويختلف باختلاف الأحوال والأشخاص ، والضابط الحاجة مع مراعاة وجود النشاط .
-           واحتمل عمل ابن مسعود من استدلاله أن يكون اقتدى بفعل النبي صلى الله عليه وسلم حتى في اليوم الذي عينه ، واحتمل أن يكون اقتدى بمجرد التخلل بين العمل والترك الذي عبر عنه بالتخول ، والثاني أظهر .
-           وأخذ بعض العلماء من حديث الباب كراهية تشبيه غير الرواتب بالرواتب بالمواظبة عليها في وقت معين دائما
69- عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم ‏‏- قَالَ « يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا ، وَبَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا » ‏‏. طرفه 6125 - ‏تحفة 1694‏
فقه الحديث: والمراد تأليف من قرب إسلامه وترك التشديد عليه في الابتداء .وكذلك الزجر عن المعاصي ينبغي أن يكون بتلطف ليقبل ، وكذا تعلم العلم ينبغي أن يكون بالتدريج ؛ لأن الشيء إذا كان في ابتدائه سهلا حبب إلى من يدخل فيه وتلقاه بانبساط ، وكانت عاقبته غالبا الازدياد ، بخلاف ضده .
‏12 - باب مَنْ جَعَلَ لأَهْلِ الْعِلْمِ أَيَّامًا مَعْلُومَةً . ‏
70- (انظر الحديث رقم: 68)
‏13 - باب مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ . ‏
71- قَالَ حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ خَطِيبًا يَقُولُ ‏سَمِعْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - ‏يَقُولُ « مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا ‏يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ ، وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللَّهُ يُعْطِى ، وَلَنْ تَزَالَ هَذِهِ الأُمَّةُ ‏قَائِمَةً ‏عَلَى أَمْرِ اللَّهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ » . أطرافه ‏‏3116 ، 3641 ، ‏‏7312 ، 7460 - تحفة 11409 - 28/1‏
لغة الحديث : ( يفقهه )
أي : يفهمه كما تقدم ، وهي ساكنة الهاء لأنها جواب الشرط ، يقال فقه بالضم إذا صار الفقه له سجية ، وفقه بالفتح إذا سبق غيره إلى الفهم ، وفقه بالكسر إذا فهم . ونكر " خيرا " ليشمل القليل والكثير ، والتنكير للتعظيم لأن المقام يقتضيه .
فقه الحديث:
-          أن من لم يتفقه في الدين - أي : يتعلم قواعد الإسلام وما يتصل بها من الفروع - فقد حرم الخير . وقد أخرج أبو يعلى حديث معاوية من وجه آخر ضعيف وزاد في آخره : " ومن لم يتفقه في الدين لم يبال الله به " والمعنى صحيح ؛ لأن من لم يعرف أمور دينه لا يكون فقيها ولا طالب فقه ، فيصح أن يوصف بأنه ما أريد به الخير ،
-           وفي ذلك بيان ظاهر لفضل العلماء على سائر الناس ، ولفضل التفقه في الدين على سائر العلوم .
سيأتي : في كتاب الأعتصام
‏14 - باب الْفَهْمِ فِى الْعِلْمِ . ‏
72- (انظر الحديث رقم: 61)
‏15 - باب الاِغْتِبَاطِ فِى الْعِلْمِ وَالْحِكْمَةِ .‏ وقال عمر : تفقهوا قبل أن تسودوا
73- عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « ‏لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ ‏اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، ‏وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا » . ‏أطرافه 1409 ، ‏‏7141 ، 7316 - تحفة 9537‏
مناسبة الترجمة : وقال ابن المنير : مطابقة قول عمر للترجمة أنه جعل السيادة من ثمرات العلم ، وأوصى الطالب باغتنام الزيادة قبل بلوغ درجة السيادة . وذلك يحقق استحقاق العلم بأن يغبط صاحبه ، فإنه سبب لسيادته . كذا قال . والذي يظهر لي أن مراد البخاري : أن الرياسة وإن كانت مما يغبط بها صاحبها في العادة لكن الحديث دل على أن الغبطة لا تكون إلا بأحد أمرين : العلم ، أو الجود ، ولا يكون الجود محمودا إلا إذا كان بعلم . فكأنه يقول : تعلموا قبل حصول الرياسة لتغبطوا إذا غبطتم بحق . ويقول أيضا : إن تعجلتم الرياسة التي من عادتها أن تمنع صاحبها من طلب العلم فاتركوا تلك العادة وتعلموا العلم لتحصل لكم الغبطة الحقيقية .
‏16 - باب مَا ذُكِرَ فِى ذَهَابِ مُوسَى - صلى الله عليه وسلم - فِى الْبَحْرِ إِلَى الْخَضِرِ ‏وَقَوْلِهِ تَعَالَى ( هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِى مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا ) .‏
74- عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ تَمَارَى هُوَ وَالْحُرُّ بْنُ قَيْسِ بْنِ حِصْنٍ الْفَزَارِىُّ فِى صَاحِبِ مُوسَى قَالَ ابْنُ ‏عَبَّاسٍ هُوَ خَضِرٌ . فَمَرَّ بِهِمَا أُبَىُّ بْنُ كَعْبٍ ، فَدَعَاهُ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقَالَ إِنِّى تَمَارَيْتُ أَنَا وَصَاحِبِى ‏هَذَا فِى صَاحِبِ مُوسَى الَّذِى سَأَلَ مُوسَى السَّبِيلَ إِلَى لُقِيِّهِ ، هَلْ سَمِعْتَ النَّبِىَّ - صلى الله ‏عليه وسلم - يَذْكُرُ شَأْنَهُ قَالَ نَعَمْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « بَيْنَمَا ‏مُوسَى فِى مَلإٍ مِنْ بَنِى إِسْرَائِيلَ ، جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ هَلْ تَعْلَمُ أَحَدًا أَعْلَمَ مِنْكَ قَالَ مُوسَى لاَ . ‏فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَى مُوسَى بَلَى ، عَبْدُنَا خَضِرٌ ، فَسَأَلَ مُوسَى السَّبِيلَ إِلَيْهِ ، فَجَعَلَ اللَّهُ لَهُ الْحُوتَ ‏آيَةً ، وَقِيلَ لَهُ إِذَا فَقَدْتَ الْحُوتَ فَارْجِعْ ، فَإِنَّكَ سَتَلْقَاهُ ، وَكَانَ يَتَّبِعُ أَثَرَ الْحُوتِ فِى الْبَحْرِ ، ‏فَقَالَ لِمُوسَى فَتَاهُ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّى نَسِيتُ الْحُوتَ ، وَمَا أَنْسَانِيهِ إِلاَّ الشَّيْطَانُ ‏أَنْ أَذْكُرَهُ . قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِى ، فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا ، فَوَجَدَا خَضِرًا . فَكَانَ مِنْ شَأْنِهِمَا ‏الَّذِى قَصَّ اللَّهُ - عَزَّ وَجَلَّ - فِى كِتَابِهِ » . أطرافه 78 ، 122 ، 2267 ، 2728 ، 3278 ، ‏‏3400 ، 3401 ، 4725 ، 4726 ، 4727 ، 6672 ، 7478 - تحفة 39 - 29/1‏

فقه الحديث :
-          جواز التجادل في العلم إذا كان بغير تعنت ،
-          والرجوع إلى أهل العلم عند التنازع ،
-          والعمل بخبر الواحد الصدوق ،
-          وركوب البحر في طلب العلم بل في طلب الاستكثار منه ،
-          ومشروعية حمل الزاد في السفر ،
-           ولزوم التواضع في كل حال ، ولهذا حرص موسى على الالتقاء بالخضر عليهما السلام وطلب التعلم منه تعليما لقومه أن يتأدبوا بأدبه ، وتنبيها لمن زكى نفسه أن يسلك مسلك التواضع .
-          وفيه فضل الازدياد من العلم ، ولو مع المشقة والنصب بالسفر ، وخضوع الكبير لمن يتعلم منه . ووجه الدلالة منه قوله تعالى لنبيه عليه الصلاة والسلام : ( أولئك الذين هدى الله فبهداهم اقتده ) وموسى عليه السلام منهم ، فتدخل أمة النبي صلى الله عليه وسلم تحت هذا الأمر إلا فيما ثبت نسخه .
-          أن الله يفعل في ملكه ما يريد ، ويحكم في خلقه بما يشاء مما ينفع أو يضر ، فلا مدخل للعقل في أفعاله ولا معارضة لأحكامه ، بل يجب على الخلق الرضا والتسليم ، فإن إدراك العقول لأسرار الربوبية قاصر فلا يتوجه على حكمه لم ولا كيف ، كما لا يتوجه عليه في وجوده أين وحيث وأن العقل لا يحسن ولا يقبح وأن ذلك راجع إلى الشرع : فما حسنه بالثناء عليه فهو حسن ، وما قبحه بالذم فهو قبيح .
-          وأن لله تعالى فيما يقضيه حكما وأسرارا في مصالح خفية اعتبرها كل ذلك بمشيئته وإرادته من غير وجوب عليه ولا حكم عقل يتوجه إليه ، بل بحسب ما سبق في علمه ونافذ حكمه ، فما أطلع الخلق عليه من تلك الأسرار عرف ، وإلا فالعقل عنده واقف . فليحذر المرء من الاعتراض فإن مآل ذلك إلى الخيبة .
فائدة:
قال ابن حجر : ولننبه هنا على مغلطتين
الأولى : وقع لبعض الجهلة أن الخضر أفضل من موسى تمسكا بهذه القصة وبما اشتملت عليه ، وهذا إنما يصدر ممن قصر نظره على هذه القصة ولم ينظر فيما خص الله به موسى عليه السلام من الرسالة وسماع كلام الله وإعطائه التوراة فيها علم كل شيء ، وأن أنبياء بني إسرائيل كلهم داخلون تحت شريعته ويخاطبون بحكم نبوته حتى عيسى ، وأدلة ذلك في القرآن كثيرة ، ويكفي من ذلك قوله تعالى : ( يا موسى إني اصطفيتك على الناس برسالاتي وبكلامي ) وسيأتي في أحاديث الأنبياء من فضائل موسى ما فيه كفاية . قال : والخضر وإن كان نبيا فليس برسول باتفاق ، والرسول أفضل من نبي ليس برسول ، ولو تنزلنا على أنه رسول فرسالة موسى أعظم وأمته أكثر فهو أفضل ، وغاية الخضر أن يكون كواحد من أنبياء بني إسرائيل وموسى أفضلهم . وإن قلنا : إن الخضر ليس بنبي بل ولي فالنبي أفضل من الولي ، وهو أمر مقطوع به عقلا ونقلا ، والصائر إلى خلافه كافر لأنه أمر معلوم من الشرع بالضرورة . قال : وإنما كانت قصة الخضر مع موسى امتحانا لموسى ليعتبر .
 الثانية : ذهب قوم من الزنادقة إلى سلوك طريقة تستلزم هدم أحكام الشريعة فقالوا : إنه يستفاد من قصة موسى والخضر أن الأحكام الشرعية العامة تختص بالعامة والأغبياء ، وأما الأولياء والخواص فلا حاجة بهم إلى تلك النصوص ، بل إنما يراد منهم ما يقع في قلوبهم ، ويحكم عليهم بما يغلب على خواطرهم ، لصفاء قلوبهم عن الأكدار وخلوها عن الأغيار . فتنجلي لهم العلوم الإلهية والحقائق الربانية ، فيقفون على أسرار الكائنات ويعلمون الأحكام الجزئيات فيستغنون بها عن أحكام الشرائع الكليات ، كما اتفق للخضر ، فإنه استغنى بما ينجلي له من تلك العلوم عما كان عند موسى ، ويؤيده الحديث المشهور : " استفت قلبك وإن أفتوك " قال القرطبي : وهذا القول زندقة وكفر ؛ لأنه إنكار لما علم من الشرائع ، فإن الله قد أجرى سنته وأنفذ كلمته بأن أحكامه لا تعلم إلا بواسطة رسله السفراء بينه وبين خلقه المبينين لشرائعه وأحكامه ، كما قال الله تعالى : ( الله يصطفي من الملائكة رسلا ومن الناس ) وقال : ( الله أعلم حيث يجعل رسالاته ) وأمر بطاعتهم في كل ما جاءوا به ، وحث على طاعتهم والتمسك بما أمروا به فإن فيه الهدى . وقد حصل العلم اليقين وإجماع السلف على ذلك ، فمن ادعى أن هناك طريقا أخرى يعرف بها أمره ونهيه غير الطرق التي جاءت بها الرسل يستغني بها عن الرسول فهو كافر يقتل ولا يستتاب . قال : وهي دعوى تستلزم إثبات نبوة بعد نبينا ؛ لأن من قال إنه يأخذ عن قلبه لأن الذي يقع فيه هو حكم الله وأنه يعمل بمقتضاه من غير حاجة منه إلى كتاب ولا سنة فقد أثبت لنفسه خاصة النبوة كما قال نبينا صلى الله عليه وسلم : " إن روح القدس نفث في روعي " . قال : وقد بلغنا عن بعضهم أنه قال : أنا لا آخذ عن الموتى ، وإنما آخذ عن الحي الذي لا يموت . وكذا قال آخر : أنا آخذ عن قلبي عن ربي . وكل ذلك كفر باتفاق أهل الشرائع ، ونسأل الله الهداية والتوفيق . وقال غيره : من استدل بقصة الخضر على أن الولي يجوز أن يطلع من خفايا الأمور على ما يخالف الشريعة ويجوز له فعله فقد ضل ، وليس ما تمسك به صحيحا ، فإن الذي فعله الخضر ليس في شيء منه ما يناقض الشرع ، فإن نقض لوح من ألواح السفينة لدفع الظالم عن غصبها ثم إذا تركها أعيد اللوح جائز شرعا وعقلا ؛ ولكن مبادرة موسى بالإنكار بحسب الظاهر . وقد وقع ذلك واضحا في رواية أبي إسحاق التي أخرجها مسلم ولفظه : فإذا جاء الذي يسخرها فوجدها منخرقة تجاوزها فأصلحها . فيستفاد منه وجوب التأني عن الإنكار في المحتملات . وأما قتله الغلام فلعله كان في تلك الشريعة . وأما إقامة الجدار فمن باب مقابلة الإساءة بالإحسان . والله أعلم .
‏17 - باب قَوْلِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - « اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الْكِتَابَ » . ‏
75- عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ ضَمَّنِى رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَقَالَ « اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الْكِتَابَ » . ‏أطرافه 143 ، 3756 ، 7270 - تحفة 6049‏
سيأتي : في المناقب
‏18 - باب مَتَى يَصِحُّ سَمَاعُ الصَّغِيرِ ؟‏
76- عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَقْبَلْتُ رَاكِبًا عَلَى حِمَارٍ أَتَانٍ ، وَأَنَا يَوْمَئِذٍ قَدْ نَاهَزْتُ الاِحْتِلاَمَ ، ‏وَرَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يُصَلِّى بِمِنًى إِلَى غَيْرِ جِدَارٍ ، فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَىْ بَعْضِ ‏الصَّفِّ وَأَرْسَلْتُ الأَتَانَ تَرْتَعُ ، فَدَخَلْتُ فِى الصَّفِّ ، فَلَمْ يُنْكَرْ ذَلِكَ عَلَىَّ . أطرافه 493 ، 861 ‏، 1857 ، 4412 - تحفة 5834‏
سيأتي : في كتاب الصلاة
77- عَنْ مَحْمُودِ بْنِ الرَّبِيعِ قَالَ عَقَلْتُ مِنَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - مَجَّةً مَجَّهَا فِى وَجْهِى وَأَنَا ‏ابْنُ خَمْسِ سِنِينَ مِنْ دَلْوٍ . أطرافه 189 ، 839 ، 1185 ، 6354 ، 6422 - تحفة 11235‏
فقه الحديث:
-          جواز إحضار الصبيان مجالس الحديث
-          وزيارة الإمام أصحابه في دورهم ومداعبته صبيانهم ،
-          واستدل به بعضهم على تسميع من يكون ابن خمس ، ومن كان دونها يكتب له حضور .
-          وليس في الحديث ولا في تبويب البخاري ما يدل عليه بل الذي ينبغي في ذلك اعتبار الفهم ، فمن فهم الخطاب سمع وإن كان دون ابن خمس وإلا فلا ،
-          وقال ابن رشيد : الظاهر أنهم أرادوا بتحديد الخمس أنها مظنة لذلك ، لا أن بلوغها شرط لا بد من تحققه ، والله أعلم .
-          وقريب منه ضبط الفقهاء سن التمييز بست أو سبع ، والمرجح أنها مظنة لا تحديد . ومن أقوى ما يتمسك به في أن المرد في ذلك إلى الفهم فيختلف باختلاف الأشخاص ما أورده الخطيب من طريق أبي عاصم قال : ذهبت بابني - وهو ابن ثلاث سنين - إلى ابن جريج فحدثه ، قال أبو عاصم : ولا بأس بتعليم الصبي الحديث والقرآن وهو في هذا السن ، يعني إذا كان فهما . وقصة أبي بكر بن المقري الحافظ في تسميعه لابن أربع بعد أن امتحنه بحفظ سور من القرآن مشهورة .
‏19 - باب الْخُرُوجِ فِى طَلَبِ الْعِلْمِ . ‏
78- (انظر الحديث رقم: 74)
‏20 - باب فَضْلِ مَنْ عَلِمَ وَعَلَّمَ . ‏
79- عَنْ أَبِى مُوسَى عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى ‏وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا ، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ ‏الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ، ‏وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى ، إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً ، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ ‏فَقِهَ فِى دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ ، فَعَلِمَ وَعَلَّمَ ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا ، وَلَمْ يَقْبَلْ ‏هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ » . قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ قَالَ إِسْحَاقُ وَكَانَ مِنْهَا طَائِفَةٌ قَيَّلَتِ الْمَاءَ . قَاعٌ ‏يَعْلُوهُ الْمَاءُ ، وَالصَّفْصَفُ الْمُسْتَوِى مِنَ الأَرْضِ . تحفة 9044‏
فائدة :
 قال القرطبي وغيره : ضرب النبي صلى الله عليه وسلم لما جاء به من الدين مثلا بالغيث العام الذي يأتي في حال حاجتهم إليه ، وكذا كان الناس قبل مبعثه ، فكما أن الغيث يحيي البلد الميت فكذا علوم الدين تحيي القلب الميت . ثم شبه السامعين له بالأرض المختلفة التي ينزل بها الغيث ، فمنهم العالم العامل المعلم . فهو بمنزلة الأرض الطيبة شربت فانتفعت في نفسها وأنبتت فنفعت غيرها . ومنهم الجامع للعلم المستغرق لزمانه فيه غير أنه لم يعمل بنوافله أو لم يتفقه فيما جمع لكنه أداه لغيره ، فهو بمنزلة الأرض التي يستقر فيها الماء فينتفع الناس به ، وهو المشار إليه بقوله : " نضر الله امرأ سمع مقالتي فأداها كما سمعها " . ومنهم من يسمع العلم فلا يحفظه ولا يعمل به ولا ينقله لغيره ، فهو بمنزلة الأرض السبخة أو الملساء التي لا تقبل الماء أو تفسده على غيرها . وإنما جمع المثل بين الطائفتين الأوليين المحمودتين لاشتراكهما في الانتفاع بهما ، وأفرد الطائفة الثالثة المذمومة لعدم النفع بها . والله أعلم . ثم ظهر لي أن في كل مثل طائفتين ، فالأول قد أوضحناه ، والثاني الأولى منه من دخل في الدين ولم يسمع العلم أو سمعه فلم يعمل به ولم يعلمه ، ومثالها من الأرض السباخ وأشير إليها بقوله صلى الله عليه وسلم : " من لم يرفع بذلك رأسا " أي : أعرض عنه فلم ينتفع له ولا نفع . والثانية منه من لم يدخل في الدين أصلا ، بل بلغه فكفر به ، ومثالها من الأرض الصماء الملساء المستوية التي يمر عليها الماء فلا ينتفع به ، وأشير إليها بقوله صلى الله عليه وسلم : " ولم يقبل هدى الله الذي جئت به " . وقال الطيبي : بقي من أقسام الناس قسمان : أحدهما الذي انتفع بالعلم في نفسه ولم يعلمه غيره ، والثاني من لم ينتفع به في نفسه وعلمه غيره . قلت : والأول داخل في الأول لأن النفع حصل في الجملة وإن تفاوتت مراتبه ، وكذلك ما تنبته الأرض ، فمنه ما ينتفع الناس به ومنه ما يصير هشيما . وأما الثاني فإن كان عمل الفرائض وأهمل النوافل فقد دخل في الثاني كما قررناه ، وإن ترك الفرائض أيضا فهو فاسق لا يجوز الأخذ عنه ، ولعله يدخل في عموم : " من لم يرفع بذلك رأسا " والله أعلم .
‏21 - باب رَفْعِ الْعِلْمِ وَظُهُورِ الْجَهْلِ . ‏
80- عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ ‏، وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ ، وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ ، وَيَظْهَرَ الزِّنَا » . أطرافه 81 ، 5231 ، 5577 ، 6808 - ‏تحفة 1696‏
فائدة:
وكأن هذه الأمور الخمسة خصت بالذكر لكونها مشعرة باختلال الأمور التي يحصل بحفظها صلاح المعاش والمعاد ، وهي الدين لأن رفع العلم يخل به ، والعقل لأن شرب الخمر يخل به ، والنسب لأن الزنا يخل به ، والنفس والمال لأن كثرة الفتن تخل بهما . قال الكرماني : وإنما كان اختلال هذه الأمور مؤذنا بخراب العالم لأن الخلق لا يتركون هملا ، ولا نبي بعد نبينا صلوات الله تعالى وسلامه عليهم أجمعين ، فيتعين ذلك . وقال القرطبي في " المفهم " : في هذا الحديث علم من أعلام النبوة ، إذ أخبر عن أمور ستقع فوقعت ، خصوصا في هذه الأزمان . وقال القرطبي في التذكرة : يحتمل أن يراد بالقيم من يقوم عليهن سواء كن موطوآت أم لا . ويحتمل أن يكون ذلك يقع في الزمان الذي لا يبقى فيه من يقول الله الله فيتزوج الواحد بغير عدد جهلا بالحكم الشرعي . قلت : وقد وجد ذلك من بعض أمراء التركمان وغيرهم من أهل هذا الزمان مع دعواه الإسلام . والله المستعان .
81- (انظر الحديث رقم: 80)
‏22 - باب فَضْلِ الْعِلْمِ ‏
82- أَنَّ ابْنَ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ أُتِيتُ بِقَدَحِ لَبَنٍ ‏، فَشَرِبْتُ حَتَّى إِنِّى لأَرَى الرِّىَّ يَخْرُجُ فِى أَظْفَارِى ، ثُمَّ أَعْطَيْتُ فَضْلِى عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ » . ‏قَالُوا فَمَا أَوَّلْتَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الْعِلْمَ » . أطرافه 3681 ، 7006 ، 7007 ، 7027 ، ‏‏7032 - تحفة 6700‏
سيأتي: في التعبير
‏23 - باب الْفُتْيَا وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى الدَّابَّةِ وَغَيْرِهَا ‏
83- عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَقَفَ فِى حَجَّةِ ‏الْوَدَاعِ بِمِنًى لِلنَّاسِ يَسْأَلُونَهُ ، فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ لَمْ أَشْعُرْ فَحَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَذْبَحَ . فَقَالَ « اذْبَحْ ‏وَلاَ حَرَجَ » . فَجَاءَ آخَرُ فَقَالَ لَمْ أَشْعُرْ ، فَنَحَرْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِىَ . قَالَ « ارْمِ وَلاَ حَرَجَ » . فَمَا ‏سُئِلَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ شَىْءٍ قُدِّمَ وَلاَ أُخِّرَ إِلاَّ قَالَ افْعَلْ وَلاَ حَرَجَ . أطرافه ‏‏124 ، 1736 ، 1737 ، 1738 ، 6665 تحفة 8906‏
سيأتي : في الحج
‏24 - باب مَنْ أَجَابَ الْفُتْيَا بِإِشَارَةِ الْيَدِ وَالرَّأْسِ ‏
84- عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - سُئِلَ فِى حَجَّتِهِ فَقَالَ ذَبَحْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِىَ ، ‏فَأَوْمَأَ بِيَدِهِ قَالَ وَلاَ حَرَجَ . قَالَ حَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَذْبَحَ . فَأَوْمَأَ بِيَدِهِ وَلاَ حَرَجَ . أطرافه 1721 ، ‏‏1722 ، 1723 ، 1734 ، 1735 ، 6666 - تحفة 5999‏
سيأتي في الحج
85- عَنْ سَالِمٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « يُقْبَضُ الْعِلْمُ ، وَيَظْهَرُ ‏الْجَهْلُ وَالْفِتَنُ ، وَيَكْثُرُ الْهَرْجُ » . قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْهَرْجُ فَقَالَ هَكَذَا بِيَدِهِ ، فَحَرَّفَهَا ، كَأَنَّهُ ‏يُرِيدُ الْقَتْلَ . أطرافه 1036 ، 1412 ، 3608 ، 3609 ، 4635 ، 4636 ، 6037 ، 6506 ‏، 6935 ، 7061 ، 7115 ، 7121 - تحفة 12912‏
سيأتي في الفتن
86- عَنْ أَسْمَاءَ قَالَتْ أَتَيْتُ عَائِشَةَ وَهِىَ تُصَلِّى فَقُلْتُ مَا شَأْنُ النَّاسِ فَأَشَارَتْ إِلَى السَّمَاءِ ، فَإِذَا ‏النَّاسُ قِيَامٌ ، فَقَالَتْ سُبْحَانَ اللَّهِ . قُلْتُ آيَةٌ فَأَشَارَتْ بِرَأْسِهَا ، أَىْ نَعَمْ ، فَقُمْتُ حَتَّى تَجَلاَّنِى ‏الْغَشْىُ ، فَجَعَلْتُ أَصُبُّ عَلَى رَأْسِى الْمَاءَ ، فَحَمِدَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - ‏وَأَثْنَى عَلَيْهِ ، ثُمَّ قَالَ « مَا مِنْ شَىْءٍ لَمْ أَكُنْ أُرِيتُهُ إِلاَّ رَأَيْتُهُ فِى مَقَامِى حَتَّى الْجَنَّةَ وَالنَّارَ ، فَأُوحِىَ ‏إِلَىَّ أَنَّكُمْ تُفْتَنُونَ فِى قُبُورِكُمْ ، مِثْلَ - أَوْ قَرِيبًا لاَ أَدْرِى أَىَّ ذَلِكَ قَالَتْ أَسْمَاءُ - مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ ‏الدَّجَّالِ ، يُقَالُ مَا عِلْمُكَ بِهَذَا الرَّجُلِ فَأَمَّا الْمُؤْمِنُ - أَوِ الْمُوقِنُ لاَ أَدْرِى بِأَيِّهِمَا قَالَتْ أَسْمَاءُ - ‏فَيَقُولُ هُوَ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ جَاءَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى ، فَأَجَبْنَا وَاتَّبَعْنَا ، هُوَ مُحَمَّدٌ . ثَلاَثًا ، ‏فَيُقَالُ نَمْ صَالِحًا ، قَدْ عَلِمْنَا إِنْ كُنْتَ لَمُوقِنًا بِهِ ، وَأَمَّا الْمُنَافِقُ - أَوِ الْمُرْتَابُ لاَ أَدْرِى أَىَّ ذَلِكَ ‏قَالَتْ أَسْمَاءُ - فَيَقُولُ لاَ أَدْرِى ، سَمِعْتُ النَّاسَ يَقُولُونَ شَيْئًا فَقُلْتُهُ » . أطرافه 184 ، 922 ، ‏‏1053 ، 1054 ، 1061 ، 1235 ، 1373 ، 2519 ، 2520 ، 7287 - تحفة 15750 - ‏‏32/1‏
سيأتي في الجنائز
‏25 - باب تَحْرِيضِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - وَفْدَ عَبْدِ الْقَيْسِ عَلَى أَنْ يَحْفَظُوا الإِيمَانَ ‏وَالْعِلْمَ وَيُخْبِرُوا مَنْ وَرَاءَهُمْ . ‏
87- (انظر الحديث رقم: 53 في أواخر كتاب الإيمان)

‏26 - باب الرِّحْلَةِ فِى الْمَسْأَلَةِ النَّازِلَةِ وَتَعْلِيمِ أَهْلِهِ . ‏
88- عَنْ عُقْبَةَ بْنِ الْحَارِثِ أَنَّهُ تَزَوَّجَ ابْنَةً لأَبِى إِهَابِ بْنِ عَزِيزٍ ، فَأَتَتْهُ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ إِنِّى قَدْ أَرْضَعْتُ ‏عُقْبَةَ وَالَّتِى تَزَوَّجَ بِهَا . فَقَالَ لَهَا عُقْبَةُ مَا أَعْلَمُ أَنَّكِ أَرْضَعْتِنِى وَلاَ أَخْبَرْتِنِى . فَرَكِبَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ‏‏- صلى الله عليه وسلم - بِالْمَدِينَةِ فَسَأَلَهُ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « كَيْفَ ‏وَقَدْ قِيلَ » . فَفَارَقَهَا عُقْبَةُ ، وَنَكَحَتْ زَوْجًا غَيْرَهُ . أطرافه 2052 ، 2640 ، 2659 ، 2660 ‏، 5104 - تحفة 9905‏
سيأتي في الشهادات
‏27 - باب التَّنَاوُبِ فِى الْعِلْمِ . ‏
89- عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ عَنْ عُمَرَ قَالَ كُنْتُ أَنَا وَجَارٌ لِى مِنَ الأَنْصَارِ فِى بَنِى أُمَيَّةَ بْنِ زَيْدٍ ، وَهْىَ ‏مِنْ عَوَالِى الْمَدِينَةِ ، وَكُنَّا نَتَنَاوَبُ النُّزُولَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَنْزِلُ يَوْمًا ‏وَأَنْزِلُ يَوْمًا ، فَإِذَا نَزَلْتُ جِئْتُهُ بِخَبَرِ ذَلِكَ الْيَوْمِ مِنَ الْوَحْىِ وَغَيْرِهِ ، وَإِذَا نَزَلَ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ ، ‏فَنَزَلَ صَاحِبِى الأَنْصَارِىُّ يَوْمَ نَوْبَتِهِ ، فَضَرَبَ بَابِى ضَرْبًا شَدِيدًا . فَقَالَ أَثَمَّ هُوَ فَفَزِعْتُ فَخَرَجْتُ ‏إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ عَظِيمٌ . قَالَ فَدَخَلْتُ عَلَى حَفْصَةَ فَإِذَا هِىَ تَبْكِى فَقُلْتُ طَلَّقَكُنَّ رَسُولُ ‏اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَتْ لاَ أَدْرِى . ثُمَّ دَخَلْتُ عَلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - ‏فَقُلْتُ وَأَنَا قَائِمٌ أَطَلَّقْتَ نِسَاءَكَ قَالَ « لاَ » . فَقُلْتُ اللَّهُ أَكْبَرُ . أطرافه 2468 ، 4913 ، ‏‏4914 ، 4915 ، 5191 ، 5218 ، 5843 ، 7256 ، 7263 تحفة 10507‏
فقه الحديث:
-          الاعتماد على خبر الواحد ،
-          والعمل بمراسيل الصحابة .
-           وفي أن الطالب لا يغفل عن النظر في أمر معاشه ليستعين على طلب العلم وغيره ، مع أخذه بالحزم في السؤال عما يفوته يوم غيبته ، لما علم من حال عمر أنه كان يتعانى التجارة إذ ذاك
سيأتي في البيوع و النكاح
‏28 - باب الْغَضَبِ فِى الْمَوْعِظَةِ وَالتَّعْلِيمِ إِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ . ‏
90- عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ قَالَ قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لاَ أَكَادُ أُدْرِكُ الصَّلاَةَ مِمَّا يُطَوِّلُ بِنَا ‏فُلاَنٌ ، فَمَا رَأَيْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - فِى مَوْعِظَةٍ أَشَدَّ غَضَبًا مِنْ يَوْمِئِذٍ فَقَالَ « أَيُّهَا ‏النَّاسُ ، إِنَّكُمْ مُنَفِّرُونَ ، فَمَنْ صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ ، فَإِنَّ فِيهِمُ الْمَرِيضَ وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ ‏‏» . أطرافه 702 ، 704 ، 6110 ، 7159 - تحفة 10004 - 34/1‏
سيأتي في الصلاة
91- عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِىِّ أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - سَأَلَهُ رَجُلٌ عَنِ اللُّقَطَةِ فَقَالَ « ‏اعْرِفْ وِكَاءَهَا - أَوْ قَالَ وِعَاءَهَا - وَعِفَاصَهَا ، ثُمَّ عَرِّفْهَا سَنَةً ، ثُمَّ اسْتَمْتِعْ بِهَا ، فَإِنْ جَاءَ رَبُّهَا ‏فَأَدِّهَا إِلَيْهِ » . قَالَ فَضَالَّةُ الإِبِلِ فَغَضِبَ حَتَّى احْمَرَّتْ وَجْنَتَاهُ - أَوْ قَالَ احْمَرَّ وَجْهُهُ - فَقَالَ « وَمَا ‏لَكَ وَلَهَا مَعَهَا سِقَاؤُهَا وَحِذَاؤُهَا ، تَرِدُ الْمَاءَ ، وَتَرْعَى الشَّجَرَ ، فَذَرْهَا حَتَّى يَلْقَاهَا رَبُّهَا » . قَالَ ‏فَضَالَّةُ الْغَنَمِ قَالَ « لَكَ أَوْ لأَخِيكَ أَوْ لِلذِّئْبِ » . أطرافه 2372 ، 2427 ، 2428 ، 2429 ، ‏‏2436 ، 2438 ، 5292 ، 6112 - تحفة 3763‏
سيأتي في البيوع
92- عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ سُئِلَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ أَشْيَاءَ كَرِهَهَا ، فَلَمَّا أُكْثِرَ عَلَيْهِ ‏غَضِبَ ، ثُمَّ قَالَ لِلنَّاسِ « سَلُونِى عَمَّا شِئْتُمْ » . قَالَ رَجُلٌ مَنْ أَبِى قَالَ « أَبُوكَ حُذَافَةُ » . فَقَامَ ‏آخَرُ فَقَالَ مَنْ أَبِى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ « أَبُوكَ سَالِمٌ مَوْلَى شَيْبَةَ » . فَلَمَّا رَأَى عُمَرُ مَا فِى وَجْهِهِ ‏قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّا نَتُوبُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ . طرفه 7291 - تحفة 9052‏
تنبيه:
قصر المصنف الغضب على الموعظة والتعليم دون الحكم لأن الحاكم مأمور أن لا يقضي وهو غضبان ، والفرق أن الواعظ من شأنه أن يكون في صورة الغضبان لأن مقامه يقتضي تكلف الانزعاج لأنه في صورة المنذر ، وكذا المعلم إذا أنكر على من يتعلم منه سوء فهم ونحوه لأنه قد يكون أدعى للقبول منه ، وليس ذلك لازما في حق كل أحد بل يختلف باختلاف أحوال المتعلمين ، وأما الحاكم فهو بخلاف ذلك
سيأتي في تفسير سورة المائدة
‏29 - باب مَنْ بَرَكَ عَلَى رُكْبَتَيْهِ عِنْدَ الإِمَامِ أَوِ الْمُحَدِّثِ .
93- عَنِ الزُّهْرِىِّ قَالَ أَخْبَرَنِى أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - خَرَجَ ، فَقَامَ ‏عَبْدُ اللَّهِ بْنُ حُذَافَةَ فَقَالَ مَنْ أَبِى فَقَالَ « أَبُوكَ حُذَافَةُ » . ثُمَّ أَكْثَرَ أَنْ يَقُولَ « سَلُونِى » . فَبَرَكَ ‏عُمَرُ عَلَى رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا ، وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا ، وَبِمُحَمَّدٍ - صلى الله عليه وسلم - ‏نَبِيًّا ، فَسَكَتَ . أطرافه 540 ، 749 ، 4621 ، 6362 ، 6468 ، 6486 ، 7089 ، 7090 ‏، 7091 ، 7294
سيأتي في تفسير سورة المائدة
 ‏‏30 - باب مَنْ أَعَادَ الْحَدِيثَ ثَلاَثًا لِيُفْهَمَ عَنْهُ . ‏
94- عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - أَنَّهُ كَانَ إِذَا سَلَّمَ سَلَّمَ ثَلاَثًا ، وَإِذَا تَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ ‏أَعَادَهَا ثَلاَثًا . طرفاه 95 ، 6244 - تحفة 500 - 35/1‏
تنبيه:
قال بن المنير نبه البخاري بهذه الترجمة على الرد على من كره إعادة الحديث وأنكر على الطالب الاستعادة وعده من البلادة قال والحق أن هذا يختلف باختلاف القرائح فلا عيب على المستفيد الذي لا يحفظ من مرة إذا استعاد ولا عذر للمفيد إذا لم يعد بل الإعادة عليه آكد من الابتداء لأن الشروع ملزم وقال بن التين فيه أن الثلاث غاية ما يقع به الاعتذار والبيان
95- (انظر الحديث الماضي رقم: 94)
96-  (انظر الحديث رقم: 60)
‏31 - باب تَعْلِيمِ الرَّجُلِ أَمَتَهُ وَأَهْلَهُ . ‏
97- قَالَ عَامِرٌ الشَّعْبِىُّ حَدَّثَنِى أَبُو بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « ‏ثَلاَثَةٌ لَهُمْ أَجْرَانِ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمَنَ بِنَبِيِّهِ ، وَآمَنَ بِمُحَمَّدٍ - صلى الله عليه وسلم - ‏وَالْعَبْدُ الْمَمْلُوكُ إِذَا أَدَّى حَقَّ اللَّهِ وَحَقَّ مَوَالِيهِ ، وَرَجُلٌ كَانَتْ عِنْدَهُ أَمَةٌ { يَطَؤُهَا } فَأَدَّبَهَا ، ‏فَأَحْسَنَ تَأْدِيبَهَا ، وَعَلَّمَهَا فَأَحْسَنَ تَعْلِيمَهَا ، ثُمَّ أَعْتَقَهَا فَتَزَوَّجَهَا ، فَلَهُ أَجْرَانِ » . ثُمَّ قَالَ عَامِرٌ ‏أَعْطَيْنَاكَهَا بِغَيْرِ شَىْءٍ ، قَدْ كَانَ يُرْكَبُ فِيمَا دُونَهَا إِلَى الْمَدِينَةِ . أطرافه 2544 ، 2547 ، 2551 ‏، 3011 ، 3446 ، 5083 - تحفة 9107‏
فوائد:
 الأولى : وقع في شرح ابن التين وغيره أن الآية المذكورة نزلت في كعب الأحبار وعبد الله بن سلام ، وهو صواب في عبد الله خطأ في كعب ؛ لأن كعبا ليست له صحبة ، ولم يسلم إلا في عهد عمر بن الخطاب ، والذي في تفسير الطبري وغيره عن قتادة أنها نزلت في عبد الله بن سلام وسلمان الفارسي ، وهذا مستقيم ؛ لأن عبد الله كان يهوديا فأسلم كما سيأتي في الهجرة ، وسلمان كان نصرانيا فأسلم كما سيأتي في البيوع . وهما صحابيان مشهوران .
الثانية : قال القرطبي الكتابي الذي يضاعف أجره مرتين هو الذي كان على الحق في شرعه عقدا وفعلا إلى أن آمن بنبينا صلى الله عليه وسلم ، فيؤجر على اتباع الحق الأول والثاني . انتهى . ويشكل عليه أن النبي صلى الله عليه وسلم كتب إلى هرقل : " أسلم يؤتك الله أجرك مرتين " ، وهرقل كان ممن دخل في النصرانية بعد التبديل ، وقد قدمت بحث شيخ الإسلام في هذا في حديث أبي سفيان في بدء الوحي .
الثالثة : قال أبو عبد الملك البوني وغيره : إن الحديث لا يتناول اليهود البتة ، وليس بمستقيم كما قررناه . وقال الداودي ومن تبعه : إنه يحتمل أن يتناول جميع الأمم فيما فعلوه من خير كما في حديث حكيم بن حزام الآتي : " أسلمت على ما أسلفت من خير " وهو متعقب ؛ لأن الحديث مقيد بأهل الكتاب فلا يتناول غيرهم إلا بقياس الخير على الإيمان . وأيضا فالنكتة في قوله : " آمن بنبيه " الإشعار بعلية الأجر ، أي : أن سبب الأجرين الإيمان بالنبيين ، والكفار ليسوا كذلك . ويمكن أن يقال الفرق بين أهل الكتاب وغيرهم من الكفار أن أهل الكتاب يعرفون محمدا صلى الله عليه وسلم كما قال الله تعالى : ( يجدونه مكتوبا عندهم في التوراة والإنجيل ) فمن آمن به واتبعه منهم كان له فضل على غيره ، وكذا من كذبه منهم كان وزره أشد من وزر غيره ، وقد ورد مثل ذلك في حق نساء النبي صلى الله عليه وسلم لكون الوحي كان ينزل في بيوتهن . فإن قيل : فلم لم يذكرن في هذا الحديث فيكون العدد أربعة ؟ أجاب شيخنا شيخ الإسلام بأن قضيتهن خاصة بهن مقصورة عليهن ، والثلاثة المذكورة في الحديث مستمرة إلى يوم القيامة . وهذا مصير شيخنا إلى أن قضية مؤمن أهل الكتاب مستمرة ، وقد ادعى الكرماني اختصاص ذلك بمن آمن في عهد البعثة ، وعلل ذلك بأن نبيهم بعد البعثة إنما هو محمد صلى الله عليه وسلم باعتبار عموم بعثته . انتهى . وقضيته أن ذلك أيضا لا يتم لمن كان في عهد النبي صلى الله عليه وسلم ، فإن خصه بمن لم تبلغه الدعوة فلا فرق في ذلك بين عهده وبعده ، فما قاله شيخنا أظهر . والمراد بنسبتهم إلى غير نبينا صلى الله عليه وسلم إنما هو باعتبار ما كانوا عليه قبل ذلك ، وأما ما قوى به الكرماني دعواه بكون السياق مختلفا حيث قيل في مؤمن أهل الكتاب : " رجل " بالتنكير وفي " العبد " بالتعريف ، وحيث زيدت فيه : " إذا " الدالة على معنى الاستقبال فأشعر ذلك بأن الأجرين لمؤمن أهل الكتاب لا يقع في الاستقبال ، بخلاف العبد . انتهى . وهو غير مستقيم ؛ لأنه مشى فيه مع ظاهر اللفظ ، وليس متفقا عليه بين الرواة ، بل هو عند المصنف وغيره مختلف ، فقد عبر في ترجمة عيسى بإذا في الثلاثة ، وعبر في النكاح بقوله : " أيما رجل " في المواضع الثلاثة وهي صريحة في التعميم ، وأما الاختلاف بالتعريف والتنكير فلا أثر له هنا لأن المعرف بلام الجنس مؤداه مؤدى النكرة والله أعلم .
الرابعة : حكم المرأة الكتابية حكم الرجل كما هو مطرد في جل الأحكام حيث يدخلن مع الرجال بالتبعية إلا ما خصه الدليل
وستأتي مباحث العبد في العتق ومباحث الأمة في النكاح .
‏32 - باب عِظَةِ الإِمَامِ النِّسَاءَ وَتَعْلِيمِهِنَّ .‏
98- عَنْ أَيُّوبَ قَالَ سَمِعْتُ عَطَاءً قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ أَشْهَدُ عَلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه ‏وسلم - - أَوْ قَالَ عَطَاءٌ أَشْهَدُ عَلَى ابْنِ عَبَّاسٍ - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - خَرَجَ ‏وَمَعَهُ بِلاَلٌ ، فَظَنَّ أَنَّهُ لَمْ يُسْمِعِ النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ ، وَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ ، فَجَعَلَتِ الْمَرْأَةُ تُلْقِى ‏الْقُرْطَ وَالْخَاتَمَ ، وَبِلاَلٌ يَأْخُذُ فِى طَرَفِ ثَوْبِهِ . أطرافه 863 ، 962 ، 964 ، 975 ، ‏‏977 ، 979 ، 989 ، 1431 ، 1449 ، 4895 ، 5249 ، 5880 ، 5881 ، 5883 ، ‏‏7325 - تحفة 5883‏
فقه الحديث:
-          جواز المعاطاة في الصدقة ،
-          وصدقة المرأة من مالها بغير إذن زوجها ،
-          وأن الصدقة تمحو كثيرا من الذنوب التي تدخل النار .
سيأتي في العيدين
‏33 - باب الْحِرْصِ عَلَى الْحَدِيثِ . ‏
99- عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ ‏اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لاَ يَسْأَلَنِى عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ ‏أَوَّلُ مِنْكَ ، لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ ، أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ ‏لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ » . طرفه 6570 - تحفة 13001 - 36/1‏
فقه الحديث:
-          وأن كل أحد يحصل له سعد بشفاعته ؛ لكن المؤمن المخلص أكثر سعادة بها ، فإنه صلى الله عليه وسلم يشفع في الخلق لإراحتهم من هول الموقف ، ويشفع في بعض الكفار ، بتخفيف العذاب كما صح في حق أبي طالب ، ويشفع في بعض المؤمنين بالخروج من النار بعد أن دخلوها ، وفي بعضهم بعدم دخولها بعد أن استوجبوا دخولها ، وفي بعضهم بدخول الجنة بغير حساب ، وفي بعضهم برفع الدرجات فيها . فظهر الاشتراك في السعادة بالشفاعة وأن أسعدهم بها المؤمن المخلص  
-          و في هذا الحديث دليل على اشتراط النطق بكلمتي الشهادة لتعبيره بالقول في قوله : " من قال " .
‏34 - باب كَيْفَ يُقْبَضُ الْعِلْمُ ‏
100- عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « إِنَّ ‏اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا ، يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ ، حَتَّى إِذَا لَمْ ‏يُبْقِ عَالِمًا ، اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا ، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا » . قَالَ ‏الْفِرَبْرِىُّ حَدَّثَنَا عَبَّاسٌ قَالَ حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ هِشَامٍ نَحْوَهُ . طرفه 7307 - تحفة ‏‏8883‏
سيأتي في الإعتصام
‏35 - باب هَلْ يُجْعَلُ لِلنِّسَاءِ يَوْمٌ عَلَى حِدَةٍ فِى الْعِلْمِ ‏
101- عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ . قَالَتِ النِّسَاءُ لِلنَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - غَلَبَنَا عَلَيْكَ الرِّجَالُ ، ‏فَاجْعَلْ لَنَا يَوْمًا مِنْ نَفْسِكَ . فَوَعَدَهُنَّ يَوْمًا لَقِيَهُنَّ فِيهِ ، فَوَعَظَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ ، فَكَانَ فِيمَا قَالَ لَهُنَّ ‏‏« مَا مِنْكُنَّ امْرَأَةٌ تُقَدِّمُ ثَلاَثَةً مِنْ وَلَدِهَا إِلاَّ كَانَ لَهَا حِجَابًا مِنَ النَّارِ » . فَقَالَتِ امْرَأَةٌ وَاثْنَيْنِ فَقَالَ ‏‏« وَاثْنَيْنِ » . طرفاه 1249 ، 7310 - تحفة 4028‏
102- (انظر الحديث الماضي رقم: 101)
وَعَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الأَصْبَهَانِىِّ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا حَازِمٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ « ثَلاَثَةً لَمْ يَبْلُغُوا ‏الْحِنْثَ » . ‏
سيأتي في الجنائز
‏36 - باب مَنْ سَمِعَ شَيْئًا فَرَاجَعَ حَتَّى يَعْرِفَهُ . ‏
103- أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَتْ لاَ تَسْمَعُ شَيْئًا لاَ تَعْرِفُهُ إِلاَّ رَاجَعَتْ فِيهِ ‏حَتَّى تَعْرِفَهُ ، وَأَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ » . قَالَتْ عَائِشَةُ ‏فَقُلْتُ أَوَ لَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى ( فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا ) قَالَتْ فَقَالَ « إِنَّمَا ذَلِكَ ‏الْعَرْضُ ، وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ » . أطرافه 4939 ، 6536 ، 6537 - تحفة ‏‏16261‏
فقه الحديث :
-          ما كان عند عائشة من الحرص على تفهم معاني الحديث ،
-          وأن النبي صلى الله عليه وسلم لم يكن يتضجر من المراجعة في العلم .
-          وفيه جواز المناظرة ،
-          ومقابلة السنة بالكتاب ،
-          وتفاوت الناس في الحساب .
-          وفيه أن السؤال عن مثل هذا لم يدخل فيما نهي الصحابة عنه في قوله تعالى : ( لا تسألوا عن أشياء )
سيأتي في الإعتصام
‏37 - باب لِيُبَلِّغِ الْعِلْمَ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ .
104- عَنْ أَبِى شُرَيْحٍ أَنَّهُ قَالَ لِعَمْرِو بْنِ سَعِيدٍ وَهْوَ يَبْعَثُ الْبُعُوثَ إِلَى مَكَّةَ ائْذَنْ لِى أَيُّهَا الأَمِيرُ ‏أُحَدِّثْكَ قَوْلاً قَامَ بِهِ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - الْغَدَ مِنْ يَوْمِ الْفَتْحِ ، سَمِعَتْهُ أُذُنَاىَ وَوَعَاهُ ‏قَلْبِى ، وَأَبْصَرَتْهُ عَيْنَاىَ ، حِينَ تَكَلَّمَ بِهِ ، حَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ « إِنَّ مَكَّةَ حَرَّمَهَا اللَّهُ ، ‏وَلَمْ يُحَرِّمْهَا النَّاسُ ، فَلاَ يَحِلُّ لاِمْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ يَسْفِكَ بِهَا دَمًا ، وَلاَ يَعْضِدَ بِهَا ‏شَجَرَةً ، فَإِنْ أَحَدٌ تَرَخَّصَ لِقِتَالِ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فِيهَا فَقُولُوا إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذِنَ ‏لِرَسُولِهِ ، وَلَمْ يَأْذَنْ لَكُمْ . وَإِنَّمَا أَذِنَ لِى فِيهَا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ ، ثُمَّ عَادَتْ حُرْمَتُهَا الْيَوْمَ كَحُرْمَتِهَا ‏بِالأَمْسِ ، وَلْيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ » . فَقِيلَ لأَبِى شُرَيْحٍ مَا قَالَ عَمْرٌو قَالَ أَنَا أَعْلَمُ مِنْكَ يَا أَبَا ‏شُرَيْحٍ ، لاَ يُعِيذُ عَاصِيًا ، وَلاَ فَارًّا بِدَمٍ ، وَلاَ فَارًّا بِخَرْبَةٍ . طرفاه 1832 ، 4295 - تحفة ‏‏12057‏ ‏
فقه الحديث:
-          وفي الحديث شرف مكة ،
-          وتقديم الحمد والثناء على القول المقصود ،
-          وإثبات خصائص الرسول صلى الله عليه وسلم واستواء المسلمين معه في الحكم إلا ما ثبت تخصيصه به ، ووقوع النسخ
-           وفضل أبي شريح لاتباعه أمر النبي صلى الله عليه وسلم بالتبليغ عنه وغير ذلك .
سيأتي في الحج
105- عَنْ أَبِى بَكْرَةَ ذُكِرَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ - قَالَ مُحَمَّدٌ ‏وَأَحْسِبُهُ قَالَ وَأَعْرَاضَكُمْ - عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِى شَهْرِكُمْ هَذَا ، أَلاَ لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ مِنْكُمُ ‏الْغَائِبَ » . وَكَانَ مُحَمَّدٌ يَقُولُ صَدَقَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ ذَلِكَ « أَلاَ هَلْ ‏بَلَّغْتُ » مَرَّتَيْنِ . أطرافه 67 ، 1741 ، 3197 ، 4406 ، 4662 ، 5550 ، 7078 ، 7447 ‏تحفة 11682 - 38/1‏
سيأتي في الحج
‏38 - باب إِثْمِ مَنْ كَذَبَ عَلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - . ‏
‏106 - حَدَّثَنَا عَلِىُّ بْنُ الْجَعْدِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِى مَنْصُورٌ قَالَ سَمِعْتُ رِبْعِىَّ بْنَ ‏حِرَاشٍ يَقُولُ سَمِعْتُ عَلِيًّا يَقُولُ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « لاَ تَكْذِبُوا عَلَىَّ ، فَإِنَّهُ مَنْ ‏كَذَبَ عَلَىَّ فَلْيَلِجِ النَّارَ » . تحفة 10087‏
‏107 - حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ جَامِعِ بْنِ شَدَّادٍ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ ‏عَنْ أَبِيهِ قَالَ قُلْتُ لِلزُّبَيْرِ إِنِّى لاَ أَسْمَعُكَ تُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - كَمَا ‏يُحَدِّثُ فُلاَنٌ وَفُلاَنٌ . قَالَ أَمَا إِنِّى لَمْ أُفَارِقْهُ وَلَكِنْ سَمِعْتُهُ يَقُولُ « مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ ‏مِنَ النَّارِ » . تحفة 3623‏

‏108 - حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ قَالَ أَنَسٌ إِنَّهُ لَيَمْنَعُنِى أَنْ ‏أُحَدِّثَكُمْ حَدِيثًا كَثِيرًا أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَنْ تَعَمَّدَ عَلَىَّ كَذِبًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ ‏مِنَ النَّارِ » . تحفة 1045‏
‏109 - حَدَّثَنَا مَكِّىُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِى عُبَيْدٍ عَنْ سَلَمَةَ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ - صلى ‏الله عليه وسلم - يَقُولُ « مَنْ يَقُلْ عَلَىَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ » . تحفة 4548
‏النكت: وهذا الحديث أول ثلاثي وقع في البخاري ، وليس فيه أعلى من الثلاثيات ، وقد أفردت فبلغت أكثر من عشرين حديثا
110- عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ ‏النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « تَسَمَّوْا بِاسْمِى وَلاَ تَكْتَنُوا بِكُنْيَتِى ، وَمَنْ رَآنِى فِى الْمَنَامِ ‏فَقَدْ رَآنِى ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَمَثَّلُ فِى صُورَتِى ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ ‏النَّارِ » . أطرافه 3539 ، 6188 ، 6197 ، 6993 - تحفة 12852‏
‏39 - باب كِتَابَةِ الْعِلْمِ . ‏
111- عَنْ أَبِى جُحَيْفَةَ قَالَ قُلْتُ لِعَلِىٍّ هَلْ عِنْدَكُمْ كِتَابٌ قَالَ لاَ ، إِلاَّ كِتَابُ اللَّهِ ، أَوْ فَهْمٌ أُعْطِيَهُ رَجُلٌ ‏مُسْلِمٌ ، أَوْ مَا فِى هَذِهِ الصَّحِيفَةِ . قَالَ قُلْتُ فَمَا فِى هَذِهِ الصَّحِيفَةِ قَالَ الْعَقْلُ ، وَفَكَاكُ الأَسِيرِ ، ‏وَلاَ يُقْتَلُ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ . أطرافه 1870 ، 3047 ، 3172 ، 3179 ، 6755 ، 6903 ، 6915 ‏، 7300 تحفة 10311‏
سيأتي ...
112- عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ خُزَاعَةَ قَتَلُوا رَجُلاً مِنْ بَنِى لَيْثٍ عَامَ فَتْحِ مَكَّةَ بِقَتِيلٍ مِنْهُمْ قَتَلُوهُ ، فَأُخْبِرَ بِذَلِكَ ‏النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فَرَكِبَ رَاحِلَتَهُ ، فَخَطَبَ فَقَالَ « إِنَّ اللَّهَ حَبَسَ عَنْ مَكَّةَ الْقَتْلَ ‏‏- أَوِ الْفِيلَ شَكَّ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ - وَسَلَّطَ عَلَيْهِمْ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَالْمُؤْمِنِينَ ، ‏أَلاَ وَإِنَّهَا لَمْ تَحِلَّ لأَحَدٍ قَبْلِى ، وَلاَ تَحِلُّ لأَحَدٍ بَعْدِى أَلاَ وَإِنَّهَا حَلَّتْ لِى سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ ، أَلاَ وَإِنَّهَا ‏سَاعَتِى هَذِهِ حَرَامٌ ، لاَ يُخْتَلَى شَوْكُهَا ، وَلاَ يُعْضَدُ شَجَرُهَا ، وَلاَ تُلْتَقَطُ سَاقِطَتُهَا إِلاَّ لِمُنْشِدٍ ، ‏فَمَنْ قُتِلَ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يُعْقَلَ ، وَإِمَّا أَنْ يُقَادَ أَهْلُ الْقَتِيلِ » . فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ ‏الْيَمَنِ فَقَالَ اكْتُبْ لِى يَا رَسُولَ اللَّهِ . فَقَالَ « اكْتُبُوا لأَبِى فُلاَنٍ » . فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ إِلاَّ ‏الإِذْخِرَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، فَإِنَّا نَجْعَلُهُ فِى بُيُوتِنَا وَقُبُورِنَا . فَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « إِلاَّ ‏الإِذْخِرَ ، إِلاَّ الإِذْخِرَ » . قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ يُقَالُ يُقَادُ بِالْقَافِ . فَقِيلَ لأَبِى عَبْدِ اللَّهِ أَىُّ شَىْءٍ ‏كَتَبَ لَهُ قَالَ كَتَبَ لَهُ هَذِهِ الْخُطْبَةَ . طرفاه 2434 ، 6880 - تحفة 15372 - 39/1‏
سيأتي في الحج
113-  وَهْبُ بْنُ مُنَبِّهٍ عَنْ أَخِيهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ مَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه ‏وسلم - أَحَدٌ أَكْثَرَ حَدِيثًا عَنْهُ مِنِّى ، إِلاَّ مَا كَانَ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ وَلاَ ‏أَكْتُبُ . تَابَعَهُ مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ . تحفة 14800‏
فوائد: أن أبا هريرة كان جازما بأنه ليس في الصحابة أكثر حديثا عن النبي صلى الله عليه وسلم منه إلا عبد الله ، مع أن الموجود المروي عن عبد الله بن عمرو أقل من الموجود المروي عن أبي هريرة بأضعاف مضاعفة ، فإن قلنا الاستثناء منقطع فلا إشكال ، إذ التقدير : لكن الذي كان من عبد الله وهو الكتابة لم يكن مني ، سواء لزم منه كونه أكثر حديثا لما تقتضيه العادة أم لا . وإن قلنا الاستثناء متصل فالسبب فيه من جهات : أحدها أن عبد الله كان مشتغلا بالعبادة أكثر من اشتغاله بالتعليم فقلت الرواية عنه . ثانيها أنه كان أكثر مقامه بعد فتوح الأمصار بمصر أو بالطائف ولم تكن الرحلة إليهما ممن يطلب العلم كالرحلة إلى المدينة ، وكان أبو هريرة متصديا فيها للفتوى والتحديث إلى أن مات ، ويظهر هذا من كثرة من حمل عن أبي هريرة ، فقد ذكر البخاري أنه روى عنه ثمانمائة نفس من التابعين ، ولم يقع هذا لغيره . ثالثها ما اختص به أبو هريرة من دعوة النبي صلى الله عليه وسلم له بأن لا ينسى ما يحدثه به كما سنذكره قريبا . رابعها أن عبد الله كان قد ظفر في الشام بحمل جمل من كتب أهل الكتاب فكان ينظر فيها ويحدث منها فتجنب الأخذ عنه لذلك كثير من أئمة التابعين . والله أعلم .
أن النبي صلى الله عليه وسلم أذن في كتابة الحديث عنه ، وهو يعارض حديث أبي سعيد الخدري أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال " لا تكتبوا عني شيئا غير القرآن " رواه مسلم . والجمع بينهما أن النهي خاص بوقت نزول القرآن خشية التباسه بغيره ، والإذن في غير ذلك . أو أن النهي خاص بكتابة غير القرآن مع القرآن في شيء واحد والإذن في تفريقهما ، أو النهي متقدم والإذن ناسخ له عند الأمن من الالتباس وهو أقربها مع أنه لا ينافيها . وقيل النهي خاص بمن خشي منه الاتكال على الكتابة دون الحفظ ، والإذن لمن أمن منه ذلك ، ومنهم من أعل حديث أبي سعيد وقال : الصواب وقفه على أبي سعيد ، قاله البخاري وغيره . قال العلماء . كره جماعة من الصحابة والتابعين كتابة الحديث واستحبوا أن يؤخذ عنهم حفظا كما أخذوا حفظا ، لكن لما قصرت الهمم وخشي الأئمة ضياع العلم دونوه ، وأول من دون الحديث ابن شهاب الزهري على رأس المائة بأمر عمر بن عبد العزيز ، ثم كثر التدوين ثم التصنيف ، وحصل بذلك خير كثير . فلله الحمد .
114- عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ لَمَّا اشْتَدَّ بِالنَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - وَجَعُهُ قَالَ « ائْتُونِى بِكِتَابٍ ‏أَكْتُبُ لَكُمْ كِتَابًا لاَ تَضِلُّوا بَعْدَهُ » . قَالَ عُمَرُ إِنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - غَلَبَهُ الْوَجَعُ ‏وَعِنْدَنَا كِتَابُ اللَّهِ حَسْبُنَا فَاخْتَلَفُوا وَكَثُرَ اللَّغَطُ . قَالَ « قُومُوا عَنِّى ، وَلاَ يَنْبَغِى عِنْدِى التَّنَازُعُ ‏‏» . فَخَرَجَ ابْنُ عَبَّاسٍ يَقُولُ إِنَّ الرَّزِيَّةَ كُلَّ الرَّزِيَّةِ مَا حَالَ بَيْنَ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم ‏‏- وَبَيْنَ كِتَابِهِ . أطرافه 3053 ، 3168 ، 4431 ، 4432 ، 5669 ، 7366 - تحفة 5841‏
المسألة الشائعة:
وظهر لطائفة أخرى أن الأولى أن يكتب لما فيه من امتثال أمره وما يتضمنه من زيادة الإيضاح ، ودل أمره لهما بالقيام على أن أمره الأول كان على الاختيار ، ولهذا عاش صلى الله عليه وسلم بعد ذلك أياما ولم يعاود أمرهم بذلك ، ولو كان واجبا لم يتركه لاختلافهم لأنه لم يترك التبليغ لمخالفة من خالف ، وقد كان الصحابة يراجعونه في بعض الأمور ما لم يجزم بالأمر ، فإذا عزم امتثلوا . وسيأتي بسط ذلك في كتاب الاعتصام إن شاء الله تعالى . وقد عد هذا من موافقة عمر رضي الله عنه . واختلف في المراد بالكتاب ، فقيل : كان أراد أن يكتب كتابا ينص فيه على الأحكام ليرتفع الاختلاف ، وقيل : بل أراد أن ينص على أسامي الخلفاء بعده حتى لا يقع بينهم الاختلاف ، قاله سفيان بن عيينة . ويؤيده أنه صلى الله عليه وسلم قال في أوائل مرضه وهو عند عائشة : " ادعي لي أباك وأخاك حتى أكتب كتابا ، فإني أخاف أن يتمنى متمن ويقول قائل ، ويأبى الله والمؤمنون إلا أبا بكر " أخرجه مسلم . وللمصنف معناه ، ومع ذلك فلم يكتب ، والأول أظهر لقول عمر : كتاب الله حسبنا . أي : كافينا . مع أنه يشمل الوجه الثاني لأنه بعض أفراده . والله أعلم .
تنبيه: قدم حديث علي أنه كتب عن النبي صلى الله عليه وسلم ويطرقه احتمال أن يكون إنما كتب ذلك بعد النبي صلى الله عليه وسلم ولم يبلغه النهي ، وثنى بحديث أبي هريرة وفيه الأمر بالكتابة وهو بعد النهي فيكون ناسخا ، وثلث بحديث عبد الله بن عمرو وقد بينت أن في بعض طرقه إذن النبي صلى الله عليه وسلم له في ذلك ، فهو أقوى في الاستدلال للجواز من الأمر أن يكتبوا لأبي شاه لاحتمال اختصاص ذلك بمن يكون أميا أو أعمى ، وختم بحديث ابن عباس الدال على أنه صلى الله عليه وسلم هم أن يكتب لأمته كتابا يحصل معه الأمن من الاختلاف وهو لا يهم إلا بحق .
‏40 - باب الْعِلْمِ وَالْعِظَةِ بِاللَّيْلِ . ‏
115- عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتِ اسْتَيْقَظَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - ذَاتَ لَيْلَةٍ فَقَالَ « سُبْحَانَ اللَّهِ مَاذَا ‏أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ مِنَ الْفِتَنِ وَمَاذَا فُتِحَ مِنَ الْخَزَائِنِ أَيْقِظُوا صَوَاحِبَاتِ الْحُجَرِ ، فَرُبَّ كَاسِيَةٍ فِى الدُّنْيَا ‏عَارِيَةٍ فِى الآخِرَةِ » . أطرافه 1126 ، 3599 ، 5844 ، 6218 ، 7069 - تحفة 18290 - ‏‏40/1‏
فقه الحديث:
-          وأشار صلى الله عليه وسلم بذلك إلى موجب إيقاظ أزواجه ، أي : ينبغي لهن أن لا يتغافلن عن العبادة ويعتمدن على كونهن أزواج النبي صلى الله عليه وسلم .
-          وفي الحديث جواز قول : " سبحان الله " عند التعجب ،
-          وندبية ذكر الله بعد الاستيقاظ ،
-           وإيقاظ الرجل أهله بالليل للعبادة لا سيما عند آية تحدث .
سيأتي في الفتن
‏41 - باب السَّمَرِ بِالْعِلْمِ . ‏
116- أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ قَالَ صَلَّى بِنَا النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - الْعِشَاءَ فِى آخِرِ حَيَاتِهِ ، فَلَمَّا ‏سَلَّمَ قَامَ فَقَالَ « أَرَأَيْتَكُمْ لَيْلَتَكُمْ هَذِهِ ، فَإِنَّ رَأْسَ مِائَةِ سَنَةٍ مِنْهَا لاَ يَبْقَى مِمَّنْ هُوَ عَلَى ظَهْرِ ‏الأَرْضِ أَحَدٌ » . طرفاه 564 ، 601 - تحفة 6867 ، 8578‏
سيأتي في الصلاة
117- عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ بِتُّ فِى بَيْتِ خَالَتِى مَيْمُونَةَ بِنْتِ الْحَارِثِ زَوْجِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم ‏‏- وَكَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - عِنْدَهَا فِى لَيْلَتِهَا ، فَصَلَّى النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - ‏الْعِشَاءَ ، ثُمَّ جَاءَ إِلَى مَنْزِلِهِ ، فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ، ثُمَّ نَامَ ، ثُمَّ قَامَ ، ثُمَّ قَالَ « نَامَ الْغُلَيِّمُ » . أَوْ ‏كَلِمَةً تُشْبِهُهَا ، ثُمَّ قَامَ فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ ، فَجَعَلَنِى عَنْ يَمِينِهِ ، فَصَلَّى خَمْسَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ صَلَّى ‏رَكْعَتَيْنِ ، ثُمَّ نَامَ حَتَّى سَمِعْتُ غَطِيطَهُ - أَوْ خَطِيطَهُ - ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ . أطرافه 138 ، ‏‏183 ، 697 ، 698 ، 699 ، 726 ، 728 ، 859 ، 992 ، 1198 ، 4569 ، 4570 ، ‏‏4571 ، 4572 ، 5919 ، 6215 ، 6316 ، 7452 - تحفة 5496‏
فقه الصحيح: والأولى من هذا كله أن مناسبة الترجمة مستفادة من لفظ آخر في هذا الحديث بعينه من طريق أخرى ، وهذا يصنعه المصنف كثيرا يريد به تنبيه الناظر في كتابه على الاعتناء بتتبع طرق الحديث ، والنظر في مواقع ألفاظ الرواة ؛ لأن تفسير الحديث بالحديث أولى من الخوض فيه بالظن .
النكت: وإنما أراد البخاري هنا ما وقع في بعض طرق هذا الحديث مما يدل صريحا على حقيقة السمر بعد العشاء ، وهو ما أخرجه في التفسير وغيره من طريق كريب عن ابن عباس قال : بت في بيت ميمونة فتحدث رسول الله صلى الله عليه وسلم مع أهله ساعة ثم رقد . . الحديث . فصحت الترجمة بحمد الله تعالى من غير حاجة إلى تعسف ولا رجم بالظن .
سيأتي في الصلاة
‏42 - باب حِفْظِ الْعِلْمِ . ‏
مناسبة الباب بالحديث : لم يذكر في الباب شيئا عن غير أبي هريرة ، وذلك لأنه كان أحفظ الصحابة للحديث ، قال الشافعي رضي الله عنه : أبو هريرة أحفظ من روى الحديث في عصره . وقد كان ابن عمر يترحم عليه في جنازته ويقول : كان يحفظ على المسلمين حديث النبي صلى الله عليه وسلم ، رواه ابن سعد . وقد دل الحديث الثالث من الباب على أنه لم يحدث بجميع محفوظه ، ومع ذلك فالموجود من حديثه أكثر من الموجود من حديث غيره من المكثرين ، ولا يعارض هذا ما تقدم من تقديمه عبد الله بن عمرو على نفسه في كثرة الحديث لأنا قدمنا الجواب عن ذلك ؛ ولأن الحديث الثاني من الباب دل على أنه لم ينس شيئا سمعه ، ولم يثبت مثل ذلك لغيره .
118- عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ إِنَّ النَّاسَ يَقُولُونَ أَكْثَرَ أَبُو هُرَيْرَةَ ، وَلَوْلاَ آيَتَانِ فِى كِتَابِ اللَّهِ مَا حَدَّثْتُ ‏حَدِيثًا ، ثُمَّ يَتْلُو ( إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ ) إِلَى قَوْلِهِ ( الرَّحِيمُ ) إِنَّ إِخْوَانَنَا مِنَ ‏الْمُهَاجِرِينَ كَانَ يَشْغَلُهُمُ الصَّفْقُ بِالأَسْوَاقِ ، وِإِنَّ إِخْوَانَنَا مِنَ الأَنْصَارِ كَانَ يَشْغَلُهُمُ الْعَمَلُ فِى ‏أَمْوَالِهِمْ ، وَإِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ يَلْزَمُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - بِشِبَعِ بَطْنِهِ وَيَحْضُرُ مَا لاَ ‏يَحْضُرُونَ ، وَيَحْفَظُ مَا لاَ يَحْفَظُونَ . أطرافه 119 ، 2047 ، 2350 ، 3648 ، 7354 - تحفة ‏‏13957‏
119- عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنِّى أَسْمَعُ مِنْكَ حَدِيثًا كَثِيرًا أَنْسَاهُ . قَالَ « ابْسُطْ ‏رِدَاءَكَ » فَبَسَطْتُهُ . قَالَ فَغَرَفَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ « ضُمُّهُ » فَضَمَمْتُهُ فَمَا نَسِيتُ شَيْئًا بَعْدَهُ . حَدَّثَنَا ‏إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى فُدَيْكٍ بِهَذَا أَوْ قَالَ غَرَفَ بِيَدِهِ فِيهِ . أطرافه 118 ، ‏‏2047 ، 2350 ، 3648 ، 7354 - تحفة 13015 - 41/1‏
فائدة: المقالة المشار إليها في حديث الزهري أبهمت في جميع طرقه ، وقد وجدتها مصرحا بها في جامع الترمذي وفي الحلية لأبي نعيم من طريق أخرى عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " ما من رجل يسمع كلمة أو كلمتين أو ثلاثا أو أربعا أو خمسا مما فرض الله فيتعلمهن ويعلمهن إلا دخل الجنة " فذكر الحديث . وفي هذين الحديثين فضيلة ظاهرة لأبي هريرة ومعجزة واضحة من علامات النبوة ؛ لأن النسيان من لوازم الإنسان ، وقد اعترف أبو هريرة بأنه كان يكثر منه ثم تخلف عنه ببركة النبي صلى الله عليه وسلم . وفي المستدرك للحاكم من حديث زيد بن ثابت قال : " كنت أنا وأبو هريرة وآخر عند النبي صلى الله عليه وسلم فقال : ادعوا . فدعوت أنا وصاحبي وأمن النبي صلى الله عليه وسلم ، ثم دعا أبو هريرة فقال : اللهم إني أسألك مثل ما سألك صاحباي ، وأسألك علما لا ينسى . فأمن النبي صلى الله عليه وسلم فقلنا : ونحن كذلك يا رسول الله ، فقال : سبقكما الغلام الدوسي " وفيه الحث على حفظ العلم ، وفيه أن التقلل من الدنيا أمكن لحفظه . وفيه فضيلة التكسب لمن له عيال ، وفيه جواز إخبار المرء بما فيه من فضيلة إذ اضطر إلى ذلك وأمن من الإعجاب .
‏120 - حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِى أَخِى عَنِ ابْنِ أَبِى ذِئْبٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِىِّ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ ‏قَالَ حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وِعَاءَيْنِ ، فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَبَثَثْتُهُ ، وَأَمَّا ‏الآخَرُ فَلَوْ بَثَثْتُهُ قُطِعَ هَذَا الْبُلْعُومُ . تحفة 13023‏
النكت: وحمل العلماء الوعاء الذي لم يبثه على الأحاديث التي فيها تبيين أسامي أمراء السوء وأحوالهم وزمنهم ، وقد كان أبو هريرة يكني عن بعضه ولا يصرح به خوفا على نفسه منهم ، كقوله : أعوذ بالله من رأس الستين وإمارة الصبيان يشير إلى خلافة يزيد بن معاوية لأنها كانت سنة ستين من الهجرة . واستجاب الله دعاء أبي هريرة فمات قبلها بسنة ، وستأتي الإشارة إلى شيء من ذلك أيضا في كتاب الفتن إن شاء الله تعالى . قال ابن المنير : جعل الباطنية هذا الحديث ذريعة إلى تصحيح باطلهم حيث اعتقدوا أن للشريعة ظاهرا وباطنا ، وذلك الباطن إنما حاصله الانحلال من الدين . قال : وإنما أراد أبو هريرة بقوله : " قطع " أي : قطع أهل الجور رأسه إذا سمعوا عيبه لفعلهم وتضليله لسعيهم ، ويؤيد ذلك أن الأحاديث المكتوبة لو كانت من الأحكام الشرعية ما وسعه كتمانها لما ذكره في الحديث الأول من الآية الدالة على ذم من كتم العلم . وقال غيره : يحتمل أن يكون أراد مع الصنف المذكور ما يتعلق بأشراط الساعة وتغير الأحوال والملاحم في آخر الزمان ، فينكر ذلك من لم يألفه ، ويعترض عليه من لا شعور له به .
‏43 - باب الإِنْصَاتِ لِلْعُلَمَاءِ . ‏
121- عَنْ جَرِيرٍ أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ لَهُ فِى حَجَّةِ الْوَدَاعِ « اسْتَنْصِتِ النَّاسَ » ‏فَقَالَ « لاَ تَرْجِعُوا بَعْدِى كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ » . أطرافه 4405 ، 6869 ، 7080 ‏‏- تحفة 3236‏
مناسبة الترجمة:
قال ابن بطال: فيه أن الإنصات للعلماء لازم للمتعلمين ؛ لأن العلماء ورثة الأنبياء . كأنه أراد بهذا مناسبة الترجمة للحديث ، وذلك أن الخطبة المذكورة كانت في حجة الوداع والجمع كثير جدا ، وكان اجتماعهم لرمي الجمار وغير ذلك من أمور الحج ، وقد قال لهم : " خذوا عني مناسككم " كما ثبت في صحيح مسلم ، فلما خطبهم ليعلمهم ناسب أن يأمرهم بالإنصات .
لعة الحديث:
وقد وقع التفريق بين الإنصات والاستماع في قوله تعالى : ( وإذا قرئ القرآن فاستمعوا له وأنصتوا ) ومعناهما مختلف ، فالإنصات هو السكوت وهو يحصل ممن يستمع وممن لا يستمع كأن يكون مفكرا في أمر آخر ، وكذلك الاستماع قد يكون مع السكوت وقد يكون مع النطق بكلام آخر لا يشتغل الناطق به عن فهم ما يقول الذي يستمع منه ، وقد قال سفيان الثوري وغيره : أول العلم الاستماع ، ثم الإنصات ، ثم الحفظ ، ثم العمل ، ثم النشر . وعن الأصمعي تقديم الإنصات على الاستماع . وقد ذكر علي بن المديني أنه قال لابن عيينة : أخبرني معتمر بن سليمان عن كهمس عن مطرف قال : الإنصات من العينين . فقال له ابن عيينة : وما ندري كيف ذلك ؟ قال : إذا حدثت رجلا فلم ينظر إليك لم يكن منصتا انتهى .
سيأتي في الفتن
‏44 - باب مَا يُسْتَحَبُّ لِلْعَالِمِ إِذَا سُئِلَ أَىُّ النَّاسِ أَعْلَمُ فَيَكِلُ الْعِلْمَ إِلَى اللَّهِ . ‏
122- (انظر الحديث رقم: 74)
‏45 - باب مَنْ سَأَلَ وَهْوَ قَائِمٌ عَالِمًا جَالِسًا .‏
123- عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَا الْقِتَالُ ‏فِى سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنَّ أَحَدَنَا يُقَاتِلُ غَضَبًا ، وَيُقَاتِلُ حَمِيَّةً . فَرَفَعَ إِلَيْهِ رَأْسَهُ - قَالَ وَمَا رَفَعَ إِلَيْهِ رَأْسَهُ ‏إِلاَّ أَنَّهُ كَانَ قَائِمًا - فَقَالَ « مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِىَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ » . ‏أطرافه 2810 ، 3126 ، 7458 - تحفة 8999 - 43/1‏
فقه الحديث:
-          أن العالم الجالس إذا سأله شخص قائم لا يعد من باب من أحب أن يتمثل له الرجال قياما . بل هذا جائز ، بشرط الأمن من الإعجاب . قاله ابن المنير .
-          هو من جوامع كلمه صلى الله عليه وسلم لأنه أجاب بلفظ جامع لمعنى السؤال مع الزيادة عليه ،
-          وفي الحديث شاهد لحديث " الأعمال بالنيات " ،
-          وأنه لا بأس بقيام طالب الحاجة عند أمن الكبر ،
-          وأن الفضل الذي ورد في المجاهدين مختص بمن قاتل لإعلاء دين الله .
-          وفيه استحباب إقبال المسئول على السائل .
سيأتي في الجهاد
‏46 - باب السُّؤَالِ وَالْفُتْيَا عِنْدَ رَمْىِ الْجِمَارِ . ‏
124- (انظر الحديث رقم: 83)
فقه الحديث: اشتغال العالم بالطاعة لا يمنع من سؤاله عن العلم ما لم يكن مستغرقا فيها إن الكلام في الرمي وغيره من المناسك جائز
فقه الصحيح: أن المصنف كثيرا ما يتمسك بالعموم ، فوقوع السؤال عند الجمرة أعم من أن يكون في حال اشتغاله بالرمي أو بعد الفراغ منه
‏47 - باب قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى ( وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً )‏
125- عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ بَيْنَا أَنَا أَمْشِى مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فِى خَرِبِ الْمَدِينَةِ ، وَهُوَ ‏يَتَوَكَّأُ عَلَى عَسِيبٍ مَعَهُ ، فَمَرَّ بِنَفَرٍ مِنَ الْيَهُودِ ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ سَلُوهُ عَنِ الرُّوحِ . وَقَالَ ‏بَعْضُهُمْ لاَ تَسْأَلُوهُ لاَ يَجِىءُ فِيهِ بِشَىْءٍ تَكْرَهُونَهُ . فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَنَسْأَلَنَّهُ . فَقَامَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَقَالَ يَا أَبَا ‏الْقَاسِمِ ، مَا الرُّوحُ فَسَكَتَ . فَقُلْتُ إِنَّهُ يُوحَى إِلَيْهِ . فَقُمْتُ ، فَلَمَّا انْجَلَى عَنْهُ ، قَالَ ( ‏وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّى وَمَا أُوتُوا مِنَ الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً ) . قَالَ الأَعْمَشُ ‏هَكَذَا فِى قِرَاءَتِنَا . أطرافه 4721 ، 7297 ، 7456 ، 7462 - تحفة 9419‏
سيأتي في التفسير
‏48 - باب مَنْ تَرَكَ بَعْضَ الاِخْتِيَارِ مَخَافَةَ أَنْ يَقْصُرَ فَهْمُ بَعْضِ النَّاسِ عَنْهُ فَيَقَعُوا فِى أَشَدَّ مِنْهُ . ‏
عَنِ الأَسْوَدِ قَالَ قَالَ لِى ابْنُ الزُّبَيْرِ كَانَتْ عَائِشَةُ تُسِرُّ إِلَيْكَ كَثِيرًا فَمَا حَدَّثَتْكَ فِى الْكَعْبَةِ قُلْتُ ‏قَالَتْ لِى قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « يَا عَائِشَةُ ، لَوْلاَ قَوْمُكِ حَدِيثٌ عَهْدُهُمْ - قَالَ ‏ابْنُ الزُّبَيْرِ بِكُفْرٍ - لَنَقَضْتُ الْكَعْبَةَ فَجَعَلْتُ لَهَا بَابَيْنِ بَابٌ يَدْخُلُ النَّاسُ ، وَبَابٌ يَخْرُجُونَ » . ‏فَفَعَلَهُ ابْنُ الزُّبَيْرِ . أطرافه 1583 ، 1584 ، 1585 ، 1586 ، 3368 ، 4484 ، 7243 - ‏تحفة 16016 - 44/1‏
سيأتي في الحج
‏49 - باب مَنْ خَصَّ بِالْعِلْمِ قَوْمًا دُونَ قَوْمٍ كَرَاهِيَةَ أَنْ لاَ يَفْهَمُوا . ‏
مناسبة الترجمة: وهذه الترجمة قريبة من الترجمة التي قبلها ؛ ولكن هذه في الأقوال وتلك في الأفعال أو فيهما
‏127 - وَقَالَ عَلِىٌّ حَدِّثُوا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُونَ ، أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ ‏بْنُ مُوسَى عَنْ مَعْرُوفِ بْنِ خَرَّبُوذٍ عَنْ أَبِى الطُّفَيْلِ عَنْ عَلِىٍّ بِذَلِكَ . تحفة 10153‏
النكت: وممن كره التحديث ببعض دون بعض أحمد في الأحاديث التي ظاهرها الخروج على السلطان ، ومالك في أحاديث الصفات ، وأبو يوسف في الغرائب ، ومن قبلهم أبو هريرة كما تقدم عنه في الجرابين وأن المراد ما يقع من الفتن ، ونحوه عن حذيفة وعن الحسن أنه أنكر تحديث أنس للحجاج بقصة العرنيين لأنه اتخذها وسيلة إلى ما كان يعتمده من المبالغة في سفك الدماء بتأويله الواهي ، وضابط ذلك أن يكون ظاهر الحديث يقوي البدعة وظاهره في الأصل غير مراد ، فالإمساك عنه عند من يخشى عليه الأخذ بظاهره مطلوب . والله أعلم .
128- عَنْ قَتَادَةَ قَالَ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - وَمُعَاذٌ رَدِيفُهُ عَلَى الرَّحْلِ ‏قَالَ « يَا مُعَاذُ بْنَ جَبَلٍ » . قَالَ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ . قَالَ « يَا مُعَاذُ » . قَالَ لَبَّيْكَ ‏يَا رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ . ثَلاَثًا .قَالَ « مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ اللَّهُ ‏عَلَى النَّارِ » . قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَفَلاَ أُخْبِرُ بِهِ النَّاسَ فَيَسْتَبْشِرُوا قَالَ « إِذًا يَتَّكِلُوا » . وَأَخْبَرَ ‏بِهَا مُعَاذٌ عِنْدَ مَوْتِهِ تَأَثُّمًا . ‏
فقه الحديث:
-          جواز الإرداف ، وبيان تواضع النبي صلى الله عليه وسلم ،
-          ومنزلة معاذ بن جبل من العلم لأنه خصه بما ذكر .
-          وفيه جواز استفسار الطالب عما يتردد فيه ،
-          واستئذانه في إشاعة ما يعلم به وحده .

المسألة الشائعة:
وأراد بهذا التقرير رفع الإشكال عن ظاهر الخبر ؛ لأنه يقتضي عدم دخول جميع من شهد الشهادتين النار لما فيه من التعميم والتأكيد ، لكن دلت الأدلة القطعية عند أهل السنة على أن طائفة من عصاة المؤمنين يعذبون ثم يخرجون من النار بالشفاعة ، فعلم أن ظاهره غير مراد ، فكأنه قال : إن ذلك مقيد بمن عمل الأعمال الصالحة . قال : ولأجل خفاء ذلك لم يؤذن لمعاذ في التبشير به . وقد أجاب العلماء عن الإشكال أيضا بأجوبة أخرى : منها أن مطلقه مقيد بمن قالها تائبا ثم مات على ذلك . ومنها أن ذلك كان قبل نزول الفرائض ، وفيه نظر لأن مثل هذا الحديث وقع لأبي هريرة كما رواه مسلم ، وصحبته متأخرة عن نزول أكثر الفرائض ، وكذا ورد نحوه من حديث أبي موسى رواه أحمد بإسناد حسن ، وكان قدومه في السنة التي قدم فيها أبو هريرة . ومنها أنه خرج مخرج الغالب ، إذ الغالب أن الموحد يعمل الطاعة ويجتنب المعصية . ومنها أن المراد بتحريمه على النار تحريم خلوده فيها لا أصل دخولها . ومنها أن المراد النار التي أعدت للكافرين لا الطبقة التي أفردت لعصاة الموحدين . ومنها أن المراد بتحريمه على النار حرمة جملته لأن النار لا تأكل مواضع السجود من المسلم كما ثبت في حديث الشفاعة أن ذلك محرم عليها ، وكذا لسانه الناطق بالتوحيد . والعلم عند الله تعالى .
لعة الحديث: ( تأثما )
هو بفتح الهمزة وتشديد المثلثة المضمومة ، أي : خشية الوقوع في الإثم ، وقد تقدم توجيهه في حديث بدء الوحي في قوله : " يتحنث " . والمراد بالإثم الحاصل من كتمان العلم ، ودل صنيع معاذ على أنه عرف أن النهي عن التبشير كان على التنزيه لا على التحريم ، وإلا لما كان يخبر به أصلا . أو عرف أن النهي مقيد بالاتكال فأخبره به من لا يخشى عليه ذلك ، وإذا زال القيد زال المقيد ، والأول أوجه لكونه أخر ذلك إلى وقت موته . وقال القاضي عياض : لعل معاذا لم يفهم النهي ، لكن كسر عزمه عما عرض له من تبشيرهم . قلت : والرواية الآتية صريحة في النهي ، فالأولى ما تقدم .
129- (انظر الحديث الماضي رقم: 128)
‏50 - باب الْحَيَاءِ فِى الْعِلْمِ . ‏
130- عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ جَاءَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَتْ يَا رَسُولَ ‏اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَحْيِى مِنَ الْحَقِّ ، فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا احْتَلَمَتْ قَالَ النَّبِىُّ - صلى ‏الله عليه وسلم - « إِذَا رَأَتِ الْمَاءَ » . فَغَطَّتْ أُمُّ سَلَمَةَ - تَعْنِى وَجْهَهَا - وَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ‏وَتَحْتَلِمُ الْمَرْأَةُ قَالَ « نَعَمْ تَرِبَتْ يَمِينُكِ فَبِمَ يُشْبِهُهَا وَلَدُهَا » . أطرافه 282 ، 3328 ، 6091 ، ‏‏6121 - تحفة 18264‏
سيأتي في الطهارة
131- (انظر الحديث رقم: 61) فقه الصحيح: وأورده هنا لقول ابن عمر : " فاستحييت " ولتأسف عمر على كونه لم يقل ذلك لتظهر فضيلته ، فاستلزم حياء ابن عمر تفويت ذلك ، وكان يمكنه إذا استحيى إجلالا لمن هو أكبر منه أن يذكر ذلك لغيره سرا ليخبر به عنه ، فجمع بين المصلحتين ؛ ولهذا عقبه المصنف بباب من استحيى فأمر غيره بالسؤال .
‏51 - باب مَنِ اسْتَحْيَا فَأَمَرَ غَيْرَهُ بِالسُّؤَالِ . ‏
132- عَنْ عَلِىٍّ قَالَ كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ أَنْ يَسْأَلَ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - فَسَأَلَهُ ‏فَقَالَ « فِيهِ الْوُضُوءُ » . طرفاه 178 ، 269 - تحفة 10264‏
سيأتي في الطهارة
‏52 - باب ذِكْرِ الْعِلْمِ وَالْفُتْيَا فِى الْمَسْجِدِ . ‏
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ . أَنَّ رَجُلاً قَامَ فِى الْمَسْجِدِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مِنْ أَيْنَ تَأْمُرُنَا أَنْ نُهِلَّ ‏فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « يُهِلُّ أَهْلُ الْمَدِينَةِ مِنْ ذِى الْحُلَيْفَةِ ، وَيُهِلُّ أَهْلُ ‏الشَّأْمِ مِنَ الْجُحْفَةِ ، وَيُهِلُّ أَهْلُ نَجْدٍ مِنْ قَرْنٍ » . وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ وَيَزْعُمُونَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - ‏صلى الله عليه وسلم - قَالَ « وَيُهِلُّ أَهْلُ الْيَمَنِ مِنْ يَلَمْلَمَ » . وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ لَمْ أَفْقَهْ هَذِهِ ‏مِنْ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - . أطرافه 1522 ، 1525 ، 1527 ، 1528 ، 7344 ‏‏- تحفة 8291‏
سيأتي في الحج
‏53 - باب مَنْ أَجَابَ السَّائِلَ بِأَكْثَرَ مِمَّا سَأَلَهُ . ‏
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - أَنَّ رَجُلاً سَأَلَهُ مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ فَقَالَ « لاَ ‏يَلْبَسِ الْقَمِيصَ وَلاَ الْعِمَامَةَ وَلاَ السَّرَاوِيلَ وَلاَ الْبُرْنُسَ وَلاَ ثَوْبًا مَسَّهُ الْوَرْسُ أَوِ الزَّعْفَرَانُ ، فَإِنْ ‏لَمْ يَجِدِ النَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسِ الْخُفَّيْنِ وَلْيَقْطَعْهُمَا حَتَّى يَكُونَا تَحْتَ الْكَعْبَيْنِ » . أطرافه 366 ، 1542 ‏، 1838 ، 1842 ، 5794 ، 5803 ، 5805 ، 5806 ، 5847 ، 5852 - تحفة 8432 ، ‏‏6925 - 46/1‏
سيأتي في الحج
خاتمة
قال ابن حجر في الفتح في آخر كتاب الإيمان : ختم البخاري كتاب الإيمان بباب النصيحة مشيرا إلى أنه عمل بمقتضاه في الإرشاد إلى العمل بالحديث الصحيح دون السقيم ، ثم ختمه بخطبة جرير المتضمنة لشرح حاله في تصنيفه فأومأ بقوله " فإنما يأتيكم الآن " إلى وجوب التمسك بالشرائع حتى يأتي من يقيمها ، إذ لا تزال طائفة منصورة ، وهم فقهاء أصحاب الحديث . وبقوله " استعفوا لأميركم " إلى طلب الدعاء له لعمله الفاضل . ثم ختم بقول " استغفر ونزل " فأشعر بختم الباب . ثم عقبه بكتاب العلم لما دل عليه حديث النصيحة أن معظمها يقع بالتعلم والتعليم .
قال ابن رشيد كما نقله ابن حجر في آخر كتاب العلم : ختم البخاري كتاب العلم بباب من أجاب السائل بأكثر مما سأل عنه إشارة منه إلى أنه بلغ الغاية في الجواب عملا بالنصيحة ، واعتمادا على النية الصحيحة . وأشار قبل ذلك بقليل بترجمة من ترك بعض الاختيار مخافة أن يقصر فهم بعض الناس عنه إلى أنه ربما صنع ذلك ، فأتبع الطيب بالطيب بأبرع سياق وأبدع اتساق . رحمه الله تعالى
تم المثالية بحمد الله لتهذيب وترتيب فتح الباري ,والصلاة والسلام على خير البرية

Epilogue

selesainya pembuatan sample Tahdzib wa Tartib Fathi l-Bāriy fī Kitābi l-‘Ilmi ini belum menuntaskan secara keseluruhan konsep dan pengerjaannya. Masih banyak terdapat celah untuk terus dibenahi dalam setiap proses pengerjaannya. Namun, secara general, sample ini kurang lebih telah menggambarkan secara umum bagaimana ke depannya penyusunan Tahdzib wa Tartib Fathi l-Bāriy. Yang kemudian ke depannya akan disusun tidak hanya terfokus berdasar kitab-kitab yang disusun oleh Imam al-Bukhari, melainkan akan terfokus pada pemahaman Ibnu Hajar terhadap hadits-hadits Imam al-Bukhari. Kesimpulannya, hadits-hadits yang senantiasa diulang oleh Imam al-Bukhari akan disatukan dalam satu tempat dengan varian syarhnya berdasar persebarannya di berbagai kitab dan judul tarjamah, yang kesemuanya masih bagian dari Fathu l-Bāriy dengan menggunakan term yang telah disinggung di muka.
Selanjutnya, dari hasil pengerjaan sample ini sedikit lebih telah memberikan catatan khusus untuk kemudian dibenahi dan menjadi péér besar ke depannya, di antaranya.
1.       Pengecekan ulang penghitungan hadits berdasarkan kategorisasi hadits yang telah disepakati, serta meninventarisir secara statistik mana hadits marfu’, mauquf, ataupun atsar-atsar lainnya beserta penjelasannya maushul atau tidaknya (baca: ta’liq), baik itu secara hitungan per-kitab ataupun hitungan satu Shahih al-Bukhari.
2.       Merasionalisasi ulang term kategorial yang telah diajukan di muka, agar jelas ke arah mana style syarh yang dituliskan oleh Ibnu Hajar. Atau bisa juga menambah beberapa term bila ke depannya menemukan satu style yang lebih spesifik dari yang telah disebutkan.
3.       Menempatkan term sesuai dengan tempatnya, atau setidaknya lebih ‘enak’ dibaca. Seperti yang terlihat dalam sample, di mana pembahasan mengenai sanad sengaja dipisahkan dari matan hadits. Namun tidak akan mengurangi esensinya dengan cara menyertakannya pada tempat yang lebih proporsional, serta tidak lupa memberikan pemarkah yang tepat agar tidak terjadi salah rujuk.
4.       Komparasi dengan syarh Shahih al-Bukhari lainnya (masih dalam tahap pertimbangan)
5.       Mengistinbatkan kembali hasil dari konklusi Ibnu Hajar dalam Fathu l-Bāriy.
6.       Melahirkan karya-karya baru hasil dari editorial Fathu l-Bāriy, seperti telah dilakukan pada Kitab Ilmu ini. Dari sini terbayang untuk membuat satu karya ilmiah berjudul, “Filsafat Ilmu perspektif Shahih al-Bukhari dengan Syarhnya: Fathu l-Bāriy”, dll. yang nanti bisa diaplikasikan pula pada setiap kitab yang ada di dalam Shahih al-Bukhari, yang tentu akan disesuaikan dengan spesifikasi setiap kitab.
7.       Membuat kerangka grand design untuk nantinya disusun sebuah kitab: al-Mausū’ah fī Ahādītsi n-Nabawiyyah.
Akhir kata, dari hasil pembuatan sample Kitab Ilmu dari Fathu l-Bāriy ini, terungkap bahwa masih banyak jawaban yang belum kita tanyakan.

Enclosure

الإسناد في كتاب العلم

الصحابة/أصل الرواية في كتاب العلم

-        أنس بن مالك      : 63 و 65 و 69 و 80 و 81 و 93 و 94 و 95 و 108 و 118و 129
-        عبد الله بن عباس : 64 و 74 و 75 و 76 و 78 و 84 و 87 و 98 و 114 و 117 و 122
-        أبو هريرة          : 59 و 85 و 89 و 110 و 112 و 113 و 118 و 119 و 120
-        عبد الله بن عمر   : 61 و 62 و 72 و 82 و 116 و 131 و 133 و 134
-        عبد الله بن عمرو  : 60 و 83 و 96 و 100 و 124
-        أبو موسى         : 79 و 92 و 97 و 123
-        علي بن أبي طالب : 106 و 111 و 127 و 132
-        عبد الله           : 68 و 70 و 73
-        أبو سعيد          : 101 و 102
-        أبو بكرة           : 67 و 105
-        عائشة             : 103 و 126
-        أم سلمة           : 115 و 130
-        أسماء              : 86
-        عمر بن الخطاب   : 89
-        أبو مسعود         : 90
-        زيد بن خالد       : 91
-        جرير بن عبد الله : 121
-        سلمة              : 109
-        الزبير               : 107
-        أبو واقد           : 66
-        معاذ               : 119
-        أبو شريح          : 104
-        معاوية             : 71
-        عقبة بن الحارث   : 88
-        محمود بن الربيع     : 77

شيوخ البخاري التي في كتاب العلم

-        إبراهيم بن المنذر                       : 59 و 119
-        محمد بن سنان                         : 59
-        أبو النعمان عارم بن الفضل            : 60
-        قتيبة بن سعيد                        : 61 و 133
-        خالد بن مخلد                          : 62
-        عبد الله بن يوسف                   : 63 و 104
-        إسماعيل بن عبد الله ابن أبي أويس   : 64 و 66 و 76 و 83 و100 و 120 131
-        أبو الحسن محمد بن مقاتل             : 65 و 88
-        مسدد                                 : 67 و 81 و 96 و 129 و 132
-        محمد بن يوسف                       : 68 و 77
-        محمد بن بشار                         : 69 و 102
-        عثمان بن أبي شيبة                    : 70 و 123
-        سعيد بن عفير                        : 71 و 116
-        علي بن المديني                        : 72
-        الحميدي                               : 73
-        محمد بن غرير                         : 74
-        أبو معمر                              : 75 و 108
-        أبو القاسم خالد بن خامي              : 78
-        محمد بن العلاء                        : 79 و 92
-        عمران بن ميسرة                      : 80
-        موسى بن إسماعيل                    : 84 و 86 و 110
-        المكي بن إبراهيم                       : 85 و 109 (ث)
-        أبو اليمان                              : 89 و 93
-        ابن وهب                             : 89
-        محمد بن كثير                          : 90
-        عبد الله بن محمد                      : 91 و 122
-        عبدة                                  : 94 و 95
-        محمد بن سلام                         : 97 و 111 و 130
-        سليمان بن حرب                      : 98
-        عبد العزيز بن عبد الله               : 99 و 118
-        آدم بن أبي إياس                      : 101 و 117 و 134
-        سعيد بن أبي مريم                    : 103
-        عبد الله بن عبد الوهاب             : 105
-        علي بن الجعد                         : 106
-        أبو الوليد                             : 107
-        أبو نعيم الفضل بن دكين              : 112 و 124
-        علي بن عبد الله                      : 113
-        يحيى بن سليمان                       : 114
-        صدقة بن الفضل                     : 115
-        أحمد بن أبي بكر أبو مصعب          : 119
-        حجاج بن منهال                        : 121
-        قيس بن حفص                       : 125
-        عبيد الله بن موسى                   : 126 و 127
-        إسحاق بن إبراهيم                      : 128

الرواة التى بين شيوخ البخاري و أصل الرواية

-        عطاء بن يسار                        : 59 و 98
-        مححد بن فليح                        : 59
-        فليح                                  : 59
-        هلال بن علي                         : 59
-        يوسف بن ماهك                     : 60 و 96
-        أبو بشر                               : 60 و 96
-        أبو عوانة                              : 60 و 96 و 110
-        إسماعيل بن جعفر                    : 61
-        عبد الله بن دينار                     : 61 و 62 و 131
-        سليمان بن بلال                       : 62 و 91 و 99
-        الليث                                 : 63 و 82 و 104 و 116 و 133
-        سعيد بن أبي سعيد المقبري           : 63 و 99 و 104 و 119 و 120
-        ابن شهاب الزهري                    : 64 و 71 و 74 و 76 و 77 و 78 و 78 و 82 و 83 و 89 و
93 و 114 و 115 و 116 و 118 و 124 و 134
-        إبراهيم بن سعد زهريون               : 64 و 74
-        صالح بن كيسان                      : 64 و 74
-        عبيد الله بن عبد الله بن عتبة        : 64 و 74 و 76 و 78 و 114
-        عبد الله بن المبارك                    : 65 و 88
-        محمد بن مقاتل أبو الحسن              : 65 و 88
-        شعبة                                 : 65 و 69 و 81 و 87 و 98 و 101 و 102 و 106 و 107 و
117 و 121
-        قتادة                                  : 65 و 81 و 128
-        مالك                                 : 66 و 76 و 83 و 100 و 118 و 131
-        إسحاق بن عبد الله بن أبي طلحة     : 66
-        أبو مرة                               : 66
-        محمد بن سيرين                        : 67 و 105
-        بشر                                  : 67
-        عبد الرحمن بن أبي بكرة               : 67 و 105
-        سفيان الثوري                        : 68 و 90 و 111
-        الأعمش                               : 68 و 125 و 132
-        أبو وائل شقيق                       : 68 و 70 و 123
-        يحيى بن سعيد القطان                : 69 و 81
-        أبو التياح                             : 69 و 80
-        جرير بن عبد الحميد                   : 70 و 123
-        منصور بن المعتمر                     : 70 و 106 و 123
-        ابن وهب                             : 71 و 89 و 114
-        يونس                                 : 71 و 89 و 114
-        حميد بن عبد الرحمن                  : 71
-        سفيان بن عيينة                      : 72 و 73 و 115 و 122
-        مجاهد                                 : 72
-        ابن أبي نجيح                          : 72
-        إسماعيل بن أبي خالد                 : 73 و 90
-        قيس بن أبي حازم                     : 73 و 90
-        يعقوب بن إبراهيم                     : 74
-        عبد الوارث                           : 75 و 80 و 108
-        خالد بن مهران الجذاء                  : 75
-        عكرمة                                :75 و 84
-        أبو مسهر                             : 77
-        محمد بن حرب                        : 77 و 78
-        الزبيدي                               : 77
-        الأوزاعي                              : 78
-        حماد بن أسامة أبو أسامة             : 79 و 92
-        بريد بن عبد الله                      : 79 و 92
-        أبو بردة                               : 79 و 92 و 97
-        عقيل بن خالد                         : 82
-        حمزة بن عبد الله بن عمر             : 82
-        عيسى بن طلحة بن عبيد الله         : 83 و 124
-        وهيب بن خالد                       : 84 و 86
-        أيوب بن أبي تميمة السختياني           : 84 و 98 و 105
-        حنظلة ابن أبي سفيان بن عبد الرحمن : 85
-        سالم بن عبد الله بن عمر              : 85 و 116 و 134
-        هشام بن عروة                       : 86 و 100 و 130
-        عروة بن الزبير                        : 86 و 100 و 130
-        فاطمة بنت المنذر بن الزبير            : 86
-        غندر                                 : 87 و 102
-        أبو جمرة                              : 87
-        عمر بن سعيد                         : 88
-        عبد الله بن عبيد الله بن أبي مليكة   : 88 و 103
-        شعيب بن أبى حمزة                   : 89 و 93
-        عبيد الله بن أبي ثور                 : 89
-        أبو عامر                              : 91
-        ربيعة بن أبي عبد الرحمن الرأي        : 91
-        يزيد مولى المنبعث                    : 91
-        عبد الصمد بن عبد الوارث بن سعيد : 94 و 95
-        المثنى بن عبد الله بن أنس بن مالك   : 94 و 95
-        ثمامة بن عبد الله                     : 94 و 95
-        عامر الشعبي                          : 97 و 111
-        عمرو بن أبيي عمرو (ميسرة)          : 99
-        عبد الرحمن بن الأصبهاني             : 101 و 102 و +
-        أبو صالح ذكوان بن السمأن           : 101 و 102 و 110
-        نافع بن عمر الجمحي                   : 103
-        حماد بن زيد                          : 105
-        ربعي بن حراش                       : 106
-        جامع بن شداد                        : 106
-        عامر بن عبد الله بن الزبير            : 107
-        عبد الله بن الزبير                     : 107 و 126
-        عبد العزيز بن صهيب                 : 108
-        يزيد بن أبي عبيد                     : 109
-        عثمان بن عاصم بن حصين أبو حصين : 110
-        وكيع                                   : 111
-        مطرف بن طريف                    : 111
-        أبو سلمة                             : 112
-        يحيى بن أبي كثير                     : 112
-        شيبان بن عبد الرحمن أبو معاوية      : 112 و 130
-        عمرو بن دينار                        : 113 و 115 و 122
-        وهب بن منبه                        : 113
-        همام بن منبه                          : 113
-        معمر                                  : (113) و 115
-        هند بنت الحارث الفارسية            : 115
-        عبد الرحمن بن خالد بن مسافر        : 116
-        أبو بكر بن سليمان الرازي             :116
-        الحكم بن عتيبة                        : 117
-        سعيد بن جبير                        : 117 و 122
-        الأعرج                                : 118
-        ابن أبي ذئب                          : 119 و 120 و 134
-        محمد بن إبراهيم بن دينار               : 119
-        أبو بكر عبد الحميد                    : 120
-        علي بن مدرك                         : 121
-        أبو زرعة                             : 121
-        عبد العزيز بن أبي سلمة              : 124
-        عبد الواحد بن زياد البصري          : 125
-        علقمة                                 : 125
-        إسرائيل بن يونس                    : 126
-        أبو إسحاق السبيعي                   : 126
-        الأسود بن يزيد النخعي               : 126
-        معروف بن خربوذ                    : 127
-        أبو الطفيل                            : 127
-        معاذ بن هشام                        : 128
-        هشام بن أبي عبد الله الدستوائي     : 128
-        معتمر بن سليمان التيمي                 : 129
-        سليمان التيمي                          : 129
-        زينب بنت أم سلمة                   : 130
-        عبد الله بن داود                      : 132
-        منذر الثوري                         : 132
-        نافع مولى ابن عمر                    : 133 و 134





[1] Cet. Dār el-Hadīts: Kairo th. 2004
[2] Bab Mā yudzkaru fi l-Munāwalah (7)
[3] Bab al-Khurūj fī Thalabi l-‘Ilmi (19)
[4] Bab Mā Jāa fi l-‘Ilmi (6)
[5] Bab al-‘Ilmu Qabla l-Qauli wa l-‘Amal (10)
[6] Hadits no. 59, Bab Man Suila ‘Ilman ... (2)
[7] Hadits no. 75 Bab Qauli n-Nabiyyi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Allah, ajarilah ia al-Qurān!” (17)
[8] Hadits no. 84, Bab Man Ajāba l-Futyā bi Isyārati l-Yadi wa r-Ra’si (24)
[9] Hadits no. 88, Bab ar-Rihlati fi l-Mas-alati n-Nāzilati wa Ta’līmi Ahlihi (26)
[10] Hadits no. 94-95, Bab Man A’āda l-Hadītsa Tsalātsan li Yufhama ‘anhu (30)
[11] Hadits no. 99, Bab al-Hirshi ‘ala l-Hadīts (33)
[12] Hadits no. 107, Bab Itsmi Man Kadzaba ‘alā n-Nabiyyi shalla-Llahu ‘alahi wa sallam (38) 
[13] Hadits no. 109, masih pada bab yang sama.
[14] Hadits no. 111, Bab Kitābati l-‘Ilmi (39)
[15] Hadits no. 113, masih pada bab yang sama.
[16] Hadits no. 115, Bab al-‘Ilmi wa l-‘Izhati bi l-Lail (40)
[17] Hadits no. 120, Bab Hifzhi l-‘Ilmi (42)
[18] Di dalam cetakan disebutkan Ibnu Rusyd.
[19] Kitab ini dicetak oleh Dāru l-Kutub al-‘Ilmiyyah: Beirut, pada tahun 2008. Kami belum bisa mendapatkan kitab tersebut. lihat pula terjemahan Hadyu s-Sāriy; Fasal Ke-dua, oleh: H. Fauji, dkk.
[20] Dalam Shahih al-Bukhari terbitan Dāru l-Fikr tahun 1994 dengan Hasyiyah as-Sindiy, menyebutkan 54 bab.
[21] Lih. Fathu l-Bāriy: I/172-28, cet. Dār el-Hadīts, Shahih al-Bukhari Naskah al-Yunainiy: I/21-39, dan Shahih al-Bukhāriy tahqīq: al-Bughā: I/33-62, cet. Dār Ibnu Katsīr.
[22] Irsyādu s-Sāriy: I/224
[23] Satu hadits dijelaskan secara tadarruj, bertahap, setiap kali hadits itu disajikan oleh Imam al-Bukhari, Ibnu Hajar mengulas bagian yang belum dibahas sebelumnya, hal ini terdapat dalam hadits Musa bersama Khadhir. Kemudian satu hadits lagi telah disebutkan pada kita sebelumnya (baca: Kitab Iman).
[24] Fasal ke-empat: Penjelasan Mengenai Motif Dicantumkannya Hadits-hadits Mu’allaq –Baik Yang Marfū’ Maupun Mauqūf, Serta Elaborasi Hukumnya. Lih. Terjemahan Hadyu s-Sāriy oleh H. Fauji.
[25] Baik itu dalam Shahih al-Bukhari atau selain Shahih al-Bukhari seperti dalam Kitab at-Tārīkhu l-Kabīr, al-Adabu l-Mufrad, Khalqu Af’āli l-‘Ibād, dll.
[26] Sampai pada nomor 6, Bab Qauli l-Muhadditsu Hadītsan wa Akhbaranā wa Anbaanā (4).
[27] No. 3208, Bab Dzikri l-Malāikah (6), SBY: IV/111
[28] No. 6594, Bab fi l-Qadari (1), SBY: VIII/122
[29] No. 7454, Bab Walaqad sabaqat kalimatunā li ‘Ibādina l-Mursalīn (28), SBY: IX/135
[30] No. 1238, Bab fi l-Janāiz wa man kāna ākhiru kalāmihi … (1), SBY: II/71
[31] No. 7532, Bab Qauli-Llahi ta’ālā: Yā ayyuha r-Rusulu balligh … (46), SBY: IX/155
[32] No. 4497, Bab wa mina n-Nāsi man yattakhidzu li-Llahi andādan (22), SBY:VI/23
[33] Ini adalah kesalahan dari penyalin naskah, karena hadits Hudzaifah ini tidak terdapat dalam kitab tauhid, lih.: Taghlīq: I/63 (footnote no. 7). Hadits Hudzaifah ini justru terdapat di dalam KItab ar-Riqāq, Bab Raf’i l-Amānah (35), no. 6497, SBY: VIII/104. Dan Kitab Fitan, Bab Idzā baqiya fī Hatsālatin mina n-Nās (13), no. 7086, SBY: IX/52. 
[34] Kitab al-I’tishām, Bab al-Iqtidā’ bi Sunani Rasūli-Llah (3), no. 7276, SBY: IX/92
[35] No. 7539, Bab Dzikri n-Nabiyyi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam wa riwāyatihi ‘an Rabbihi (50), SBY: IX/157
[36] No. 7536, Bab Dzikri n-Nabiyyi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam wa riwāyatihi ‘an Rabbihi (50), SBY: IX/157
[37] No. 7538, Bab Dzikri n-Nabiyyi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam wa riwāyatihi ‘an Rabbihi (50), SBY: IX/157
[38] Bab Mā Jāa fi l-‘Ilmi wa Qauli-Llahi ta’ālā: Rabbi zidniy ‘ilman, al-Qirāah wa l-‘Aradh ‘ala l-Muhaddits (6).
[39] Terjadi kesalahan penyalin naskah Hadyu s-Sāriy ini, karena tidak diketemukan hadits yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud menyebutkan bahwa Dhimām menyebutkan apa yang disebutkan oleh Ibnu Hajar, Abū Dāwud hanya menyebutkan awalnya saja, lih.: Sunan Abū Dāwud, Kitab Shalat Bab Mā Jāa fi l-Musyrik yadkhulu l-Masjida. Justru di dalam Fathu l-Bāriy, Ibnu Hajar menyebutkan bahwa kisah kepulangan Dhimām ini terdapat dalam Musnad Ahmad (III/87-89). Lih. Fathu l-Bāriy: I/181
[40] Hadits setelah judul bab ini.
[41] Bab Mā Yudzkaru fi l-Munāwalah (7).
[42] No. 4987, Bab Jam’u l-Qurān (3), SBY: VI/183-184
[43] Kitab Manāqib, No. 3506, Bab Nazala l-Qurānu bi Lisāni Quraisy (3), SBY: IV/180
[44] Bab Tahrīdhi n-Nabiyyi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam wafda ‘Abdi l-Qais... (25).
[45] No. 7246, Bab Mā Jāa fi Khabari l-Ahād s-Shadūq (1), SBY: IX/86-87.
[46] Bab ke-dua puluh tujuh
[47] IX/492
[48] Lih. Hadits tersebut pada bab ini, serta hadits no. 5191 dalam Kitab Nikah, Bab Mau’izhatu r-Rajuli Ibnatahu li Hāli Zaujihā (83). Ibnu Hajar menyebutkan, “Beliau menyebutkan riwayat Yūnus bin Yazīd di sini untuk beliau jelaskan bahwa hadits ini keseluruhannya bukanlah semata-mata riwayat Syu’aib.” Fathu l-Bāriy: I/226
[49] Yang dimaksud ialah ‘Abdu-Llah bin Jahys al-Asadiy, saudara Zainab binti Jahsy Ummu l-Mu’minīn
[50] Bab Mā Yudzkaru fi l-Munāwalah wa Kitābi Ahli l-‘Ilmi bi l-‘Ilmi ila l-Buldān (7)
[51] Kami belum dapat menemukan seperti apa yang diisyaratkan oleh Ibnu Hajar, meskipun Ibnu Hajar menyebutkan sanadnya sampai pada Ibnu Ishāq, lih. Taghlīq: 75. Lihat pula rinciannya dalam Fathu l-Bāriy: I/188-189.  Kami menemukan kisah ini secara kronologis berhubungan dengan detasemen Nakhlah yang diutus pada bulan Rajab Tahun ke-dua Hijriyah sebelum Perang Badar Kubrā dalam Sīrah Nabawiyyah karya Syaikh Shafiyyu-Rrahmān al-Mubārakfūriy, lih. Ar-Rahīqu l-Makhtūm: 180-182
[52] Al-Mu’jamu l-Kabīr: II/162
[53] Bab al-‘Ilmu qabla l-Qauli wa l-‘Amal (10)
[54] Ahmad bin ‘Amr Abū Bakar, Ibnu Abī ‘Ashim as-Syaibāniy (206-287 H). Lih.: Siyaru A’lāmi n-Nubalā’: XXV/438-448.
[55] Kami belum menemukan kitab ini, namun Ibnu Hajar menyebutkan sanadnya sampai pada kitab ini, lih. Taghlīq: I/78
[56] Bab Man yuridi-Llahu bihi khairan yufaqqihhu fi d-Dīn (13). Hadits ini pun diriwayatkan oleh at-Thabrāniy dalam al-Mu’jamu l-Kabīr: XIX/395, dan Musnad as-Syāmiyyīn: I/431; dari hadits Mu’āwiyah. Lih. Fathu l-Bāriy: I/196.
[57] Bab al-Khurūj fī Thalabi l-‘Ilmi (19)
[58] (20)
[59] Dalam bab ini imam al-Bukhari menyebutkan hadits mengenai perumpamaan orang yang mendapatkan ilmu ... kemudian Imam al-Bukhari menyebutkan komentar Ishāq. Kemudian ada varian riwayat Shahih al-Bukhari lainnya yang menyebutkan Abū Ishāq, dan Ibnu Ishāq. Kalau hanya Ishāq tentulah seolah-oleh yang dimaksud adalah Ishāq bin Rāhawaih, karena ia pun meriwayatkan dari Abū Usāmah (Hamād bin Usāmah), yang disebutkan dalam sanad hadits ini. Dan bila yang benar adalah Abū Ishāq, maka ia adalah Ibrāhīm bin Sa’īd al-Jauhariy, yang Ibnu Hajar ketemukan dalam Kitab al-Amtsālu l-Marwiyyah ‘ani n-Nabiyyi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallam karya ar-Rāmahramaziy, yang dengan jelas menyebutkan Abū Ishāq alias Ibrāhīm bin Sa’īd al-Jauhariy dari Abū Usāmah.
[60] Al-Hasan bin ‘Abdi-Rrahmān bin Khalād Abū Muhammad al-Fārisiy ar-Rāmahramaziy (360an H). Al-A’lām: II/194
[61] Taghlīq: I/84. Sedang kami mendapatkan kitab Amtsālu l-Hadīts itu dari www.al-mostafa.com dengan nomor hadits 12, hal. 10-11.
[62] Ibnu Hajar menyebutkan perdebatan mengenai komentar Ishāq ini, lih. Fathu l-Bāriy: I/216.
[63] Dengan nomor 17, Bab Man A’āda l-Hadīts Tsalātsan liyufhima ‘anhu (30)
[64] No. 2654, Bab Mā Qīla fī Syahādati z-Zūr ... (10), SBY: III/172)
[65] Dalam kitab Hudūd yang diisyaratkan oleh Ibnu Hajar, tidak kami ketemukan bersumber dari Abū Bakrah, melainkan hadits dari Anas, no. 6781, Bab Qauli-Llahi ta’ālā Wa Man Ahyāhā.. (2), SBY: IX/3-4. Sedangkan hadits yang bersumber dari Abū Bakrah dengan adanya pengulangan Alā waqaula z-Zūr terdapat dalam Kitab Adab, Bab ‘Uqūqu l-Wālidain mina l-Kabāir, no. 5976, SBY: VIII/4.
[66] No. 6785, Bab Zhahru l-Mu’mini Himan illā fī haddin au haqqin (9), SBY: VIII/159-160.
[67] Bab ‘Izhatu l-Imāmi n-Nisā’ (32)
[68] No. 1449, Bab al-‘Aradh fi z-Zakāt (32), SBY: II/116
[69] No. 1739, Bab l-Khuthbati Ayyāma Minā (132), SBY: II/176
[70] Tidak diketemukan redaksi yang menyertakan ilmu (al-‘Ilma)
[71] Bab Kitābati l-‘Ilmi (39)
[72] Ahmad bin ‘Aliy bin Sa’īd al-Marwaziy, Abū Bakar (w. 292 H). Lih. Siyar: XIII/527-528. Adz-Dzahabiy telah menyebutkan kitab ilmu yang dinisbahkan padanya, namun kami belum menemukannya.
[73] I/293, no. 137
[74] I/123, no. 248
[75] I/260, Kitab Haidh Bab Istihbābu Isti’māl ... (13), no. 332
[76] Sunan Ibnu Mājah: I/210, Musnad Ahmad: no. 25145, cet. Ar-Risālah.
[77] Ibnu Hajar tidak menyebutkan hadits mu’allaq yang ke-dua puluh dua ini di dalam kitabnya: Hadyu s-Sāriy. Dikarenakan kewashalannya ada pada hadits setelah judul bab yang berisi potongan hadits mu’allaq tersebut. lih. Bab ke-17 kitab Ilmu.
[78] Fathu l-Bāriy, cet. Dāru l-Hadīts: I/260
[79] Ibid.: I/238-237
[80] Ibid.: I/261
[81] Qawā’idu t-Tahdīts min Funūni Mushthalahi l-Hadīts: 357.
[82] Dalam hadits ini Imam al-Bukhari menyebutkan jalur dari guru yang pertama (Abu l-Yamān) dengan shighah tahdīts (haddatsanā Abu l-Yamān), sedang dari gurunya yang ke-dua (Ibnu Wahb) dengan shighah ta’līq (wa qāla Ibnu Wahb). Kasus seperti ini menurut Ibnu Hajar mengandung beberapa spekulasi, “Bisa karena beliau tidak mendengar langsung dari gurunya, mendengar namun ragu, atau mendengar dari gurunya dalam suatu perbincangan namun beliau tidak mengangggap gurunya menyebutkan sumber asalnya.” Lih. Hadyu s-Sāriy: 21. Namun keraguan itu ditepis dengan hasil analisa Ibnu Hajar yang menyebutkan  bahwa hadits ini diwashalkan oleh Ibnu Hibbān dalam shahihnya dari dari Ibnu Qutaibah dari Harmalah dari Ibnu Wahb. Lih. Fathu l-Bāriy: I/226
[83] Ini adalah redaksi dari riwayat selain Abū Dzar, dengan redaksi ini maka atsar ini adalah muttashil. Lih. Taghlīq: I/61-62
[84] Ibnu Hajar mengatakan dalam Fathu l-Bāriy: Yang dijadikan sandaran hujjah ialah al-Humaidiy, guru Imam al-Bukhari, yang mengatakan demikian dalam kitab an-Nawādir miliknya. Al-Fath: I/181
[85] Penggalan atsar ini terpisah dengan yang ada di bawahnya. Penjelasan mengenai hal itu terdapat dalam Taghlīqu t-Ta’līq: I/65 namun pentahqiq naskah tersebut kehilangan atau mendapatkan bahwa terdapat blank pada saat penjelasan mengenai atsar tersebut. lih. Suprafootnote no. 5.
[86] Ibnu Hajar menyebutkan sanad miliknya yang maushul sampai Imam Mālik. Lih. Taghlīq: I/65-66
[87] Hadits ini sudah dibahas pada pembahasan mutāba’ah di atas, di mana memang hadits ini merupakan ta’liq hadits marfu’ bila ditinjau dari keseluruhan redaksi. Namun, bila hanya mengacu pada ungkapan dari ‘Aisyah sendiri, maka hadits ini adalah murni mauquf.
[88] Terjemah Hadyu s-Sāriy Fasal Ke-dua oleh H. Fauji, dkk.
[89] Syarhu Kitābi l-‘Ilmi min Shahīhi l-Bukhari: VII/18
[90] Dalam risetnya yang berjudul “al-Imāmu l-Bukhāriy wa Fiqhu t-Tarājum fī Jāmi’i s-Shahīh” Nūruddīn ‘Itr
1.        Beliau tidak mendeskripsikan secara terperinci tarjamah lahir, juga tidak menjelaskan metodologi Imam al-Bukhari padanya, serta tidak memisahkannya
2.        Beliau mencampurkan pembahasan tarjamah lahir dan tarjamah khafiy
3.        Beliau belum menyempurnakan semua macam tarjamah, maka beliau  tidak menyebutkan macam yang ke-tiga dari pembagian kami yang kami sebut dengan nama: tarjamah mursalah (1406: 72)
[91] Lih.: Ibid.: 73-74
[92] Tarjamah Hadyu s-Sāriy Fasal Ke-dua.

Tags

Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.