Ilmu musthalah hadits: Ilmu tentang pokok-pokok
dan kaidah-kaidah yang digunakan untuk mengetahui kondisi sanad dan matan
hadits, dari sisi diterima atau ditolak.
Objek pembahasan ilmu musthalah: yang menjadi
objek pembahasannya adalah sanad dan matan, dari sisi diterima atau ditolak.
Manfaat ilmu musthalah: Bisa membedakan hadits yang shahih dari hadits yang
lemah.
Hadits:
Menurut bahasa: Al-Jadid (baru), bentuk jamaknya adalah
ahaadits, bertentangan dengan qiyas.
Menurut istilah: Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir
(diamnya) maupun sifatnya.
Khabar
Menurut bahasa: an-naba (berita), bentuk jamaknya adalah
akhbaar.
Menurut istilah: terdapat tiga pendapat, yaitu,
Sinonim dari hadits, dengan kata lain memiliki satu arti.
Berbeda dengan hadits. Hadits itu berasal dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan khabar adalah selain dari beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Lebih umum dari hadits. Hadits itu dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, sedangkan khabar berasal dari beliau maupun bukan dari beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Atsar:
Menurut bahasa: Sisa dari sesuatu (jejak).
Menurut istilah terdapat dua pendapat,
Menurut bahasa: Sisa dari sesuatu (jejak).
Menurut istilah terdapat dua pendapat,
Sinonim dari hadits, dengan kata lain memiliki satu arti.
Berbeda dengan hadits, yaitu sesuatu yang disandarkan
kepada para sahabat dan tabi’in, baik berupa perkataan maupun perbuatan.
Isnad
Memiliki dua arti:
Memiliki dua arti:
Mengembalikan hadits kepada yang mengatakannya sebagai
sandaran
Urutan para perawi hadits yang kemudian berlanjut pada
matan (teks hadits). Dengan makna seperti ini, berarti sinonim dari sanad.
Sanad
Menurut bahasa: al-mu’tamad (tempat bersandar). Disebut
seperti itu karena hadits disandarkan atau menyandarkan kepadanya.
Menurut istilah, urutan para perawi hadits yang kemudian
berlanjut pada matan.
Matan
Menurut bahasa, tanah yang keras dan naik ke atas
Menurut istilah, perkataan terakhir dari sanad.
Musnad
Menurut bahasa: merupakan isim maf’ul dari asnada yang
berarti menyandarkan atau menasabkan kepadanya.
Menurut istilah, memiliki tiga macam arti:
Setiap kitab yang di dalamnya mengandung kumpulan apa
yang diriwayatkan oleh para sahabat, menurut ketentuan tertentu.
Hadits marfu’ yang sanadnya bersambung.
Jika yang dimaksudkannya adalah sanad, berarti itu adalah
mashdar mim.
Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadits
dengan sanadnya, baik orang itu mengerti ataupun tidak mengerti dan hanya
menyampaikan riwayat saja.
Muhaddits adalah orang yang bergelut dalam ilmu
hadits, baik dari sisi riwayat maupun dirayah, mengetahui banyak riwayat dan
kondisi para perawinya.
Hafidh
Menurut pakar hadits artinya sama dengan muhaddits
Ada yang berpendapat bahwa al-Hafidh itu martabatnya
lebih tinggi dari al-muhaddits karena ia lebih banyak mengetahui setiap
tingkatan (thabaqat) para perawi hadits dibandingkan ketidaktahuannya.
Hakim adalah orang yang pengetahuannya mencakup
seluruh hadits-hadits sehingga tidak ada perkara yang tidak diketahuinya
melainkan amat sedikit. Hal itu menurut sebagian ahli ilmu hadits.
Sifat-sifat hadits yang diterima:
Sanadnya harus muttasil (bersambung), artinya tiap-tiap
perawi betul-betul mendengar dari gurunya. Guru benar-benar mendengar dari
gurunya, dan gurunya benar-benar mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Perawi harus adil. Artinya, perawi tersebut tidak
menjalankan kefasikan, dosa-dosa, perbuatan dan perkataan yang hina.
Betul-betul hafal.
Tidak bertentangan dengan perawi yang lebih baik dan
lebih dapat dipercaya.
Tidak berillat, yakni tidak memiliki sifat yang membuat
haditsnya tidak diterima.
Hadits Hasan: Hadits yang sanadnya bersambung
perawi adil, yang hafalannya kurang sedikit disbanding dengan perawi-perawi
hadits shahih. Tidak bertentangan dengan perawi-perawi yang lebih dapat
dipercaya, dan tidak memiliki cacat yang membuat hadits tersebut tidak diterima.
Hukum hadits hasan: seperti hadits shahih, dapat
dibuat pedoman dan dijalankan, namun bila diantara hadits shahih dan hadits
hasan bertentangan, maka didahulukan adalah hadits shahih.
Hadits Dhoif: Hadits yang tidak memiliki
sifat-sifat hadits-hadits shahih dan sifat-sifat hadits hasan.
Hukum hadits dhoif: Tidak boleh dijadikan pedoman dalam masalah akidah dan hukum-hukum agama. Boleh dijalankan dalam masalah-masalah yang dianggap baik, anjuran, peringatan dengan syarat-syarat tertentu.
Hukum hadits dhoif: Tidak boleh dijadikan pedoman dalam masalah akidah dan hukum-hukum agama. Boleh dijalankan dalam masalah-masalah yang dianggap baik, anjuran, peringatan dengan syarat-syarat tertentu.
Hadits Marfu’: Perkataan, perbuatan, pemutusan,
atau pengakuan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, baik sanadnya bersambung atau
tidak. Contoh hadits marfu’: hadits muttasil, musnad, mursal, dll.
Hukum hadits marfu’: kadang-kadang shahih, hasan,
dan dhaif.
Muttasil (mausul): Hadits yang sanadnya bersambung
dari perawi mendengar dari perawi sampai pada Nabi atau hanya sahabat-sahabat
saja. Hadits mauquf dan munqathi’ kadang-kadang termasul hadits muttasil.
Mauquf: Perkataan atau perbuatan sahabat, sanadnya
bersambung atau tidak. Contoh: hadits munqathi’. Hadits marfu dan mursal tidak
termasuk hadits mauquf.
Munqathi’: Hadits yang salah satu dari perawi
tidak disebut, dengan syarat perawi yang tidak disebut itu bukan sahabat. Contoh:
hadits marfu’, mursal, dan mauquf. Hadits munqathi’ termasuk hadits dhoif.
Mursal: Apabila ada tabi’in berkata, “Nabi
bersabda…….tanpa menyebutkan perawi dari sahabat, maka hadits tersebut termsuk
mursal. Contoh: hadits munqathi’ dan hadits mu’dlal. Hukumnya sama seperti
hadits dhoif.
Muallaq (hadits-hadits yang dita’liq): Hadits yang
permulaan sanadnya tidak tersebut. Contoh: setiap hadits yang sanadnya tidak
bersambung.
Gharib: Hadits yang diriwayatkan oleh satu perawi
dan perawi lain tidak meriwayatkan hadits tersebut. Hukumnya kadang-kadang
shahih, hasan namun kebanyakan hukumnya dhoif.
Masyhur: Hadits yang diriwayatkan oleh tiga perawi
keatas, walaupun dalam satu tingkat perawi (perawinya sama-sama sahabat).
Hukumya shahih, hasan atau dhoif.
Mutawatir: Hadits yang diriwayatkan oleh perawi
banyak dari perawi banyak.
Mubham: Hadits yang dalam sanadnya atau matannya
ada orang yang tidak disebut. Hukumnya, jika perawinya yang tidak diketahui,
hukumnya dhoif.
Syadz: Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang
dapat dipercaya, matan atau sanadnya bertentangan dengan hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang lebih dipercaya. Lawan syadz adalah mahfud (yang
terjaga). Hukumnya dhoif dan ditolak.
Mudraj: Idraj (sisipan) ada dua:
Lafadh hadits yang disisipi,
Sanad hadits yang disisipi. Lafadh hadits yang disisipi:
sebagian perawi menambah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa diberi
tahu atau diberi tanda. Hukumnya shahih, atau dhoif.
Maqlub: Mengganti sesuatu dengan yang lain dalam
hadits, ada kalanya kalimat hadits dibalik, dan lain-lain. Hukumnya harus
dikembalikan pada asalnya.
Mudhtarib: Hadits yang diriwayatkan oleh perawi,
kemudian ditempat lain dia meriwayatkan hadits tersebut dengan arti yang
berbeda. Hukumnya dhoif.
Ma’lul: Hadits kalau dilihat dhohirnya baik, namun
setelah diteliti oleh ahli hadits, ternyata ada hal yang membuat hadits
tersebut tidak bisa dikatakan shahih. Hukumnya dhoif.
Matruk: Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
sudah disepakati oleh para ulama bahwa dia dhoif. Adakalanya dia bohong,
keliru, atau fasik. Hukumnya tidak dianggap, juga tidak boleh dibuat pedoman
atau dibuat syahid.
Maudhu’: Hadits buatan perawi, lalu disandarkan
kepada rasul, sahabat, atau tabi’in. Hukumnya tidak boleh diriwayatkan atau
diajarkan kecuali ada tujuan agar orang yang mendengar atau yang membacanya
berhati-hati.
Munkar: Seperti hadits syadz, hadits munkar tidak
boleh diterima, apabila perawinya bertentangan dengan perawi-perawi yang dapat
dipercaya.
Syahid: Arti hadits yang cocok dengan arti hadits
lain, hanya saja sahabat yang meriwayatkannya berlainan.
La ba’sa bihi: Perawi tidak memiliki cacat. Ibnu
Mu’in berkata, “perawi tersebut dapat dipercaya.”
Shaduuq: Ibnu Abi Hatim berkata, “Ia dapat
dipercaya.”
Sahabat: Orang yang bertemu kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dan beriman kepadanya sampai mati.
Tabi’in: Orang yang bertemu dengan sahabat dan
mati dalam keadaan muslim.
Tujuh Imam: Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu Majah.
Enam Imam: Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi,
Nasa’I, dan Ibnu Majah.
Lima Imam: Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, dan
Ibnu Majah.
Empat Imam: Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu
Majah.
Tiga Imam: Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’i.
Muttafaq ‘alaih: Bukhari dan Muslim.
Sumber:
1. Ilmu Hadits Praktis, Dr. Mahmud Thahan: Pustaka Thariqul Izzah
1. Ilmu Hadits Praktis, Dr. Mahmud Thahan: Pustaka Thariqul Izzah
2. Terjemah Bulughul Maram, Al Hafidz Ibnu Hajar Al
Asqalani: Mutiara Ilmu
Posting Komentar